Kelembagaan DAS

San Afri Awang, dkk. (2)

PANDUAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DESA HUTAN (LMDH) (2)

Disusun oleh: San Afri Awang, Wahyu Tri Widayanti, Bariatul Himmah, Ambar Astuti, Ratih Madya Septiana, Solehudin dan Antonius NovenantoEditor: Levania Santoso, San Afri Awang dan Wahyu Tri Widayanti

TAHAP 2 PERENCANAAN PARTISIPATIF PETAK HUTAN PANGKUAN DESA PADA SISTEM PHBM

1. Pengertian

Pengelolaan Hutan

“Jika yang dipikirkan semua orang sama, maka tak akan ada seorangpun mau berpikir”
(Walter Lippmann)

Pengelolaan hutan dipahami sebagai penerapan metode bisnis dan prinsip kehutanan untuk pengurusan hutan (Davis, 1987). Kegiatan pengelolaan hutan meliputi penanaman, pemeliharaan, pemanenan hasil, pengolahan hasil, dan pemasaran hasil. Penerapan metode bisnis dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan ekonomi, dan prinsip kehutanan mendasari bahwa pemanfaatan hasil hutan didasarkan pada prinsip kelestarian hutan secara ekonomi dan ekologi.

Berdasarkan Keputusan Ketua Dewan Pengawas Perum Perhutani No.136/KPTS/DIR/2001 tentang Pengelolaan Sumberdaya Hutan Berbasis Masyarakat (PSDHBM) diberikan kesempatan kepada masyarakat desa hutan (MDH) bersama Perum Perhutani untuk melakukan pengelolaan sumberdaya hutan. Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dan Perhutani bekerjasama dalam pengelolaan sumberdaya hutan diikat dengan akta kerjasama yang diaktenotariskan.

Pelaksanaan pengelolaan hutan harus didasarkan pada tujuan yang ingin dicapai oleh pengelola (semua pihak), dalam hal ini berarti pengelolaan hutan adalah untuk memenuhi kebutuhan

Perhutani dan masyarakat desa hutan, serta pihak-pihak lain yang terkait. Oleh karena itu perlu dirumuskan secara jelas tujuan pengelolaan hutan oleh semua pihak yang terkait, yang bisa jadi berbeda satu sama lain.

Perencanaan Pengelolaan Sumberdaya Hutan

“Kita sedang membongkar rintangan akan monopoli perancangan dan pengembangan”
(Anonim)

Perencanaan pengelolaan sumberdaya hutan dipahami sebagai suatu proses untuk mendokumentasikan kegiatan-kegiatan dalam pengelolaan hutan agar tercapainya tujuan tertentu, dengan menggunakan cara yang disepakati bersama (Anonim, 2004). Perencanaan pengelolaan sumberdaya hutan dapat dilakukan untuk jangka waktu tertentu, untuk jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Dalam perencanaan ada hal-hal penting yang diperlukan yaitu:

  • Ada proses yang harus dijalani
  • Ada tujuan yang ingin dicapai
  • Ada cara (metode) untuk mencapai tujuan
  • Ada cara untuk mengukur hasil kerja
  • Ada alat untuk menilai hasil kerja
  • Ada pertimbangan sosial dan budaya

Para Pihak Terlibat atau Stakeholders

“Hutan terlalu luas untuk dilihat oleh satu orang”
(David Douglas)

Pengertian para pihak terkait (stakeholders) yaitu semua orang atau perwakilan kelompok yang terkena dampak dari hasil suatu keputusan (Anonim, 2004). Para pihak terlibat dalam pengelolaan hutan diartikan sebagai semua orang atau perwakilan kelompok yang terkena dampak dari hasil suatu keputusan yang terkait dalam pengelolaan hutan. Terkena dampak dalam hal ini baik secara langsung atau pun tidak langsung.

Para pihak yang terlibat dalam pengelolaan hutan sistem PHBM:

  • Masyarakat Desa Hutan (petani hutan atau
  • pesanggem dan masyarakat secara umum, baik yang menjadi anggota LMDH maupun yang tidak)
  • Pemerintah Desa
  • Perhutani
  • Dinas/instansi atau pihak terkait yang lain
  • Koperasi/pedagang hasil pertanian dan hasil hutan

Proses Partisipatif

Partisipasi secara harafiah berarti keikutsertaan seseorang dalam suatu tindakan. Pengertian sebagai suatu proses yang melibatkan para pihak yang terkait, dimana dalam proses tersebut terpenuhi:

  • Adanya kemitraan dan kesetaraan dalam berperan
  • terbangunnya suasana yang terbuka dan komunikatif sehingga menimbulkan dialog yang sehat.
  • Adanya keseimbangan kewenangan dan tidak ada pihak yang dominan
  • Adanya rasa memiliki tanggung jawab bersama
  • Adanya peran aktif dalam setiap proses kegiatan, sehingga terjadi proses saling belajar dan saling memberdayakan
  • Adanya kerjasama berbagai pihak untuk saling berbagi kelebihan guna mengurangi berbagai  kelemahan yang ada.
  • Ada niat baik dari semua untuk membangun keadaan menjadi lebih baik

Kenapa harus partisipatif?

  • Tidak ada satu orangpun yang ingin dirugikan dalam proses membangun masyarakatnya.
  • Kekuatan utama dan pertama dari suatu kelompok atau masyarakat adalah segala hal yang ada dalam kelompok atau masyarakat itu sendiri.

Usaha untuk penerapan pendekatan partisipatif memunculkan beragam pandangan dan pemaknaan yang berbeda-beda tentang arti partisipasi. Pandangan dan pemaknaan yang berkembang antara lain:

  1. Masyarakat bertanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dari program yang telah ditetapkan pemerintah.
  2. Anggota masyarakat ikut menghadiri pertemuan-pertemuan perencanaan, pelaksanaan dan pengkajian ulang proyek, namun kehadiran mereka sebatas sebagai pendengar semata.
  3. Anggota masyarakat terlibat secara aktif dalam pengambilan keputusan tentang cara melaksanakan sebuah proyek dan ikut menyediakan bantuan serta bahan-bahan yang dibutuhkan dalam proyek tersebut.
  4. Anggota masyarakat berpartisipasi aktif dalam semua tahapan proses pengambilan keputusan, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan atau monitoring suatu program.

2. Tujuan Perencanaan Partisipatif

Pembangunan sumberdaya hutan tidak saja berarti membangun hutan secara fisik, namun juga berarti membangun masyarakat desa hutan yang ada di dalam dan di sekitar hutan. Masyarakat desa hutan memiliki ketergantungan yang kuat terhadap hutan, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Hal ini berarti bahwa kualitas hutan tidak hanya ditentukan oleh masalah teknis kehutanan saja tetapi juga ditentukan oleh masalah yang terkait dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat desa hutan. Oleh karena itu sudah saatnya masyarakat didudukkan sebagai subyek dan obyek dalam pembangunan hutan. Perencanaan partisipatif atau perencanaan bersama yang dilakukan oleh semua pihak diharapkan dapat mewadahi aspirasi semua pihak, sehingga akan menimbulkan konsekuensi untuk berperan peran aktif dalam pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi dari pengelolaan hutan yang telah dilakukan.

Dengan melakukan perencanaan bersama oleh semua pihak atau “perencanaan partisipatif” maka akan membantu mewujudkan kesetaraan, kerjasama dan tanggung jawab bersama dalam pembangunan sumberdaya hutan.

00

3. Manfaat Perencanaan Partisipatif

Perencanaan partisipatif ini diharapkan mampu menjembatani kepentingan semua pihak dalam hal pemanfaatan sumberdaya hutan. Manfaat yang dapat diambil dari proses perencanaan partisipatif ini adalah:

Sumberdaya Hutan

  • dikelola dengan arif/ bijaksana dengan memperhatikan kepentingan banyak pihak
  • tidak menjadi obyek pengelolaan tetapi sebagai bagian dari pengelolaan

Perum Perhutani

  • Tanggung jawab pembangunan hutan tidak hanya di tangan Perhutani, tetapi juga di tangan instansi/pihak terkait dan masyarakat desa hutan.
  • Pelaksanaan pembangunan hutan dapat berjalan dengan baik, dengan adanya dukungan dari berbagai pihak.

Masyarakat Desa Hutan

  • memperoleh kesempatan dan kepercayaan untuk terlibat dalam pengelolaan hutan
  • merasa ikut memiliki sehingga akan memotivasi diri untuk ikut menjaga kelestarian sumberdaya hutan
  • meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam pengelolaan hutan
  • menempatkan diri sebagai subyek dan bukan sebagai obyek dalam pembangunan desa hutan

Instansi dan pihak terkait

  • membangun komunikasi dan koordinasi dalam perencanaan kegiatan terkait
  • terjadi proses penyelarasan dalam rencana dan pelaksanaan kegiatan terkait dari pihak  terkait
  • membangun kerjasama antar pihak dalam pelaksanaan kegiatan terkait

4. Pihak yang Terlibat dalam Proses

Memilih pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan sumberdaya hutan adalah dengan cara mengamati keterlibatan dan atau keterkaitan kelompok masyarakat dalam pengelolaan hutan. Keterlibatan dan keterkaitan dalam pengelolaan hutan dapat secara langsung maupun tidak langsung. Para pihak yang terlibat antara lain:

Masyarakat Desa Hutan

“Masyarakat Desa Hutan (MDH) merupakan basis dan titik sentral penerapan sistem PHBM“
(Anonim, 2005)

Masyarakat Desa Hutan (MDH) adalah masyarakat yang tinggal di dalam dan atau sekitar hutan. Kedekatan geografis masyarakat dengan hutan mendorong mereka untuk berinteraksi dengan hutan baik langsung maupun tidak langsung. MDH tidak hanya berinteraksi dengan hutan tapi juga yang mendapatkan akibat secara langsung dari pengelolaan hutan yang dilakukan. MDH meliputi petani hutan yang tergabung dalam kelompok tani hutan (KTH) di tiap petak/anak petak, tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh besar terhadap budaya dan kebijakan di masyarakat desa, LMDH sebagai wadahnya masyarakat desa hutan dalam pengelolaan hutan, dan masyarakat secara umum yang tidak menjadi bagian-bagian kelompok yang berinteraksi secara langsung.

Pemerintah Desa

Pemerintah desa sebagai pemangku wilayah administratif memiliki kewenangan dalam pengambilan kebijakan di wilayahnya serta memiliki kekuatan sosial dalam mengatur masyarakatnya. Pada umumnya di desa hutan para perangkat desa atau yang biasa disebut “pamong” merupakan tokoh yang memiliki pengaruh besar dan sebagai contoh bagi masyarakat yang lain.

Perum Perhutani

Perum Perhutani sebagai pihak yang diberi kewenangan oleh pemerintah untuk melakukan pengelolaan di wilayah hutan negara. Perhutani memiliki keterlibatan langsung baik sebagai pengelola maupun penerima manfaat ekonomi dari produksi hasil hutannya.

Dinas/instansi terkait

Dinas/instansi yang terkait dalam pengelolaan sumber daya hutan seperti Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, dan Dinas Peternakan, serta instansi terkait lainnya.

Pedagang, koperasi, dan investor

Pedagang mempunyai keterlibatan yang tidak langsung dengan hutan tapi merupakan pihak yang memiliki peran besar dalam pemasaran hasil hutan. Masyarakat desa hutan pada umumnya akan menjual hasil pertanian maupun kehutanan pada pedagang setempat. Selain pedagang, pihak lain yang berperan dalam pemasaran hasil pertanian maupun kehutanan adalah koperasi petani. Koperasi petani berfungsi sebagai penampung produk pertanian dari para petani maupun penyedia kebutuhan para petani seperti pupuk, benih, obat-obatan pemberantas hama dan lain-lain. Koperasi mempunyai peran untuk mengatasi terjadinya perubahan harga yang bisa dimainkan oleh para pedagang. Investor merupakan pihak lain yang menginvestasikan atau menanamkan modalnya untuk kegiatan pengelolaan hutan, baik untuk pengembangan tanaman kayu maupun hasil hutan non kayu. Investor akan mendapat bagi hasil dari modal yang dikeluarkan.

Forum Komunikasi PHBM

Forum Komunikasi PHBM (FK PHBM) tingkat Desa adalah lembaga desa yang mewakili kepentingan masyarakat desa hutan untuk memberi masukan-masukan berkaitan dengan pelaksanaan program PHBM. FK PHBM mempunyai fungsi: a) berkoordinasi dengan LMDH dalam pelaksanaan pengelolaan hutan, b) mengkomunikasikan informasi-informasi yang berkait dengan pengelolaan hutan dalam pelaksanaan PHBM. FK PHBM mempunyai tugas untuk membina, mengawasi, mengevaluasi LMDH dan KTH dalam pengelolaan hutan.

5. Menyusun Perencanaan Partisipatif  Petak Hutan Pangkuan Desa pada Sistem PHBM

Unsur-unsur yang harus ada dalam proses perencanaan sumberdaya hutan dalam sistem PHBM adalah sebagai berikut (Awang, 2005):

  • Perumusan visi dan misi
  • Tujuan dan sasaran yang jelas
  • Program kerja untuk mencapai tujuan
  • Kegiatan untuk pengelolaan hutan pangkuan desa
  • Dukungan kelembagaan dan dana
  • Instrumen kebijakan yang diperlukan dalam pengelolaan hutan pangkuan desa
  • Monitoring dan Evaluasi

Tahap-tahap dalam penyusunan perencanaan pengelolaan hutan secara partisipatif dapat dilihat dalam diagram berikut ini:

00

Langkah 1: Perumusan Visi dan Misi

Visi merupakan cita-cita, mimpi-mimpi, keinginan normatif, dari seseorang atau kelompok terhadap suatu keadaan. Dalam suatu kelompok, setiap orang akan mempunyai kepentingan yang bermacam-macam, maka dalam pengelolaan hutan secara bersama harus dirumuskan citacita bersama tentang sumberdaya hutan itu. Visi sangat penting untuk mengarahkan kegiatan masyarakat desa hutan sehingga setiap orang memiliki keterikatan dengan visi bersama tersebut (Anonim, 2004). Oleh karena itu merumuskan visi bersama harus melibatkan semua pihak, jangan ada aspirasi masyarakat yang tertinggal. Visi ini dibangun dengan mempertimbangkan kondisi kekinian maupun arah yang ingin dicapai oleh masyarakat, baik dalam kehidupan masyarakat maupun keberadaan sumberdaya alamnya.

Perumusan misi masyarakat desa hutan diperlukan untuk menjabarkan visi bersama. Misi merupakan rumusan untuk mewujudkan visi, tetapi masih bersifat umum dan belum didukung oleh data-data, tetapi diperkirakan dapat dikerjakan secara operasional.

Tujuan Pembelajaran : Untuk memberikan pemahaman pada semua pelaku tentang pentingnya perencanaan bersama.

Proses-proses yang dilakukan:

  1. Mengadakan pendekatan pada pihak-pihak yang terkait. Pendekatan bisa dimulai dengan memperkenalkan diri pada pihak-pihak terkait dan menyampaikan alasan kehadirannya dilokasi tersebut, berusaha memahami permasalahan yang dihadapi desa hutan dan kepentingan para pihak.
  2. Mengadakan sosialisasi tentang perencanaan bersama. Sosialisasi dilakukan pada semua pihak terkait tentang pentingnya perencanaan bersama, tujuan perencanaan bersama dan manfaat dari perencanaan bersama. Sosialisasi dapat dilakukan pada orang-orang kunci, maupun masyarakat pada umumnya.
  3. Pada saat sosialisasi, mulai pula digali potensi desa, masalah yang dihadapi maupun cara-cara mengatasi masalah.

Langkah-langkah untuk membangun visi dan misi bersama secara detail telah dijelaskan pada TAHAP 1 PENGEMBANGAN LEMBAGA MASYARAKAT DESA HUTAN.

Langkah 2: Menentukan Tujuan dan Sasaran Perencanaan

Perencanaan petak hutan pangkuan desa harus menetapkan apa tujuan pengelolaan petak hutan pangkuan desa. Ada kemungkinan tujuan untuk menghasilkan kayu pertukangan, hasil hutan non kayu, wisata, kayu bakar, atau menghasilkan komoditas campuran yang bernilai ekonomi tinggi.

Sasaran dari pengelolaan petak hutan pangkuan desa, misalnya untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan kosong di desa, pemanfaatan lahan di bawah tegakan dan lain-lain.

Tujuan pembelajaran:  Masyarakat dapat menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam pengelolaan hutan.

Waktu : 60 menit
Alat dan bahan : Kertas plano, double tape, selotip kertas, spidol besar dan spidol kecil berbagai warna
Metode : Brainstorming atau penggalian ide, diskusi pleno

Proses-proses yang dilakukan:

  1. Fasilitator meminta peserta menyebutkan secara cepat tujuan pengelolaan hutan di wilayahnya.
  2. Tujuan dapat berupa fisik maupun non fisik kehutanan.
  3. Peserta secara bersama-sama memilih tujuan yang paling sesuai dengan wilayahnya.
  4. Setelah tujuan ditentukan, peserta diminta menyusun sasaran dari setiap tujuan.

Langkah 3: Menentukan Program Kerja untuk Mencapai Tujuan

Menetapkan program jangka tertentu untuk kegiatan petak hutan pangkuan desa, misalnya: penataan kawasan (penetapan batas wilayah administrasi desa dengan kawasan hutan negara), hasil apa yang ingin dicapai dari program PHBM (kayu pertukangan, kayu bakar, bahan pangan, pakan ternak, dll), proses untuk menghasilkan ijin pengelolaan.

Tujuan pembelajaran:

  1. Memfasilitasi LMDH bersama para pihak dalam menyusun rencana dan strategi dalam pengelolaan hutan, berdasarkan pada potensi, masalah dan kebutuhan yang dimiliki.
  2. Merumuskan perencanaan bersama yang akan digunakan sebagai dasar dalam pelaksanaan pengelolaan hutan.
  3. Menumbuhkan kebersamaan dan tanggungjawab bersama para pihak dalam pengelolaan hutan.

Waktu : 60 menit
Alat dan bahan : Data potensi desa, data potensi petak hutan pangkuan desa, masalah dan kebutuhan masyarakat desa, kertas plano, double tape, selotip kertas, spidol besar dan spidol kecil berbagai warna
Metode : Brainstorming atau penggalian ide, diskusi pleno

Proses-proses yang dilakukan:

  1. Brainstorming untuk mengingat kembali potensi, prioritas masalah dan kebutuhan yang dimiliki oleh masyarakat desa.
  2. Diskusi pleno membahas jangka waktu perencanaan dan alternatif program kerja.
  3. Jangka waktu perencanaan ditentukan atas kesepakatan bersama, bisa 5 tahun, 10 tahun, 20 tahun atau lainnya. Untuk memudahkan dalam menyusun program kerja dan kegiatan, jangka waktu perencanaan dapat dibagi menjadi jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Dasar penentuan jangka waktu misalnya periode kepengurusan, daur tanaman atau lainnya.
  4. Program kerja merupakan strategi-strategi untuk mencapai tujuan yang bersifat jangka panjang. Program kerja disusun berdasar prioritas masalah dan potensi yang dimiliki. Proses dapat dimulai dengan pembahasan cara-cara mengatasi masalah. Program kerja yang sudah disusun kemudian dijabarkan dalam kegiatan.

Langkah 4: Menentukan Kegiatan untuk Pengelolaan Hutan Pangkuan Desa

Pengelolaan petak hutan pangkuan desa terkait dengan data-data yang dimiliki di desa, baik
data hutan maupun data sumberdaya lainnya. Data dasar desa meliputi data fisik dan data
non fisik. Data fisik antara lain: data penggunaan lahan, gambaran bentang alam desa, jenis
tanaman, kegiatan budidaya, jumlah penduduk, sarana pendidikan dan kesehatan, dan lain-lain.
Data non fisik antara lain: data-data tentang lembaga ekonomi, organisasi masyarakat, lembaga
sosial budaya, lembaga agama, lembaga desa, aturan tradisional, dan lain-lain. Kegiatan yang
akan ditentukan mengacu pada potensi, masalah dan kebutuhan desa, sehingga tahap yang
perlu dilakukan sebelum menentukan kegiatan adalah mengidentifikasi potensi, masalah dan
kebutuhan desa.

Tujuan Pembelajaran:

  1. Memfasilitasi masyarakat untuk mengidentifikasi potensi, masalah dan kebutuhan desanya.
  2. Memfasilitasi masyarakat untuk mengkaji perubahan-perubahan keadaan sumberdaya yang ada.

Waktu : 8 jam (dapat dibagi dalam beberapa kali pertemuan)
Alat dan bahan : Data-data desa, metaplan (kertas karton berwarna ukuran 10x20cm), spidol besar, kertas plano, selotip kertas, double tape, pensil gambar/ krayon warna-warni
Metode : Brainstorming, pemetaan sumberdaya, diskusi pleno

Proses-proses yang dilakukan:

  1. Terangkan maksud dan tujuan kegiatan
  2. Brainstorming atau penggalian ide (peserta berjumlah maksimal 30 orang)
    Semua peserta diminta mengungkapkan apa arti potensi dan sumberdaya, sampai •
    terjadi kesepakatan dan pemahaman diantara semua peserta tentang arti potensi dan
    sumberdaya
    Peserta diminta menuliskan potensi dan jenis-jenis sumberdaya yang ada di desa pada •
    metaplan. Usulan ditulis dalam metaplan dengan tujuan untuk mengatasi orang yang
    tidak dapat mengungkapkan idenya dalam kata-kata atau kendala perbedaan status sosial
    dari para peserta/para pihak
    Usulan masing-masing peserta kemudian didiskusikan dan dikelompokkan berdasarkan •
    jenisnya.
  3. Pemetaan sumberdaya partisipatif
    Terangkanlah maksud dan proses pemetaan •
    Sebelum menggambar peserta membuat kesepakatan tentang penandaan simbol-simbol •
    sumberdaya dalam peta, misalnya untuk hutan dengan simbol pohon berwarna hijau,
    untuk sungai berbentuk garis bergelombang berwarna coklat
    Pembuatan peta dimulai dari tempat-tempat tertentu (titik awal). Titik awal biasanya •
    berupa tempat yang mudah dikenal seperti kantor desa, sekolah, tempat ibadah, jalan
    utama, sungai, dll
    Setelah lokasi umum dipetakan, dilengkapi dengan detail lain seperti jalan setapak, anakan •
    sungai, batas dusun, dll. Proses ini sebaiknya dimulai dengan gambar atau tanda yang
    terdekat dengan gambar atau tanda yang sudah dibuat sebelumnya
    Peserta melakukan penandaan di kertas menggunakan pensil agar mudah diperbaiki atau •
    dihapus bila ada kesalahan
    Apabila masih terdapat hal-hal yang terlewati, ajukan pertanyaan yang dapat menghidupkan •
    diskusi, sehingga informasi dalam peta mencukupi
    Cantumkanlah di sudut peta simbol-simbol beserta artinya atau penjelasan lain untuk •
    memberikan pemahaman tentang peta (legenda)
  4. Diskusi pleno untuk membahas bagaimana keadaan sumberdaya dan masalah-masalah yang
    dihadapi dan kebutuhan yang diperlukan untuk mengatasinya.
    Peserta mengungkapkan masalah-masalah yang dihadapi dalam metaplan •
    Pengelompokan masalah. Masalah yang muncul kemudian dikelompokkan dalam satu •
    bidang (misalnya: kehutanan, transportasi, pendidikan, kelembagaan, dan sebagainya)
    dengan cara menempelkan kertas metaplan saling berdekatan sebagai satu kelompok
    masalah dalam satu bidang. Pengelompokan masalah dilakukan untuk menyederhanakan
    permasalahan. Setiap penempelan harus disepakati bersama. Tuliskan diatas metaplan
    nama bidang tiap kelompok masalah
    Prioritas masalah untuk menyepakati masalah-masalah yang paling penting untuk diatasi. •
    Untuk memudahkan penentuan prioritas, perlu disepakati kriteria-kriteria masalah
    dianggap penting, misalnya mendesak, untuk kepentingan umum
    Membuat kesepakatan kebutuhan apa yang diperlukan untuk mengatasi masalah yang •
    dihadapi dengan potensi atau sumberdaya yang ada. Sebaiknya ditulis dalam bentuk
    matriks
  5. Penentuan kegiatan. Kegiatan sifatnya mewujudkan program kerja yang lebih nyata dengan
    waktu yang relatif singkat (tahunan). Kegiatan fisik yang berkaitan dengan hutan harus
    mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi dan sosial. Kegiatan non fisik sebaiknya
    mempertimbangkan keadaan sosial masyarakat. Untuk memudahkan dapat menggunakan
    matriks. Tata waktu bisa menggambarkan tahap apa, kapan (tanggal, bulan, tahun) dilakukan,
    membutuhkan waktu berapa lama, berapa volume kegiatannya, siapa penangungjawabnya.
    Penanggungjawab harus jelas karena ini yang menentukan keberhasilan pelaksanaan
    kegiatan.
    Contoh Matriks Rencana, Strategi dan Kegiatan
    No Prioritas
    masalah
    Potensi Program Kerja Kegiatan Tata Waktu
    dimulainya
    kegiatan
    Penanggungjawab
    1 Sarana
    Transportasi:
    jalan desa
    Jalan akan •
    membuka akses
    yang lebih luas
    dalam berbagai
    hal
    Tersedia tenaga •
    kerja yang cukup
    (swadaya)
    Dana sharing dari •
    PHBM
    Perbaikan jalan •
    desa
    Perbaikan jalan •
    antar desa
    Perbaikan jalan •
    antar dusun
    Juni 2005 Kepala Desa dan
    Ketua LKMD
    2 Sumber Daya
    Manusia dan
    Lapangan Kerja
    Keinginan •
    masyarakat untuk
    berkembang
    Tenaga kerja •
    tersedia banyak
    Potensi alam •
    seperti batu,
    pasir, bambu, dan
    limbah kayu
    Dana sharing dari •
    PHBM
    Pendidikan •
    Pelatihan •
    Beasiswa untuk •
    pendidikan
    Merintis •
    sekolah tingkat
    SLTP di desa
    Alokasi dana •
    sharing untuk
    beasiswa
    pendidikan
    Pelatihan •
    budidaya
    tanaman dan
    ketrampilan
    Bantuan •
    dana untuk
    pendidikan di
    SD dari LMDH
    Mei 2005 Kepala Desa, Guru
    dan Ketua LMDH
  6. Membangun rencana anggaran. Rencana anggaran yang dimaksud adalah dari mana asal
    sumber dana yang akan digunakan, berapa volume yang akan dikerjakan tiap kegiatan
    dan berapa anggaran yang dibutuhkan. Hal ini dilakukan untuk menaksir anggaran yang
    diperlukan, apabila sumber dana yang ada belum dapat memenuhi kebutuhan anggaran yang
    dibutuhkan maka dapat dilakukan langkah-langkah lain, yaitu mencari peluang-peluang yang
    tersedia.
    Mengidentifikasi peluang-peluang yang dapat mendukung pelaksanaan pengelolaan •
    sumber daya hutan, misalnya peluang kerjasama, peluang pengembangan dan pemasaran
    jenis tanaman yang memiliki nilai jual tinggi, peluang untuk mengoptimalkan lahan,
    maupun peluang bantuan dari rencana dinas/instansi terkait (penggemukan kambing,
    budidaya tebu, penanaman nilam, empon-empon, dan lainnya). Peluang ini dapat
    diperoleh dari dinas-dinas terkait, perusahaan-perusahaan yang membutuhkan bahan
    baku dari produk pertanian maupun kehutanan, maupun bantuan-bantuan dari pihak
    lain. Cara mengidentifikasi peluang dapat dilakukan dengan mencari informasi di media
    (koran, TV, radio, internet dan sebagainya), petani/lembaga lain yang sudah berhasil dalam
    kegiatan tersebut, acara-acara yang membahas tentang kegiatan ini seperti lokakarya atau
    workshop
    Tahap yang perlu dibangun adalah kerjasama dengan pihak-pihak yang dapat memberikan •
    peluang kerjasama, misalnya instansi pemerintah (kehutanan, pertanian, perindustrian,
    perdagangan), perusahaan (jamu, pengolahan hasil pertanian, mebel, dll), atau pihakpihak
    lain yang mempunyai keterkaitan dengan bidang kehutanan dan pertanian.
    TIPS:
    Kesepakatan jangan sampai ditentukan oleh pendapat seseorang yang dominan.
    Fasilitator sebaiknya lebih sabar untuk menjelaskan berulang-ulang tentang proses pemetaan.
    Diskusi penyusunan rencana kegiatan biasanya cukup alot, sehingga perlu dialokasikan waktu
    lebih banyak.

Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mendukung proses pelaksanaan kegiatan:

  1. 1. Sinkronisasi hasil perencanaan dengan pihak-pihak terkait
    Setelah perencanaan selesai disusun, kemudian disinkronkan dengan perencanaan yang sudah ada. Sinkronisasi meliputi kondisi potensi/sumberdaya, kegiatan dan tata waktu kegiatan. Kondisi potensi sumberdaya yang perlu disinkronkan antara lain: kondisi kelas hutan, petak/anak petak, luasan, kondisi petak, jenis tanaman, tahun tanam, jarak tanam. Apabila ada perbedaan perlu saling memahami alasan masing-masing, sehingga dapat saling mempertimbangkan kegiatan mana yang paling sesuai untuk direncanakan.
  2. Kelembagaan dan dana
    Dana merupakan unsur penting dalam mewujudkan program dan kegiatan. Oleh karena itu dukungan sistem pendanaan dalam mengembangkan petak hutan pangkuan desa harus dibicarakan sejak awal dengan masyarakat.
    Kelembagaan akan mencakup dua hal yaitu: 1) organisasi masyarakat dan organisasi pengelola petak hutan pangkuan desa, dan 2) aturan hukum dan norma yang berkaitan dengan sistem pengelolaan petak hutan pangkuan desa.
  3. Instrumen kebijakan yang diperlukan dalam pengelolaan hutan
    Instrumen kebijakan ini lebih pada upaya-upaya yang bersifat teknis. Misalnya bagaimana kebijakan tata batas petak hutan pangkuan desa partisipatif, pengembangan jarak tanam, kebijakan pembibitan, permodalan kerja, kebijakan pemasaran hasil tumpangsari, kebijakan tanaman campuran, kebijakan pemilihan jenis, kebijakan alokasi bagi hasil, pengakuan dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat, dan lain-lain. Semua instrumen kebijakan tersebut tidak perlu datang dari manapun, sebab dapat dibangun pada tingkat desa bersama stakeholders lainnya. Contohnya, sistem alokasi bagi hasil dapat diputuskan oleh stakeholders di tingkat desa saja.

Langkah 5: Melaksanakan Monitoring dan Evaluasi

Kegiatan pengawasan (monitoring) harus dilakukan terhadap semua kegiatan yang sudah
dirumuskan dalam perencanaan kegiatan jangka pendek (tahunan), jangka menengah dan jangka
panjang. Pengawasan kegiatan tahunan dijalankan untuk memastikan apakah kegiatan sudah
tepat dalam pelaksanaan, misalnya lokasinya, jumlah tanaman hutan, tanaman pertanian, kayu
bakar, pakan ternak, dan apakah kegiatan non fisik hutan sudah sesuai dengan rencana kegiatan
(misalnya pengembangan ternak, pengembangan modal usaha, pengembangan palawija, dan
pengembangan usaha lainnya). Kegiatan pengawasan dimaksudkan untuk mengetahui kemajuan
pekerjaan teknis dan non teknis. Kegiatan penilaian (evaluasi) dimaksudkan untuk menganalisis
sampai seberapa jauh kegiatan fisik dan non fisik dalam pengelolaan petak hutan pangkuan
desa, pada jangka pendek, menengah, panjang telah sesuai dengan kesepakatan bersama antara
Perhutani dan LMDH. Apabila ada perbedaan dan tidak tercapai target-target pekerjaan yang
seharusnya dicapai, maka kegiatan evaluasi harus mendapatkan penyebabnya mengapa kegiatan
tidak sesuai atau sesuai dengan perencanaan. Kegiatan monitoring dan evaluasi secara lengkap
akan dibahas pada Tahap 3 dan 4.

TAHAP 3 MERUMUSKAN
KRITERIA DAN INDIKATOR1
KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA
HUTAN DALAM SISTEM PHBM

TAHAP 3 MERUMUSKAN KRITERIA DAN INDIKATOR KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA HUTAN DALAM SISTEM PHBM
72
Kriteria
Kriteria merupakan penjelasan dari prinsip dan membuat prinsip lebih mudah diterjemahkan
atau dipraktekkan. Kriteria berasal dari keadaan atau gejala-gejala yang bisa dilihat kemudian
diangkat menjadi sebuah pemahaman atau pengertian yang lebih umum. Kriteria menjadi
sesuatu yang secara langsung dapat digunakan untuk mengukur suatu kegiatan atau keadaan.
Dari contoh prinsip ”terciptanya hutan lestari” dapat dijelaskan dengan kriteria-kriteria sebagai
berikut :
1. Keberlangsungan fungsi ekologi
2. Adanya lembaga pengelola hutan
3. Pendapatan ekonomi masyarakat meningkat
4. Keadaan sosial masyarakat semakin baik
Indikator
Indikator adalah penjelasan dari kriteria secara lebih rinci dan dapat diukur secara langsung.
Indikator selalu terkait dengan hal-hal yang bisa dirasa, bisa diraba, bisa dilihat, dibayangkan
keberadaannya dan dialami oleh masyarakat. Indikator juga bisa dikatakan sebagai ”tanda” atau
”gejala” atau ciri-ciri dari sebuah kejadian.
Dari contoh kriteria ”keberlangsungan fungsi ekologi”, maka indikator yang bisa dirumuskan
adalah:
1. Prosentase keberhasilan tumbuh dalam penanaman
2. Penanggulangan kebakaran hutan
3. Terjaganya sumber-sumber mata air
4. Terjaganya keanekaragaman flora dan fauna
Pengukur (verifier)
Pengukur (verifier) adalah data atau informasi yang dapat menambah kejelasan suatu indikator.
Rumusan penjelasan dari indikator bisa dijelaskan lebih rinci lagi sehingga memudahkan penilaian
terhadap indikator. Dari contoh indikator ”prosentase keberhasilan tumbuh dalam penanaman”
dapat dihasilkan pengukur sebagai berikut:
1 Konsep kriteria dan indikator mengadopsi dari Seri Perangkat Kriteria dan Indikator yang dikembangkan oleh CIFOR
1. Pengertian
Pengelolaan sumberdaya hutan yang melibatkan banyak pihak seperti Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM) membutuhkan ukuran keberhasilan yang jelas. Model yang menjadi pilihan
untuk digunakan oleh para pihak adalah dengan penyusunan prinsip, kriteria, indikator dan
pengukur. Pada tahap awal hal yang sangat penting bagi para pihak adalah memahami terlebih
dahulu pengertian dari prinsip, kriteria, indikator dan pengukur (verifier). Pengertian dari masingmasing
elemen di atas dapat dilihat sebagai berikut:
Prinsip
Prinsip adalah suatu aturan dasar yang mendasari pola berpikir atau bertindak. Prinsip merupakan
kebenaran tertinggi, sehingga prinsip akan menjadi dasar dalam menyusun dan mengembangkan
kriteria, indikator dan pengukur. Contoh: Dalam kasus pengelolaan hutan, prinsip yang ingin
diwujudkan adalah ”terciptanya kelestarian hutan”. Hutan yang lestari merupakan cita-cita
semua orang, tidak ada yang membantah bahwa hal ini merupakan keadaan yang paling baik.
Dengan demikian ”terciptanya kelestarian hutan” ini menjadi prinsip yang dipegang teguh dalam
pengelolaan hutan.
PANDUAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DESA HUTAN (LMDH)
73
1. Prosentase keberhasilan tumbuh pada tanaman pokok
2. Prosentase keberhasilan tumbuh pada tanaman pagar
3. Prosentase keberhasilan tumbuh pada tanaman tepi
4. Prosentase keberhasilan tumbuh pada tanaman sela
Hierarki Prinsip, Kriteria, Indikator dan Pengukur
Hirarki merupakan sistem penjelasan prinsip, kriteria, indikator dan pengukur yang berjenjang
yang digunakan dalam model evaluasi kriteria dan indikator. Sistem berjenjang ini menunjukkan
hubungan secara vertikal antara prinsip, kriteria dan indikator. Urutan tingkatan Prinsip, Kriteria,
Indikator dan Pengukur dapat dilihat sebagai berikut :
Prinsip
Kriteria
Indikator
Verifier
K K
V
I I
Satu prinsip bisa terdiri dari satu atau beberapa kriteria, satu kriteria bisa terdiri satu atau
beberapa indikator. Satu indikator bisa terdiri dari satu atau beberapa pengukur Banyaknya
(jumlah) kriteria, indikator maupun verifier, semua tergantung pada proses yang dibangun dan
ketersediaan bahan saat merumuskan kriteria dan indikator.
TAHAP 3 MERUMUSKAN KRITERIA DAN INDIKATOR KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA HUTAN DALAM SISTEM PHBM
74
2. Tujuan Merumuskan Bersama
Penekanan terpenting dalam perumusan prinsip, kriteria, indikator dan pengukur adalah
hadirnya para pihak untuk terlibat dan terjadi dialog didalamnya. Para pihak secara sadar terlibat
merumuskan masalah-masalah yang akan dipecahkan bersama. Tujuan perumusan secara
bersama itu antara lain:
1. Semua pihak memiliki tanggung jawab yang sama terhadap keberhasilan pengelolaan hutan
dalam sistem PHBM.
2. Semua pihak bisa memperbaiki tindakan kerja dalam kewenangannya sehingga tujuan PHBM
tercapai.
3. Untuk menempatkan kesejajaran para pihak. Tidak menempatkan salah satu pihak sebagai
pelaku evaluasi dan pihak lain sebagai obyek yang dievaluasi.
4. Terciptanya rumusan kriteria dan indikator yang sesuai dengan kondisi setempat serta tidak
ada permasalahan yang tidak terungkap.
5. Penghargaan atas peran dan kontribusi masing-masing pihak
6. Terbangunnya sikap saling percaya antar pihak
3. Manfaat Penyusunan Kriteria dan Indikator
Partisipatif
Alat evaluasi yang disusun dengan model kriteria dan indikator akan mendukung pada rasa
memiliki terhadap proses dari para pihak yang terlibat di dalamnya. Hal ini disebabkan perumusan
terhadap kriteria dan indikator sebagai alat evaluasi dilakukan oleh mereka yang berkepentingan
terhadap pengelolaan sumberdaya hutan. Indikator merupakan hal-hal yang dirasakan sendiri
oleh para pihak pada saat melakukan proses pengelolaan hutan. Dengan proses seperti ini para
pihak akan merasakan manfaat dari proses pembelajaran yang dilakukan secara partisipatif.
Pada umumnya proses merumuskan alat evaluasi selama ini dilakukan oleh pihak lain, sehingga
ukuran-ukuran keberhasilan berasal dari sudut pandang pihak luar. Ketika ukuran-ukuran
keberhasilan tersebut ditentukan sendiri oleh pihak yang melakukan pengelolaan hutan dan
yang akan melakukan evaluasi, maka penilaian terhadap keadaan menjadi sangat kondisional
PANDUAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DESA HUTAN (LMDH)
75
dan realistik. Realistik dan kondisional ini bisa dikurangi agar menjadi keadaan yang lebih obyektif
dengan adanya keadaan yang paling ideal, dimana semua pihak menginginkan kondisi tersebut.
Kondisi ideal ini, yang kemudian menjadi prinsip dalam penilaian pengelolaan hutan. Selain
kondisi ideal penghitungan-penghitungan matematis akan membuat kondisi yang subyektif dari
para pihak menjadi lebih obyektif. Proses ini merupakan proses pembelajaran bagi para pihak
untuk bisa menimbang kepentingannya sendiri dan memperhatikan kepentingan pihak lain.
Para pihak yang merumuskan alat evaluasi pengelolaan sumberdaya hutan dengan model kriteria
dan indikator akan merasakan kepentingannya terakomodasi dalam model ini. Ide dan gagasan
yang ada dalam benak para pihak bisa benar-benar dituangkan dan menjadi sebuah nilai yang
bisa diketahui oleh pihak lain. Kondisi ini menjadi sangat mendukung untuk melakukan kritik
diri dan negosiasi terhadap pihak lain. Ketika semua pihak bisa mengungkapkan kepentingannya
dan mengetahui kepentingan pihak lain maka pemahaman untuk memperbaiki keadaan bisa
dibangun dengan model ini. Proses negosiasi dan saling mengkritisi kepentingannya sendiri
adalah sebuah proses pembelajaran yang sangat mahal nilainya. Semua pihak bisa mengambil
manfaat dari proses pembelajaran tersebut.
4. Para Pihak yang Terlibat
Pihak-pihak yang merumuskan prinsip, kriteria dan indikator adalah:
1. Pihak yang memiliki kewenangan langsung untuk mengelola hutan, antara lain Perhutani,
Dinas Kehutanan, LMDH
2. Pihak yang mendapat manfaat secara langsung dari hasil hutan, antara lain pedagang kayu,
pedagang hasil tumpang sari, industri hasil hutan, peternak
3. Pihak yang menggantungkan kehidupannya dari keterlibatan langsung mengelola hutan,
antara lain petani hutan, blandong, pencari kayu bakar/rencek, pengguna sumber-sumber air,
penggembala, penambang pasir
4. Pihak yang merasakan dampak secara langsung dari kerusakan hutan, antara lain masyarakat
desa sekitar hutan
5. Lembaga terkait yang berkepentingan dalam PHBM, antara lain Forum Komunikasi PHBM,
Pemerintah Desa, BPD, dinas-dinas terkait, LSM, Perguruan tinggi
TAHAP 3 MERUMUSKAN KRITERIA DAN INDIKATOR KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA HUTAN DALAM SISTEM PHBM
76
5. Langkah-Langkah Merumuskan Prinsip, Kriteria,
Indikator dan Pengukur
Ada empat langkah yang dilakukan para pihak yaitu:
1. Mengumpulkan bahan,
2. Merumuskan prinsip, kriteria, indikator dan pengukur,
3. Melakukan pembobotan,
4. Penetapan nilai
Langkah 1: Mengumpulkan Bahan
Para pihak yang akan melakukan proses evaluasi, harus mengumpulkan materi atau bahanbahan
yang akan disusun untuk menjadi alat evaluasi. Bila kita hendak melakukan evaluasi
terhadap kelestarian sumberdaya hutan, maka bahan-bahan yang harus dipersiapkan adalah
bahan-bahan yang terkait dengan pengelolaan hutan. Bahan-bahan yang terkumpul diharapkan
menginformasikan beberapa hal yaitu:
1. Perkembangan terkini dari pengelolaan hutan
2. Perkembangan sumberdaya manusia (para pihak)
3. Perkembangan kelembagaan dari lembaga pengelola hutan
4. Dampak ekonomi pengelolaan hutan bagi masyarakat
A. Bahan yang Terkait dengan Sumberdaya Alam (Hutan)
Sumber daya alam dipahami sebagai semua kekayaan bumi, baik biotik (benda hidup) maupun
abiotik (benda mati) yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan
kesejahteraan manusia. Sumberdaya alam ini terkait dengan segala hal yang tersedia di alam yang
bisa dimanfaatkan oleh masyarakat baik secara individu maupun secara berkelompok. Dengan
demikian sumberdaya alam juga mencakup sumberdaya hutan yang ada di dalamnya.
PANDUAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DESA HUTAN (LMDH)
77
Apa saja yang dikumpulkan?
Bahan-bahan terkait sumberdaya alam dalam pengumpulan data yang bisa diidentifikasi antara
lain berupa data:
hutan •
udara •
sungai •
mata air •
danau •
tanah pertanian •
tanah perkebunan •
kayu terpendam •
tambang emas •
tambang batu •
tambang pasir •
binatang •
pakan ternak •
dan lain-lain •
Darimana dikumpulkan?
Bahan-bahan yang terkait dengan sumberdaya hutan bisa diperoleh dari:
Dokumen perusahaan pengelola hutan (Perhutani) •
Dokumen dinas terkait (Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas •
Pertambangan, dan sebagainya)
Dokumen Pemerintah Desa •
Dokumen LSM •
Dokumen lembaga-lembaga lain yang terkait dengan pengelolaan hutan •
B. Bahan yang Terkait dengan Sumberdaya Manusia
Pemetaan potensi sumberdaya manusia dimaksudkan untuk mengetahui peran dan kontribusi
masing-masing pihak dalam pengelolaan hutan. Dalam konteks kerjasama pengelolaan hutan
multipihak, maka potensi sumberdaya manusia dari para pihak juga dipetakan. Pemetaan potensi
sumberdaya manusia dilakukan pada petani hutan, pada petugas Perhutani, Pemerintah, dan
sebagainya.
PANDUAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DESA HUTAN (LMDH)
79
Apa saja yang dikumpulkan?
Bahan untuk membuat alat evaluasi terkait dengan keadaan sumberdaya manusia bersumber
pada:
Latar belakang pendidikan •
Pekerjaan •
Agama •
Nilai-nilai sosial •
Organisasi sosial •
Kebudayaan •
Penggunaan/dukungan teknologi •
Partisipasi perempuan •
Bidang-bidang lain yang terdapat di masyarakat •
Darimana dikumpulkan?
Keterangan tentang keadaan sumberdaya manusia dapat diperoleh dari:
Dokumen Pemerintah Desa •
Data Badan Pusat Statistik (BPS) •
Media massa •
Informasi dari tokoh-tokoh kunci •
Pengalaman kehidupan sehari-hari yang dialami oleh masyarakat •
Data dari penelitian yang pernah ada di desa •
C. Bahan yang Terkait dengan Kelembagaan
Kegiatan pengelolaan hutan lestari mensyaratkan terbangunnya kekuatan kelembagaan.
Kelembagaan dimaknai sebagai tata kelola lembaga yang baik sehingga tercipta pola-pola
hubungan yang sistemik sesuai pembagian kewenangan yang dimiliki di dalam lembaga. Dalam
kerjasama PHBM, setiap lembaga yang memangku kepentingan pengelolaan hutan harus memiliki
tata kelola kelembagaan yang jelas dan mampu melakukan kerjasama kelembagaan dengan
lembaga lain. Karenanya data-data kelembagaan menjadi bahan penting dalam penyusunan
kriteria dan indikator ini.
PANDUAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DESA HUTAN (LMDH)
81
Apa saja yang dikumpulkan?
Bahan yang bisa dijadikan sebagai acuan untuk menyusun kriteria dan indikator kelembagaan
pengelolaan hutan berupa:
Visi •
Misi •
Perencanaan kelompok •
Aturan kelembagaan •
Program kerja kelompok •
Catatan-catatan pertemuan •
Laporan keuangan lembaga •
Arsip surat-menyurat •
Perjanjian-perjanjian kerjasama dengan pihak lain •
Aturan-aturan hukum yang terkait (seperti UU, PP, Keppres, Perda) •
Dokumen-dokumen tertulis lainnya •
Kebiasaan dalam menjalankan hubungan kelembagaan •
Darimana dikumpulkan?
Bahan-bahan ini dapat dikumpulkan dari:
Dokumen LMDH •
Dokumen Perhutani •
Dokumen hukum (UU, Peraturan Pemerintah, Keppres, Perda) •
Dokumen perjanjian di notaris •
D. Bahan yang Terkait dengan Ekonomi
Kegiatan kelestarian sumberdaya hutan dimaksudkan juga untuk memberikan manfaat ekonomi
secara langsung pada masyarakat. Untuk mengetahui manfaat ekonomi yang telah dirasakan
oleh masyarakat, maka indikator-indikator manfaat tersebut perlu dirumuskan. Manfaat ini bisa
berasal dari produksi kayu, tumpangsari maupun keterlibatan sebagai pekerja di hutan.
TAHAP 3 MERUMUSKAN KRITERIA DAN INDIKATOR KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA HUTAN DALAM SISTEM PHBM
82
Apa saja yang dikumpulkan?
Bahan-bahan yang terkait dengan ekonomi antara lain:
Data perolehan bagi hasil PHBM •
Data produksi tumpangsari •
Data mata pencaharian (ekonomi rumah tangga) petani •
Data keberadaan industri dari hasil hutan kayu dan non kayu •
Data keterlibatan tenaga kerja •
Data jaringan pemasaran hasil hutan •
Dan lain-lain yang terkait •
Darimana dikumpulkan?
Bahan-bahan ini dapat diperoleh dari:
Dokumen Perhutani •
Dokumen LMDH •
Dokumen Koperasi •
Dokumentasi Pemerintah Desa atau Pemerintah lokal setempat •
Survey pada petani hutan •
Dan pihak lain yang terkait •
Langkah 2: Membangun Kriteria dan Indikator
Membangun kriteria dan indikator dilakukan setelah terkumpulnya bahan-bahan dari langkah
sebelumnya. Proses perumusan kriteria dan indikator adalah proses yang membutuhkan diskusi
dan negosiasi.
Pembagian kelompok dilakukan ketika para pihak yang hadir dalam pertemuan dikelompokkan
untuk lebih fokus membahas secara spesifik. Tujuannya untuk terbangun efektivitas kerja dalam
perumusan prinsip, kriteria, indikator dan pengukur. Dalam pembagian kelompok ada dua cara
yang bisa dipilih, yaitu: 1) pembagian berdasarkan identifikasi visi dan misi lembaga, 2) pembagian
berdasarkan aspek pengelolaan hutan.
PANDUAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DESA HUTAN (LMDH)
83
A. Membangun Kriteria dan Indikator berdasarkan Identifikasi Visi dan Misi
Lembaga
Visi merupakan nilai fundamental sebagai cita-cita tertinggi dalam lembaga. Kedudukan visi
ditempatkan sebagai prinsip. Sedangkan misi merupakan rumusan tujuan penting sebagai
penjabaran visi (Bryson, 1988). Misi lembaga ini kemudian bisa diuraikan/dijabarkan menjadi
kriteria, sehingga ketika kriteria sudah ditemukan langsung diturunkan lagi untuk menemukan
indikator bahkan pengukurnya. Sebagai contoh sebuah lembaga pengelola hutan memiliki visi
dan misi sebagai berikut:
1. Visi:
Pengelolaan sumberdaya hutan sebagai kekayaan desa secara adil, demokratis, professional
guna mendukung keberhasilan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat Desa Surajaya.
2. Misi:
Melaksanakan pengelolaan petak hutan pangkuan desa dengan melibatkan semua warga •
masyarakat untuk memperoleh kesempatan bekerja
Mengelola petak hutan pangkuan desa yang perencanaan dan pelaksanaannya secara aktif •
melibatkan LMDH dan Perhutani
Mengelola dan memanfaatkan hasil hutan kayu dan non kayu secara efisien untuk •
menjawab masalah yang dihadapi masyarakat
Mempersiapkan sumberdaya manusia (LMDH) agar mampu mengelola secara mandiri •
petak hutan pangkuan desa sesuai keahlian masyarakat
Berdasarkan misi tersebut, para pihak yang hadir dalam pelaksanaan evaluasi dapat dibagi dalam
empat kelompok sesuai jumlah misi yang ada:
1. Kelompok satu tentang partisipasi dan kelompok kerja
2. Kelompok dua tentang perencanaan dan pelaksanaan pengelolan hutan
3. Kelompok tiga tentang manfaat hasil hutan
4. Kelompok empat tentang sumberdaya manusia pengelola hutan
TAHAP 3 MERUMUSKAN KRITERIA DAN INDIKATOR KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA HUTAN DALAM SISTEM PHBM
84
B. Membangun Kriteria dan Indikator berdasarkan Aspek-Aspek Pengelolaan Hutan
Aspek yang secara luas muncul dalam pengelolaan sumberdaya hutan adalah aspek ekologi,
ekonomi, kelembagaan dan sosial. Pembagian kelompok dapat dilakukan berdasarkan aspek yang
ada ini sehingga akan ditemukan prinsip, kriteria dan indikator kelestarian sumberdaya hutan.
Pembagian kelompok berdasarkan aspek ini, akan dibagi sebagai berikut:
Kelompok/aspek Sumber pembahasan
Ekologi Bahan terkait sumberdaya alam
Sosial Bahan terkait dengan sumberdaya manusia
Kelembagaan Bahan terkait kelembagaan
Ekonomi Bahan terkait sumberdaya ekonomi
Menggali Ide untuk Merumuskan Prinsip, Kriteria dan Indikator
Menggali ide merupakan tahapan dimana para pihak harus mengungkapkan ide-ide, informasi,
keterangan-keterangan yang terkait dengan suatu aspek dalam pengelolaan hutan. Penggalian
ide ini dilakukan setelah para pihak dibagi dalam kelompok.
Kelompok 1: Merumuskan Kriteria dan Indikator Aspek Ekologi
Tujuan:
Dengan terumuskannya peta sumberdaya alam, masyarakat sadar akan sumberdaya alam yang
dimiliki dan mampu menyusun rencana pengelolaan sumberdaya alam.
Metode:
Menggambarkan sumberdaya alam pada kertas atau di atas tanah
Proses-proses yang dilakukan:
1. Peserta diajak menggambarkan keadaan sumberdaya alam yang ada di unit kelola hutan
dalam kertas atau di atas tanah
2. Peserta mengidentifikasi semua sumberdaya alam yang ada dengan teliti
3. Anggota kelompok lain memiliki kesempatan untuk terlibat dan saling melengkapi
PANDUAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DESA HUTAN (LMDH)
85
4. Anggota kelompok mengidentifikasi sumberdaya alam yang sering dimanfaatkan oleh
masyarakat, sumberdaya alam yang jumlahnya terbatas, sumberdaya alam yang harus
dilindungi, dan sebagainya
5. Identifikasi data-data pendukung berupa dokumen tertulis dari lembaga-lembaga yang terkait,
eperti data tentang luasan lahan dari Pemerintah Desa, data potensi hutan dari Perhutani,
atau data dari media massa)
6. Memeriksa kembali apakah sumberdaya alam sudah terpetakan dan teridentifikasi dengan
benar. Jika sudah, maka dipilih bagian dari sumberdaya alam yang paling mempengaruhi
maupun dipengaruhi oleh proses pengelolaan hutan yang sedang berjalan
7. Anggota kelompok merumuskan kriteria dan indikator yang ingin dicapai sebagai cita-cita
tertinggi dalam pengelolaan hutan. Pengungkapan ini bisa jadi masih sangat acak sehingga
fasilitator membantu menyusun atau mengelompokkannya
Contoh hasil rumusan bidang ekologi:
Keseimbangan fisik dan sumberdaya alam terjaga •
Keberlanjutan fungsi hutan •
Keberhasilan penanaman mencapai 95 % •
Keamanan hutan terjaga •
Terpeliharanya sumber-sumber mata air •
Kelompok 2: Merumuskan Kriteria dan Indikator Aspek Sosial
Tujuan:
Dengan terumuskannya peta sosial kelompok masyarakat sekitar hutan dan identifikasi nilainilai
lokal yang berpengaruh dalam pengelolaan hutan.
Metode:
Diskusi dalam kelompok kecil menggunakan panduan diskusi, sehingga jelas arahan yang akan
dituju.
TAHAP 3 MERUMUSKAN KRITERIA DAN INDIKATOR KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA HUTAN DALAM SISTEM PHBM
86
Proses-proses yang dilakukan:
1. Mengidentifikasi kelompok atau individu yang memiliki kepentingan terhadap sumberdaya
hutan
2. Mengidentifikasi kepentingan-kepentingan dari kelompok atau individu terhadap hutan
3. Mengidentifikasi peran-peran yang dilakukan kelompok atau individu dalam pengelolaan
hutan
4. Pengurutan kelompok atau individu yang memiliki peran paling banyak sampai yang tidak
berperan sama sekali dalam pengelolaan hutan
5. Mengidentifikasi kelompok yang terkena dampak dari pengelolaan hutan
6. Mengidentifikasi apakah tersedia data-data tambahan mengenai sumberdaya manusia, seperti
data dari Pemerintah Desa tentang kondisi penduduk secara umur, pendidikan, keagamaan,
ekonomi dan bidang lain
7. Mendiskusikan dari data yang ada untuk memetakan siapa kelompok yang terlibat dalam
pengelolaan hutan; bagaimana dampak pengelolaan hutan bagi kelompok, hubungan antar
kelompok dan sebagainya
Contoh rumusan aspek sosial:
Penguatan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan hutan •
Kesadaran masyarakat dalam pengelolaan hutan •
Partisipasi petani hutan/pesangem untuk menanami hutan •
Peningkatan pemahaman PHBM •
Menurunnya konflik antara perhutani dengan masyarakat •
Peningkatan kemampuan intelektualitas masyarakat dan •
Perhutani
PANDUAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DESA HUTAN (LMDH)
87
Kelompok 3: Merumuskan Kriteria dan Indikator Aspek Kelembagaan
Tujuan:
Untuk merumuskan peta perkembangan lembaga dan peran-peran lembaga dalam kerjasama
pengelolaan hutan
Metode:
1. Pemetaan sejarah, dilakukan dengan membandingkan kondisi awal pada suatu periode
tertentu dengan pencapaian kelembagaan terkini, atau membandingkan periode sebelumnya
dengan periode terkini
2. Diskusi kelompok kecil, dilakukan untuk memperjelas ide-ide yang muncul dalam pemetaan,
sehingga dimengerti semua peserta.
Proses-proses yang dilakukan:
1. Identifikasi perkembangan yang terjadi pada lembaga. Catatlah rentang tahun perkembangan
kelembagaan dari awal berdiri sampai kondisi sekarang, atau kalau sudah sangat lama berdiri,
catatlah dalam satu periode kepemimpinan, dari awal periode sampai kondisi saat ini
2. Identifikasi program kerja yang telah dikerjakan dan dampaknya bagi perkembangan
lembaga
3. Identifikasi aktor-aktor yang terlibat dalam pengembangan lembaga
4. Identifikasi pencapaian-pencapaian lembaga saat ini, secara internal (sarana-prasarana, aturan
internal, keanggotaan, dsb) dan eksternal (hubungan dengan lembaga-lembaga lain)
5. Melengkapi informasi dengan menggunakan dokumen tentang visi, misi, perjanjian kerjasama
atau data-data lembaga lain yang ada.
TAHAP 3 MERUMUSKAN KRITERIA DAN INDIKATOR KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA HUTAN DALAM SISTEM PHBM
88
Kelompok 4: Merumuskan Kriteria dan Indikator Aspek Ekonomi
Tujuan:
Terumuskannya peta ekonomi masyarakat desa hutan dan kontribusi hutan bagi perekonomian
masyarakat.
Metode:
1. Diskusi kelompok kecil, dilakukan untuk memperjelas ide-ide yang muncul dalam pemetaan,
sehingga dimengerti semua peserta.
2. Diskusi terstruktur tentang isi dari sumberdaya ekonomi yang dibutuhkan oleh peserta (asal
sumberdaya ekonomi, pengelolaannya dan dampak dari sumberdaya ekonomi yang ada di
masyarakat).
Proses-proses yang dilakukan:
1. Identifikasi para pihak yang terlibat dalam pengelolaan hutan
2. Bagaimana tingkat ketergantungannya pada sumberdaya hutan
3. Identifikasi kontribusi para pihak dalam pengelolaan hutan
Contoh rumusan aspek kelembagaan:
Kerjasama Perhutani dengan LMDH dari perencanaan sampai pemanenan •
Keberadaan program kerja dalam lembaga •
Pelatihan penanaman •
Buku anggota LMDH •
Organisasi dan administrasi tercatat dengan tertib •
Pertemuan anggota •
Hasil kerja dari lembaga •
Hubungan yang sejajar antar lembaga •
Kepengurusan LMDH •
Kerjasama antar lembaga •
Pengaturan fungsi-fungsi internal lembaga •
PANDUAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DESA HUTAN (LMDH)
89
4. Identifikasi hasil ekonomi yang didapat dari pengelolaan hutan (kontribusi bagi masyarakat
atau desa)
5. Identifikasi jalur pemasaran dari hasil-hasil hutan
Contoh hasil rumusan aspek ekonomi:
Masyarakat terlibat dalam kegiatan tumpangsari •
Pemasaran hasil tumpangsari dengan harga yang meningkat •
LMDH mendapatkan bagi hasil yang sesuai •
Dana bagi hasil untuk pembangunan desa •
Tersedia pakan ternak di musim kemarau •
Masyarakat sejahtera •
Langkah 3: Melakukan Pengelompokan terhadap Prinsip, Kriteria dan
Indikator
Melakukan perumusan prinsip, kriteria, indikator dan pengukur dengan menggunakan ekplorasi
ide akan muncul banyak ide dari peserta. Setiap peserta akan mengungkapkan ide sebanyak
mungkin sepanjang kemampuan yang dimiliki. Biasanya akan muncul beberapa ide dengan
substansi permasalahan yang sama dari para peserta. Di sinilah fasilitator harus membantu
memilah dan menghilangkan ide-ide yang tidak terkait dengan topik yang diangkat.
Tujuan:
1. Pengelompokan ide-ide ke dalam aspek ekologi, sosial, kelembagaan, dan ekonomi
2. Pengelompokan ide-ide dalam hirarki prinsip, kriteria atau indikator
Metode:
Pengelompokkan prinsip, kriteria dan indikator dilakukan dengan diskusi pleno. Diskusi ini
melibatkan semua peserta, sehingga semua peserta akan merasa ikut memutuskan pilihan atas
bidang/aspek pada alat evaluasi yang sedang dirumuskan.
TAHAP 3 MERUMUSKAN KRITERIA DAN INDIKATOR KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA HUTAN DALAM SISTEM PHBM
90
Kendala yang mungkin dihadapi:
Diskusi yang melibatkan semua peserta sering mengalami kebuntuan arah (deadlock)
baik bagi peserta maupun fasilitator. Kebuntuan ini terjadi karena beberapa hal:
Perbedaan latar belakang pendidikan, posisi sosial dan kepentingan dari para pihak •
sehingga sulit terjadi titik temu dalam negosiasi antar pihak dalam penetapan skala
ukuran.
Para peserta mengalami proses kejenuhan karena arus pembahasan menjadi lebih •
detail dan membutuhkan waktu lama.
Peserta memiliki perbedaan pemahaman pada batasan aspek kelembagaan, sosial, •
dan ekonomi; begitu juga batasan kualitas ide secara hirarkis sebagai prinsip, kriteria,
ataukah indikator. Dampaknya beberapa ide saling tumpang tindih. Misalnya ide
tentang aspek kelembagaan bisa masuk dalam aspek sosial, karena latar belakang
pemikiran peserta yang berbeda.
Langkah-langkah mengatasi kendala:
Untuk mengatasi beberapa kebuntuan dalam melakukan proses pengelompokan •
tersebut maka fasilitator harus bisa melakukan hal-hal sebagai berikut:
Fasilitator harus mengerti tentang peta sumberdaya manusia yang terlibat dalam •
merumuskan kriteria dan indikator.
Peserta harus benar-benar paham tentang konsep prinsip, kriteria dan indikator. •
Setiap ide harus dipahami kata kuncinya atau maksudnya dengan jelas, sehingga •
tidak terjadi kesalahan dalam mengelompokkan.
Membantu melakukan parafrase, yaitu pengulangan kalimat peserta oleh fasilitator •
dengan bahasa lain sehingga lebih mudah dimengerti (penyederhanaan bahasa).
Membantu memfokuskan pada ide-ide yang memiliki kesamaan isi atau makna. •
Memecah isi ide dari pembahasan kalimat yang panjang •
Fasilitator harus memilih waktu dan media yang tepat untuk melakukan evaluasi. •
PANDUAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DESA HUTAN (LMDH)
91
Contoh hasil pengelompokan prinsip, kriteria, indikator:
ASPEK PRINSIP KRITERIA INDIKATOR
EKOLOGI Keberlanjutan
fungsi hutan
Pengelolaan hutan
dilakukan oleh
multi pihak
Pola tanam petani hutan teratur •
Keamanan hutan terjaga •
Terjalin kerjasama dengan pihak •
lain
KELEMBAGAAN Pengaturan fungsifungsi
lembaga
Kerjasama antar
lembaga
Ada kerjasama dengan lembaga •
lain
Hubungan yang sejajar antar •
lembaga (Perhutani dengan
LMDH)
Kepengurusan
LMDH
Ada program kerja dalam •
lembaga
Tata kelola/manajemen •
organisasi (administrasi, buku
anggota, pertemuan anggota,
dll.)
EKONOMI Kesejahteraan
masyarakat
terjamin
Masyarakat
mendapatkan bagi
hasil dari kerjasama
pengelolaan hutan
Bagi hasil digunakan untuk •
pembangunan desa
Pemberian beasiswa terhadap •
siswa berprestasi dari keluarga
miskin
SOSIAL Kesadaran
masyarakat yang
tinggi dalam
pengelolaan hutan
Penguatan
kapasitas
masyarakat dalam
pengelolaan hutan
Ada training mengenai tata •
kelola hutan
Pemahaman konsep PHBM pada •
lapisan masyarakat
Langkah 4: Melakukan Pembobotan
Pembobotan adalah tahap dimana peserta harus memberikan tingkat pentingnya (porsi yang
tepat) sebuah kondisi terhadap kondisi terbaik yang diinginkan. Bobot juga bisa diartikan derajat
pengaruh suatu kondisi khusus terhadap kondisi yang lebih umum.
TAHAP 3 MERUMUSKAN KRITERIA DAN INDIKATOR KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA HUTAN DALAM SISTEM PHBM
92
Metode:
Untuk mengantarkan pemahaman peserta pada penetapan bobot di masing-masing prinsip,
kriteria dan indikator adalah dengan menggunakan permainan. Permainan yang dilakukan
adalah belanjakan uang anda dengan tepat.
Proses-proses yang dilakukan:
1. Peserta dibagi dalam kelompok kecil
2. Setiap kelompok diberi uang kertas permainan dalam jumlah tertentu
3. Berikan juga daftar kebutuhan sebanyak mungkin dan jumlah uang yang terbatas, dimana
semua kebutuhan ini harus dipenuhi dengan jumlah uang tersebut
4. Kelompok mengidentifikasi kondisi yang menuntut agar semua kebutuhan itu harus dipenuhi
sesegera mungkin
5. Kelompok menentukan prioritas pemakaian uang tersebut untuk memenuhi kebutuhan yang
paling penting menurut masing-masing pihak
6. Mengamati dan diskusi mengenai sebaran jumlah uang yang dibelanjakan untuk masingmasing
kebutuhan. Berikan batasan waktu dalam berdiskusi, ini dimaksudkan sebagai
pembelajaran tentang efisiensi dan efektivitas mencapai tujuan
7. Diskusikan dengan kelompok lain bagaimana mereka memberikan penilaian terhadap rencana
anggaran yang telah ditetapkan
8. Apakah terjadi urutan peringkat kebutuhan? Fasilitator menguekplorasi kemungkinan dalam
diskusi ini ada perbedaan pendapat untuk menentukan besarnya kebutuhan, karena ini akan
menunjukan proses negosiasi antar pihak
9. Fasilitator harus melakukan umpan balik pada peserta dan merefleksikannya; bahwa dalam
setiap unsur dalam evaluasi ini memiliki tingkatan, sehingga orang memerlukan adanya
perangkingan atau prioritas
Diskusi ini akan mengantarkan peserta pada pemahaman yang benar tentang pembobotan, dan
alasan mengapa prinsip, kriteria dan indikator harus diberi bobot. Diskusi dalam menentukan
ranking atau peringkat dari sebuah kebutuhan akan menentukan bobot yang dari kebutuhan
tersebut. Bila pemahaman tentang pembobotan sudah selesai, maka lakukan pembobotan di
setiap indikator, kriteria, dan prinsip.
PANDUAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DESA HUTAN (LMDH)
93
Rumus menetapkan bobot
1. Nilai rangking adalah angka kebalikan dari peringkat. Sehingga bila ada 5 elemen dalam satu
hal, maka nilai rangking peringkat 1 adalah 5, nilai rangking peringkat ke 2 adalah 4, begitu
seterusnya.
2. Pembagi adalah jumlah dari urutan ranking, sehingga bila ada 5 elemen dari satu hal maka
untuk mencari pembagi adalah sebagai berikut : 1+2+3+4+5 = 15
Contoh yang dihasilkan
Dengan menggunakan rumus yang diterapkan pada hasil diskusi dalam contoh diatas, akan
diketahui bobot adalah sebagai berikut:
Contoh hasil diskusi:
Hasil diskusi suatu kelompok memiliki rencana belanja uang
Rp 1.000.000,- untuk kepentingan:
Bayar hutang Rp 500.000,- •
Bayar sekolah Rp 200.000,- •
Beli beras Rp 120.000,- •
Kebutuhan rumah tangga Rp 100.000,- •
Beli baju seragam Rp 80.000,- •
Pembobotan =
Jumlah kumulatif peringkat
Nilai Rangking X 100%
TAHAP 3 MERUMUSKAN KRITERIA DAN INDIKATOR KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA HUTAN DALAM SISTEM PHBM
94
Kebutuhan Rangking Nilai Rangking Pembagi Bobot
Bayar hutang R1 5 15 36 %
Bayar sekolah R2 4 15 28 %
Beli beras R3 3 15 20 %
Kebutuhan rumah tangga R4 2 15 12 %
Seragam sekolah R5 1 15 4 %
Jumlah 15 100 %
Langkah 5: Penetapan Skala Nilai
Skala nilai adalah batasan antara nilai yang terendah dengan nilai yang tertinggi, artinya
memberikan penetapan harga masing-masing kondisi, mulai dari yang paling buruk sampai
kondisi terbaik. Dilakukan setelah selesai melakukan pembobotan, dimulai dari pengukur. Nilai
pengukur akan menjadi nilai indikator, gabungan indikator menjadi nilai satu kriteria, gabungan
nilai kriteria menjadi nilai prinsip.
Proses-proses yang dilakukan:
1. Peserta diajak untuk menetapkan skala nilai, misalnya 1-5, 1-10 atau lainnya disesuaikan
menurut tingkat kebutuhannya (apakah sangat detail dan rumit atau sederhana dan global)
2. Skala penilaian dimulai dari urutan terbawah pada alat evaluasi, yaitu: Indikator, Kriteria dan
Prinsip
3. Angka skala ini bisa dijelaskan atau dinilai dalam beberapa kategori. Penjelasan atau kategori
ini mengacu pada hal-hal yang ada dalam beberapa aturan ideal yang sudah ada.
Langkah 6: Lembar Kerja Evaluasi Berdasarkan Kriteria dan Indikator
Lembar kerja merupakan hasil akhir pembahasan prinsip, kriteria dan indikator. Setelah semua
prinsip, kriteria dan indikator teridentifikasi dalam rumusan-rumusan yang disepakati bersama,
maka dilakukan pembobotan dan pemberian skala nilai. Dari situlah disusun lembar kerja evaluasi
yang siap digunakan. Elemen-elemen yang tersaji dalam lembar kerja adalah:
PANDUAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DESA HUTAN (LMDH)
95
1. Rumusan prinsip, kriteria, indikator dan pengukur yang sudah disetujui bersama
2. Nomor urut dan bobot sesuai kategori rumusan masing-masing diletakkan di depan
rumusannya dengan suatu kode tertentu. Contoh: Prinsip pertama ditulis P.1 (B: 30), untuk
kriteria pertama ditulis K.1 (B: 30)
3. Nilai ditulis di depan skala nilai dengan kode (N: ..)
4. Bila kita akan menuliskan indikator pertama dari kriteria ke dua dan prinsip pertama maka
bisa ditulis sebagai berikut : I.1.2.1. Atau indikator ke 10 dari kriteria ke 7 dan prinsip ke 3,
maka bisa ditulis sebagai berikut : I.3.7.10 demikian seterusnya
Contoh penilaian:
Nilai evaluasi yang disepakati dalam sebuah workshop evaluasi adalah:
Nilai : < 1 artinya jelek •
Nilai : 1 s.d 2 artinya kurang •
Nilai : 2 s.d 3 artinya sedang •
Nilai : 3 s.d 4 artinya baik •
Nilai : 4 s.d 5 artinya baik sekali •
Nilai : 5 artinya sempurna •
Dalam lembar kerja nilai lekatkan pada pengukur
Menetapkan tingkat keberhasilan kegiatan penanaman:
a. 100 % (5)
b. 95 % (4)
c. 90 % (3)
d. 85 % (2)
e. 80 % (1)

Leave a Comment »

No comments yet.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Blog at WordPress.com.