Kelembagaan DAS

Ari A. Perdana

INSTITUSI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI

Oleh: Ari A. Perdana

ari_perdana[1]

Sumber: Koran Tempo, November 21, 2002, http://www.csis.or.id/

Mengapa ada negara yang kaya, dan mengapa ada negara yang tetap miskin? Pertanyaan itu adalah pertanyaan dasar dalam literatur tentang pertumbuhan ekonomi. Studi mengenai pertumbuhan dan pembangunan ekonomi berkembang menjadi kajian tersendiri dari ilmu ekonomi sejak 1940an, terutama setelah Perang Dunia II berakhir dan banyak negara mengalami dekolonisasi.

Teori-teori awal pertumbuhan ekonomi umumnya menyoroti pentingnya akumulasi modal. Artinya, sebuah negara bisa menjadi kaya jika ia memiliki kemampuan untuk mengakumulasi modal. Sebaliknya, negara yang tidak memiliki akses terhadap modal akan terus miskin. Ini antara lain kesimpulan dari model-model Harrod-Domar tahun 1940an, juga Kaldor serta Solow-Swan tahun 1950an.

Untuk menjadi kaya – atau memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi – sebuah perekonomian membutuhkan investasi. Dana untuk membiayai investasi didapat dari tabungan. Jadi, kunci utama pertumbuhan ekonomi adalah kemampuan mengakumulasikan tabungan domestik. Masalahnya, negara-negara berkembang dihadapkan pada kesenjangan antara kebutuhan investasi dan kemampuan mengakumulasi tabungan domestik. Solusi menurut buku teks adalah menutup kesenjangan tabungan-investasi dengan pembiayaan luar negeri. Modal atau pembiayaan luar negeri bisa berbentuk pinjaman, bantuan atau investasi asing.

Tahun 1980-90an, sejumlah studi melahirkan apa yang disebut sebagai ‘teori pertumbuhan baru’ (new growth theory). Jika model neoklasik mengatakan bahwa yang penting bagi negara berkembang adalah akses terhadap modal, artinya modal fisik atau finansial, teori pertumbuhan baru melihat sejumlah variabel juga tidak kalah penting. Lucas (1986) menyebutkan variabel lain itu adalah modal manusia (human capital). Mankiw, Roemer dan Weil (1992) mengembangkan tesis ini dengan menyebutkan pentingnya inovasi dan pengetahuan (knowledge).

Variasi lain dari teori pertumbuhan baru menyoroti pentingnya aspek institusi (kelembagaan). Almarhum Mancur Olson pernah menuliskan bahwa perbedaan kualitas institusi sekarang ini justru yang paling bisa menjelaskan perbedaan kinerja pertumbuhan negara-negara di dunia. Secara umum, institusi bisa diartikan sebagai seperangkat aturan dan organisasi yang mengoordinasikan para pelaku ekonomi. Setidaknya ada tiga peran pokok institusi dalam transaksi ekonomi. Pertama, untuk menangkap sinyal-sinyal dari pelaku ekonomi tentang kebutuhan dan persoalan yang dihadapi pelaku ekonomi. Kedua, untuk menyeimbangkan kepentingan yang berbeda-beda. Ketiga, sebagai pengambil keputusan mengenai langkah-langkah terkait.

Menurut Rodrik (2000), ada lima jenis institusi yang kehadirannya paling diperlukan dalam mendukung kinerja perekonomian. Pertama, hak kepemilikan (property rights) yang terdefinisikan dengan jelas dan pasti. Kedua, institusi pembuat kebijakan (regulatory institusions) yang bertugas mengatasi kegagalan pasar (market failure) serta memperkecil biaya transaksi yang terkait. Ketiga, institusi yang bertugas melakukan stablisasi makroekonomi, termasuk lembaga keuangan, otoritas moneter serta fiskal. Keempat, institusi yang memberikan perlindungan sosial. Dalam ekonomi pasar yang kapitalis, perlindungan sosial tetap diperlukan, karena ia menyediakan apa yang disebut modal sosial (social capital). Dan kelima, institusi untuk manajemen konflik.

Negara-negara dengan institusi yang baik lebih mampu mengalokasikan sumber daya secara lebih efisien, sehingga ekonomi bisa bekerja lebih baik. Institusi yang kuat juga akan melahirkan kebijakan ekonomi yang tepat dan kredibel, sehingga berbagai bentuk kegagalan pasar bisa teratasi. Sebaliknya, insitusi yang buruk adalah beban yang menghalangi ekonomi untuk bisa bekerja dengan baik. Kebijakan yang dilahirkan oleh sebuah institusi yang buruk juga berpotensi besar mengalami kegagalan (policy failure) yang akan makin memperburuk kerugian dari kegagalan pasar.

Implikasinya, perhatian pada pembenahan dan penguatan institusional harus lebih diperhatikan. Terutama bagi negara-negara yang bertujuan meningkatkan pertumbuhan serta kinerja ekonominya. Pentingnya pembenahan aspek institusi inilah yang menjadi salah satu kesimpulan laporan tahunan Bank Dunia, World Development Report 2003. Laporan yang baru-baru ini diseminarkan secara terbatas oleh perwakilan Bank Dunia di Jakarta bertajuk Sustainable Development in a Dynamic World: Transforming Institutions, Growth, and Quality of Life.

Satu hal menarik dalam laporan itu adalah tantangan bagi pembenahan institusi di suatu negara. Di satu sisi, kualitas institusi akan mempengaruhi kualitas kebijakan, dan pada akhirnya distribusi kesejahteraan. Tapi sebaliknya, komposisi distribusi kesejahteraan di periode awal juga akan mempengaruhi institusi serta kebijakan yang diambil. Ada semacam lingkaran setan di sini, sehingga sulit untuk menentukan secara tegas langkah awal apa yang harus diambil.

Kita sesungguhnya tidak terlalu asing dengan lingkaran setan ini. Dalam kasus perang terhadap korupsi, kita akan berharap bahwa perbaikan dalam hal aturan serta perangkat birokrasi akan menurunkan tingkat korupsi. Tapi kenyataannya, upaya perbaikan justru dihambat oleh pihak-pihak yang tidak menginginkan adanya perubahan, karena itu akan merugikan mereka. Pihak-pihak itu memiliki kemampuan untuk menghambat perbaikan, karena kondisi saat ini membuat mereka memiliki akses, kekuatan dan kekayaan yang cukup untuk itu.

Lalu bagaimana caranya memutus lingkaran setan tersebut? Sayangnya, pilihannya memang tidak banyak. Jalan pintas pun tidak ada. Yang bisa dilakukan adalah berusaha meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik. Ini harus dipadukan dengan tingkat partisipasi serta pengawasan publik yang makin besar. Ini semua adalah sebagian perwujudan dari demokratisasi. Dengan kata lain, di jangka panjang, demokrasi dan kinerja perekonomian adalah dua hal yang berkorelasi positif.

Leave a Comment »

No comments yet.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Blog at WordPress.com.