Kelembagaan DAS

Pambudiarto (2)

PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT MELALUI LEMBAGA MASYARAKAT DESA HUTAN (LMDH)

(Suatu Kajian Penguatan Kapasitas LMDH dan Peningkatan Efektivitas PHBM di Desa Glandang, Kecamatan Bantarbolang, Kabupaten Pemalang)

Oleh: PAMBUDIARTO

Tugas Akhir, Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. SEKOLAH PASCASARJANA, INSTITUT PERTANIAN BOGOR, BOGOR, 2008

V. EVALUASI PENGEMBANGAN MASYARAKAT

5.1 Evaluasi Terhadap Program Pengembangan Masyarakat di Desa Glandang

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah memberikan kesempatan yang lebih luas kepada pemerintah di tingkat lokal untuk lebih inovatif dalam pembangunan di daerahnya masing-masing. Dengan demikian terbuka peluang bagi warga untuk turut serta berpartisipasi dalam proses pembangunan yang dituangkan kedalam program-program pengembangan masyarakat. Di Desa Glandang, Kecamatan Bantarbolang, Kabupaten Pemalang, fenomena tersebut dapat dilihat dari munculnya beberapa program pengembangan masyarakat seperti JPS, P2KP, Raskin, BLT, PHBM dan P2MBG. Pada umumnya program pengembangan yang telah dilaksanakan di Desa Glandang bersifat top down, yaitu kebijakan yang dilaksanakan berasal dari pemerintah. Hanya PHBM melalui LMDH yang dalam melaksanakan program-program kegiatannya didasarkan atas inisiatif dan prakarsa dari masyarakat, jadi bersifat bottom up.

Melalui evaluasi ini diharapkan mendapat masukan bagi program dan kegiatan yang akan dirancang sehingga dalam pelaksanaannya dapat mencapai sasaran secara efektif dan optimal. Untuk menyusun suatu program pengembangan masyarakat, perlu dilakukan evaluasi terhadap program pengembangan masyarakat yang pernah dilaksanakan sebelumnya.

Program-program pengembangan masyarakat di Desa Glandang yang dilaksanakan pada periode sebelumnya masih kurang menyentuh kebutuhan dan keinginan masyarakat. Program pengembangan masyarakat yang diluncurkan pemerintah bersifat konsumtif, belum bisa mengurangi atau menekan angka pengangguran dan angka kemiskinan yang ada di Desa Glandang. Keterbatasan dana yang dianggarkan untuk kegiatan pembangunan melalui dana perimbangan desa (DPD) dan program-program pengembangan masyarakat yang dilaksanakan masih bersifat top down merupakan alasan utama kurang optimalnya program pengembangan masyarakat. Konsekuensinya, keterlibatan masyarakat lebih bersifat pengerahan masa yang terbatas pada kebutuhan pelaksanaan program bukan pada proses dan hasil (tujuan), artinya masyarakat berpartisipasi atas adanya ajakan atau instruksi, harapan akan memperoleh bantuan. Biasanya setelah program berjalan (bantuan diterima) intensitas partisipasi perlahan-lahan menurun hingga akhirnya tidak tampak, bahkan tidak sedikit program-program yang telah dilaksanakan sulit bertahan dan hanya bersifat sesaat.

Program-program pengembangan masyarakat yang ada di Desa Glandang yang telah dievaluasi berdasarkan hasil Praktek Lapangan II meliputi : 1) Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) melalui LMDH dan, 2) Program Terpadu Pemberdayaan Masyarakat Berperspektif Gender (P2MBG). Program-program pengembangan masyarakat yang dievaluasi tersebut merupakan program-program yang saat ini masih sedang berjalan yang dimaksudkan untuk membantu anggota masyarakat mengatasi kesulitankesulitan hidup dan sebagai program pemberdayaan dalam rangka pengembangan masyarakat.

Evaluasi terhadap program-program pengembangan masyarakat bertujuan melihat sejauh mana program-program tersebut mampu melibatkan masyarakat dalam rangka memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Melalui evaluasi program diharapkan untuk selanjutnya dapat terjadi transformasi yang mengarah kepada peningkatan kehidupan, kesehatan, ekonomi, kebijakan, penyelenggaraan kekuasaan dan iklim politik yang peduli terhadap kelompok miskin, serta mekanisme pemberian bantuan yang memenuhi keinginan masyarakat dan dukungan sumberdaya lokal yang dimiliki. Programprogram pengembangan masyarakat dievaluasi, dengan memperhatikan beberapa prinsip seperti : 1) Partisipasi, 2) Pemberdayaan, 3) Kemandirian, 4) Kerjasama, 5) Keberlanjutan, dan 6) Keberpihakan kepada masyarakat golongan bawah.

Berdasarkan hasil evaluasi secara umum program-program tersebut baru menyentuh pada tahap penyadaran dan belum sampai pada tahap perubahan perilaku.Persoalan utamanya dari kekurangan program-program di atas diantaranya ialah lunturnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan desa, yang disebabkan oleh buruknya kinerja pemerintahan desa dan kirja LMDH, sehingga dukungan partisipasi belum atau tidak sampai pada taraf yang diharapkan. Situasi politik lokal yang ada di desa, dimana terjadi dua kelompok masyarakat yang pro dan kontra dengan pemerintahan desa, menyebabkan partisipsi yang muncul hanya dari kelompok masyarakat yang pro pemerintah desa. Llebih jelasnya masing-masing program tersebut akan diuraikan sebagai berikut :

5.2 Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)

5.2.1 Latar Belakang PHBM

Kondisi obyektif sumber daya hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani, khususnya sejak tahun 1998 yang diwarnai dengan fenomena penjarahan hutan, sangat memprihatinkan telah terjadi di wilayah KPH Kabupaten Pemalang tepatnya di petak hutan Desa Glandang. Hal itu ditandai dengan menurunnya potensi sumber daya dan meluasnya tanah kosong sebagai akibat illegal logging, serta maraknya okupasi lahan.

Pada saat itu pencurian sumberdaya hutan kayu yang merupakan asset terbuka meningkat eskalasinya menjadi penjarahan yang bersifat massif dan cenderung anarkis serta melibatkan sindikasi.

Meskipun fenomena di atas dipicu oleh kondisi eksternal berupa adanya krisis multidimensi, namun bukan berarti tidak ada persoalan dalam pengelolaan sumberdaya hutan itu sendiri. Sebuah otokritik telah menyadarkan Perum Perhutani bahwa ada permasalahan mendasar yang perlu segera diatasi. Akar masalah tersebut diantaranya adalah :

  • Selama ini Perum Perhutani terlalu terfokus pada pengusahaan kayu (timber oriented) sehingga kebijakan-kebijakan manajemen kurang komprehensif. Tuntutan aspek ekonomi kurang selaras dengan aspek kultur, ekologi dan sosial.
  • Kebijakan dan program yang bersentuhan dengan masyarakat desa hutan umumnya bersifat top down, cenderung seragam (mengabaikan keragaman dan kekhasan lokal), serta sering salah sasaran.
  • Masyarakat lokal kurang merasakan manfaat ekonomi langsung dari kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan di wilayahnya.

Akar permasalahan tersebut ditambah dengan makin gencarnya sorotan dan tekanan terhadap Perum Perhutani, memaksa Perum Perhutani untuk mencari sebuah solusi yang bersifat holistik, tidak parsial, dan tidak reaktif. Diperlukan sebuah solusi sistemik yang mampu menjawab persoalan kelestarian hutan dengan tanpa mengabaikan aspek ekologi maupun sosial. Pola pikir itulah yang melatarbelakangi munculnya konsep PHBM.

Sasaran PHBM adalah : 1) Keberhasilan pembangunan hutan dan optimalisasi fungsi-funginya, 2) Menjadikan pemberdayaan masyarakat khususnya LMDH sebagai sumber solusi dan peningkatan kesejahteraan rakyat, 3) Keberhasilan pembangunan desa hutan menuju masyarakat mandiri yang sadar lingkungan, dan 4) Memadukan sistem pengelolaan hutan yang dilaksanakan oleh Perum Perhutani dengan kebijakan pembangunan daerah.

Visi PHBM adalah : Pengelolaan Sumberdaya Hutan sebagai ekosistem di pulau Jawa secara adil, demokratis, efesien dan profesional guna menjamin keberlanjutan fungsi dan manfaatnya untuk kesejahteraan masyarakat.

Misi PHBM adalah : 1) melestarikan dan meningkatkan mutu sumberdaya hutan dan mutu lingkungan hidup, 2) menyelenggarakan usaha dibidang kehutanan berupa barang dan jasa guna memupuk keuntungan perusahaan dan memenuhi hajat hidup orang banyak, 3) mengelola sumberdaya hutan sebagai ekosistem secara partisipatif, sesuai dengan karakteristik wilayah untuk mendapatkan manfaat yang optimal bagi perusahaan dan masyarakat, dan 4) memberdayakan sumberdaya manusia melalui lembaga perekonomian masyarakat untuk mencapai kesejahteraan dan kemandirian. (Perhutani, 2001)

5.2.2 Maksud dan Tujuan PHBM

PHBM dimaksudkan untuk memberikan akses kepada masyarakat (kelompok masyarakat) di sekitar hutan dan para pihak terkait (stakeholders) sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing untuk mengelola hutan secara partisipatif tanpa mengubah atas kemitraan, keterpaduan, ketersediaan dan sistem sharing. Arah pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek-aspek ekonomi, ekologi dan sosial secara proporsional. Sedangkan tujuan PHBM yaitu : 1) meningkatkan kesejahteraan, kualitas hidup, kemampuan dan kapasitas ekonomi dan sosial masyarakat, 2) meningkatkan peran dan tanggung jawab Perum Perhutani, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumberdaya hutan, 3) meningkatkan mutu sumberdaya hutan, produktivitas dan keamanan hutan, 4) mendorong dan menyelaraskan pengelolaan sumberdaya hutan sesuai dengan kgiatan pembangunan wilayah dan sesuai kondisi dinamika sosial masyarakat desa hutan, dan 5) menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesempatan berusaha dan meningkatkan pendapatan masyarakat dan negara. (Perhutani, 2001)

5.2.3 Jiwa dan Prinsip dasar PHBM

Jiwa yang terkandung di dalam PHBM adalah : 1) kesediaan Pemerintah Daerah, Perusahaan/ Perum Perhutani, LMDH dan pihak yang berkepentingan untuk saling berbagi (Sharing) dalam pengelolaan sumber daya hutan sesuai kaidah-kaidah keseimbangan, keberlanjutan dan keselarasan dan 2) Jiwa berbagai yang meliputi dalam pemanfaatan lahan dan atau ruang, berbagi dalam pemanfaatan waktu, berbagi pemanfaatan hasil dalam pengelolaan sumberdaya hutan dengan prinsip saling menguntungkan, kesesuaian dan keselarasan, dengan menganut prinsip-prinsip dasar seperti : 1) Keadilan dan demokratis, 2) Keterbukaan dan kebersamaan, 3) Pembelajaran bersama dan saling memahami, 4) Kejelasan hak dan kewajiban, 5) Pemberdayaan ekonomi kerakyatan, 6) Kerjasama kelembagaan, 7) Perencanaan partisipatif, 8 ) Kesederhanaan sistem dan prosedur, 9) Perusahaan sebagai fasilitator, dan 10) Kesesuaian pengelolaan dengan karakteristik wilayah. (Perhutani, 2001)

Dalam sistem PHBM Perum Perhutani tidak bekerjasama dengan masyarakat secara perorangan. Masyarakat desa bekerjasama dengan Perum Perhutani dalam sebuah lembaga yang secara umum disebut sebagai Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), yang keanggotaannya bersifat umum, artinya semua lapisan masyarakat dapat menjadi anggota LMDH. Sementara representasi beragam kelompok/ organisasi yang ada di dalam desa termasuk pejabat teritorial Perum Perhutani diwadahi dalam forum multipihak yang disebut Forum Komunikasi PHBM Desa. Forum komunikasi Desa inilah yang diharapkan dapat menjadi alat kontrol atas aktivitas LMDH.

Untuk memberikan arah dalam pelaksanaan PHBM menuju terwujudnya kelestarian sumberdaya hutan dan kesejahteraan masyarakat Desa Glandang telah dirumuskan visi pengelolaan sumberdaya hutan secara jelas. Visi ini dibangun dengan mempertimbangkan kondisi kekinian maupun arah yang ingin dicapai LMDH Desa Glandang baik dalam kehidupan masyarakat maupun keberadaan sumberdaya alam. Adapun visi LMDH tersebut adalah : “Dengan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang didukung Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, kita wujudkan masyarakat Desa Glandang yang sejahtera lahir dan bathin” (Rancangan Pembangunan Petak Hutan LMDH Desa Glandang, 2005)

Perumusan misi LMDH diperlukan untuk menjabarkan visi LMDH dalam pengelolaan sumber daya alam. Misi merupakan rumusan untuk mewujudkan visi tetapi masih bersifat umum dan belum didukung oleh data-data, tetapi diperkirakan dapat dikerjakan secara operasional.

Misi LMDH Glandang dirumuskan sebagai berikut : !) Pengelolaan sumber daya hutan pangkuan Desa Glandang yang mengarah kepada peningkatan ekonomi masyarakat dan keseimbangan ekologi, 2) Peningkatan SDM masyarakat Desa Glandang melalui pendidikan formal dan non-formal, 3) Mewujudkan kepedulian masyarakat terhadap kelestarian hutan secara berkesinambungan, 4) Meningkatkan sinergi lintas lembaga di Desa Glandang dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat, 5) Membangun kolaborasi multistakeholders untuk program pelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat. (Rancangan Pembangunan Petak Hutan LMDH Desa Glandang, 2005). Perencanaan petak hutan pangkuan desa harus menetapkan tujuan dasar pengelolaan hutan desa. Tujuan itu bisa diarahkan untuk menghasilkan kayu petukangan, non kayu, wisata, kayu bakar, ataupun menghasilkan komoditas campuran yang bernilai ekonomi tinggi.

Adapun tujuan LMDH itu adalah : 1) Mengembalikan kelestarian hutan dan keseimbangan ekosistem, 2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan cara memanfaatkan lahan dan ruang untuk kegiatan tumpang sari pada masa kontrak dan atau sesudahnya, 3) Bisa mendapatkan hasil hutan kayu dan non kayu (hijauan pakan ternak, kayu bakar dan daun jati) dari petak hutan pangkuan desa, 4) Bisa mendapatkan bagi hasil sesuai dengan kontribusi yang diberikan dalam pengelolaan petak hutan pangkuan desa, 5) menciptakan peluang usaha dengan industri berbasis hasil hutan (kayu maupun non kayu), 6) Membangun hutan wisata Gunung Wangi, 7) Pelestarian sumber-sumber mata air. (Rancangan Pembangunan Petak Hutan LMDH Desa Glandang, 2005).

Pengelolaan petak hutan pangkuan Desa Glandang secara kelembagaan diwadahi oleh LMDH. Program pengelolaan petak hutan pangkuan desa menjadi bagian dari program kerja LMDH Glandang. Adapun program LMDH yang dirumuskan tahun 2005-2014 adalah sebagai berikut : 1) Pembuatan bank data tentang potensi pesanggem dan potensi petak hutan pangkuan Desa Glandang, 2) Sosialisasi PHBN dan Akta kerjasama antara Perum Perhutani dan LMDH Glandang, 3) Membuat AD/ ART LMDH, 4) Koordinasi dan kerjasama dengan Perum Perhutani dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam rangka mengembalikan kelestarian hutan, keseimbangan ekosistem dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat, 5) Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi PHBN, 6) Memperketat prosedur jual beli rumah kayu, 7) Penegakkan sanksi hukum di wilayah petak hutan pangkuan LMDH Glandang, 8 ) Pengembangan dan penguatan peluang usaha dengan industri berbasis hasil hutan (kayu maupun non kayu). (Rancangan Pembangunan Petak Hutan LMDH Desa Glandang, 2005)

5.2.4 Pengembangan Ekonomi Lokal

Pengembangan ekonomi lokal merupakan suatu konsep pembangunan ekonomi yang mendasarkan pada pendayagunaan sumber daya lokal yang ada pada masyarakat Desa Glandang, baik sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya kelembagaan. Pendayagunaan sumber daya tersebut dilakukan oleh masyarakat Desa Glandang sendiri bersama pemerintah lokal maupun kelompok-kelompok kelembagaan berbasis masyarakat yang ada. Keutamaan dari pengembangan ekonomi yang berorientasi atau berbasis lokal ini adalah penekanannya pada proses peningkatan peran dan inisiatif-inisiatif masyarakat Desa Glandang dalam pengembangan aktivitas ekonomi serta peningkatan produktivitas.

Pengembangan ekonomi lokal di Desa Glandang menitik beratkan pada pembangunan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan yang dirancang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan komunitas atau wilayahnya. Kesesuaian ini membuat efektif dan berhasil dalam menjawab permasalahan kesejahteraan rakyat, dibanding dengan solusi-solusi yang bersifat global. Setiap upaya pengembangan ekonomi lokal mempunyai tujuan utama meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakat Desa Glandang secara bersama-sama mengambil inisiatif dalam pengembangan ekonomi lokal yang dapat dilakukan melalui suatu forum kemitraan.

Kemitraan yang dimaksud disini adalah lembaga kemitraan antara publik (pemerintah), dunia usaha (swasta) dan masyarakat. Lembaga tersebut beranggotakan wakil-wakil dari Pemerintah-Swasta-Masyarakat, diharapkan dapat menjadi katalisator bagi penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) melalui kegiatan yang terkait dengan pengembangan ekonomi lokal. Dalam kemitraan diharapkan adanya kebersamaan antara pemerintah-swasta masyarakat Desa Glandang dalam menentukan arah, rencana dan melaksanakan pembangunan daerah. Oleh karenanya pemerintah daerah beserta masyarakat Desa Glandang dan swasta harus mampu secara efektif menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang ada, dan mengidentifikasi potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah.

Dalam pelaksanaannya PHBM melalui LMDH di Desa Glandang telah menunjukkan adanya pengaruh positif terhadap pengembangan ekonomi lokal, yaitu meningkatnya pendapatan masyarakat. Masyarakat lokal Desa Glandang melalui LMDH dapat memanfaatkan lahan petak hutan untuk tumpangsari dan hasilnya seluruhnya untuk pesanggem (penggarap). Pemasaran hasil tumpangsari dilakukan melalui pengepul. Selain itu tersedianya pakan ternak dan meningkatnya kegiatan ekonomi alternatif, munculnya industri rumah tangga dari pengolahan hasil hutan non kayu.

Struktur akses PHBM melalui LMDH dengan ketentuan berbagi hasil kayu : (1) hasil dari penjarangan pertama berupa kayu bakar 100 % untuk pihak kedua (LMDH), yang penyerahannya diatur dengan berita acara serah terima di lokasi tebangan, (2) bagi hasil dari penjarangan pertama berupa kayu perkakas, penjarangan lanjutan dan tebangan akhir (berupa kayu pertukangan dan kayu bakar) dalam bentuk uang tunai ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

a. Bagi hasil penjarangan pertama berupa kayu perkakas dan penjarangan lanjutan yang pertama kali dilakukan setelah perjanjian kerjasama ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

0g0

Keterangan :

  • P = Hak LMDH asal tebangan penjarangan
  • Mi = Masa pengelolaan bersama dalam interval penjarangan
  • I = Interval waktu antara penjarangan yang dilaksanakan dengan penjarangan sebelumnya
  • Fk = Faktor koreksi (lihat tabel)

b. Hak Lembaga Masyarakat Desa Hutan dari tebangan akhir ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

0g0

Keterangan :

  • Pa = Hak LMDH asal tebangan akhir
  • M = Masa pengelolaan bersama
  • D = Umur tanaman/ tegakkan pada saat tebang akhir
  • Fk = Faktor koreksi (lihat tabel)

c. Hasil tebangan penjarangan pertama berupa kayu perkakas, serta hasil tebangan akhir berupa kayu perkakas dan kayu bakar untuk Lembaga Masyarakat Desa Hutan, diserahkan setelah kayu-kayu tersebut diterima di Tempat Penimbunan Kayu (TPK), penyerahan dalam bentuk uang tunai sesuai Harga Jual Dasar (HJD) setelah dikurangi biaya pemanenan, angkutan, Pengelolaan Sumber Daya Hutan (PSDH) dan pemasaran.

d. Bagian Pihak Kedua (LMDH) dimanfaatkan oleh Pihak Kedua berdasarkan rembug/ kesepakatan bersama anggota sesuai anggaran Dasar/ Anggaran Rumah tangga Pihak kedua (Pasal 7, Akta Perjanjian Kerjasama antara Perum Perhutani KPH. Pemalang dengan LMDH Desa Glandang, Kecamatan pemalang, kabupaten Pemalang).

e. Bagi hasil tanaman non kayu berupa tanaman semusim dan buah-buahan diatur sesuai dengan kesepakatan para pihak.

f. Hasil produksi non kayu yang lain, yang belum diatur dalam perjanjian diatur kemudian dengan perjanjian tersendiri berdasarkan prinsip saling menguntungkan (Pasal 9, Akta Perjanjian Kerjasama antara Perum Perhutani KPH. Pemalang dengan LMDH Desa Glandang, Kecamatan pemalang, kabupaten Pemalang).

Adapun ketentuan bagi hasil pendapatan LMDH yang diperoleh dari sharing dipergunakan sebagai berikut :

a. Sharing yang diperoleh dari hasil hutan yang tidak dikerjasamakan dengan pesanggem (penggarap)/ petani hutan :

  • Biaya operasional LMDH : 15 %
  • Honor Pengurus : 25 %
  • Pemerintah Desa/ Pendapatan Desa : 20 %
  • Operasional FK. PHBM Desa : 5 %
  • Dana Sosial : 5 %
  • Kas LMDH : 30 %

b. Sharing yang diperoleh dari hasil hutan yang dikerjasamakan dengan pesanggem (penggarap)/ petani hutan :

  • Biaya Operasional LMD : 10 %
  • Honor Pengurus : 15 %
  • Pemerintah Desa/ Pendapatan Desa : 10 %
  • Operasional FK.PHBM : 2,5 %
  • Anggota/ Pesanggem : 55 %
  • Dana Sosial : 5 %
  • Kas LMDH : 5 %

c. Semua pendapatan yang diperoleh dari sumbangan bantuan dan usaha lain yang sah adalah menjadi kas LMDH yang penggunaannya dapat untuk biaya operaional LMDH (Pasal 16, Akta Perjanjian Kerjasama antara Perum Perhutani KPH. Pemalang dengan LMDH Desa Glandang, Kecamatan  pemalang, kabupaten Pemalang).

PHBM melalui LMDH sejak awal sudah diharapkan untuk memanfaatkan potensi ekonomi lokal di Desa Glandang, seperti sektor informal dan industri rumah tangga. Tingkat partisipasi masyarakat masih terbatas pada kelompok penggarap yang sudah menggarap sebelum LMDH terbentuk. Diluar kelompok penggarap tersebut masyarakat masih bersifat pasif dan cenderung kurang responsif terhadap keberadaan LMDH.

Berdasarkan “Pemetaan Sosial” dijumpai 465 jiwa keluarga miskin dan angka pengangguran sebanyak 335 orang, pemberdayaan ataupun pengelolaan potensi ekonomi lokal di Desa Glandang belum mengarah kepada penanganan keluarga miskin secara proporsional, pembukaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan, serta pertumbuhan ekonomi dan pemerataannya. Tujuan dan sasaran pengeloaan petak hutan pangkuan LMDH Glandang baru pada tahapan mengembalikan kelestarian dan keseimbangan ekosistem pada hutan.

Pengelolaan petak hutan pangkuan LMDH Glandang masih didominasi oleh mereka yang sudah sebagai penggarap sebelum LMDH terbentuk, yaitu para masyarakat penjarah hutan, sehingga masih adanya anggota masyarakat yang berasal dari keluarga miskin belum tahu dan belum berpartisipasi dalam memanfaatkan potensi sumberdaya lokal berupa hutan untuk meningkatkan ekonomi keluarga, hal ini seperti yang disampaikan oleh salah seorang perangkat Desa Glandang, tokoh masyarakat dan beberapa anggota masyarakat Desa Glandang, yang mengatakan bahwa sosialisasi tentang LMDH masih terbatas pada para penggarap (pesanggem), sosialisasi kepada masyarakat secara luas di Desa Glandang baru dilaksanakan satu kali pada tahun 2004, sehingga masih banyak warga desa yang belum mengetahui dengan keberadaan LMDH di desanya. Hal ini seperti disampaiakan oleh Bpk. PL :

“Kami itu hanya tahu kalau disini itu ada program PHBM yang dilaksanakan melalui LMDH, tapi selebihnya kami tidak tahu tentang PHBM dan LMDH di Desa Glandang, itu kami dengan dari orang yang ikut menggarap petak hutan”

Dalam rangka perwujudan otonomi daerah yang didalamnya terkandung muatan tugas dan tanggung jawab untuk lebih mensejahterakan masyarakat di daerah, dibutuhkan partisipasi aktif dari tiga pilar dasar yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat untuk melaksanakan kegiatan secara sinergis. Penerapan konsep “Good Governance” diyakini akan mampu meningkatkan kinerja ekonomi dan pemerintahan yang implikasinya diharapkan akan mampu meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat dan wilayah. Jaringan pengembangan ekonomi lokal yang terdapat di Desa Glandang dengan pasar yang lebih luas belum berjalan seperti yang diharapkan. Kondisi ini terjadi karena sumber daya ekonomi lokal yang ada di Desa Glandang masih dikelola oleh perorangan. Program ekonomi lokal belum dikelola dengan baik secara profesional melalui lembaga/ organisasi yang semestinya terlibat dalam pengelolaan pembangunan ekonomi lokal. Koperasi milik desa yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat lokal dan mengembangkan ekonomi lokal keberadaannya belum berjalan efektif.

Melihat gambaran pengembangan ekonomi lokal di Desa Glandang yang masih belum berkembang, maka semestinya PHBM melalui programnya tidak hanya menekankan pada pengembangan sektor kawasan hutan tetapi juga pada kawasan diluar hutan, seperti peternakan, industri rumah tangga, hutan rakyat, dan lain sebagainya..

Untuk mencapai tujuan pengelolaan petak hutan pengkuan desa, maka diperlukan struktur organisasi dan aturan main organisasi, sehingga pengelolaan hutan dapat lebih terarah dan terkoordinasi lebih baik.

Berdasarkan hasil musyawarah untuk mufakat telah tersusun kepengurusan LMDH “Karya Lestari” Desa Glandang periode 2005 – 2014, sebagai berikut :

  • Ketua : Sri Budi Priyanto.
  • Sekretaris : Egit Lukito.
  • Bendahara : Tasori.
  • Seksi Perencanaan : Suratno dan Yahyo
  • Seksi Humas : Dolah, Munawar, dan Rofikoh
  • Seksi Bagi Hasil : Ali Murtopo, Sutomo, Rasmono, dan Suntoro.
  • Seksi Keamanan : Suntoro, Supandi, Cahyono, Sugeng, Tarono, dan Muslimin.

Struktur Organisasi LMDH “Karya Lestari” Desa Glandang Kecamatan Bantarbolang Kabupaten Pemalang

0g0

Aturan-aturan penting di dalam organisasi adalah seperti yang dinyatakan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, serta kesepakatan perjanjian kerjasama antara Perum Perhutani dengan LMDH Desa Glandang.

Pendekatan yang digunakan dalam program PHBM melalui LMDH baik dalam tahap identifikasi, penyusunan program kerja, evaluasi dan pelaporan menggunakan pendekatan Participatory Rural Appraisal (PRA), yaitu dimana masyarakat ikut serta dalam penyusunan rencana pembangunan komunitas dan mengevaluasinya. Upaya memahami potensi, masalah dan kebutuhan dalam pembangunan masyarakat akan menghasilkan persepsi yang tepat apabila dilakukan oleh orang-orang yang memiliki atau menguasai potensi, masalah dan kebutuhan tersebut, yaitu masyarakat itu sendiri.

Dalam konteks desentralisasi, otonomi daerah, dan otonomi desa, pemberdayaan masyarakat Desa Glandang dan LMDH, dapat dipahami sebagai hasil dari interaksi atau hubungan sebab akibat antara proses pembangunan yang bottom-up yang diartikan sebagai pembangunan bebasis komunitas dan proses pembangunan yang top down yang dapat dipahami sebagai implementasi kebijakan-kebijakan pemerintah lokal. Masyarakat yang berdaya dapat diindikasikan tidak hanya oleh besarnya pendapatan, tetapi lebih dari itu sampai sejauh mana dinamika masyarakat hidup dengan bertumpu pada kelembagaan di tingkat komunitas lokal yang berkelanjutan yang kemudian mampu memberikan dampak ganda pada aktivitas ekonomi dan usaha produktif di tingkat komunitas dan daerah pedesaan.

5.2.5 Pengembangan Modal Sosial dan Gerakan Sosial

Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Desa Glandang merupakan alternatif pengelolaan sumberdaya hutan partisipatif yang menitik beratkan peran aktif masyarakat desa hutan (MDH) sebagai subyek yang diposisikan sebagai mitra sejajar Perum Perhutani sekaligus sebagai ujung tombak dalam pengelolaan sumberdaya hutan.

Sejak digulirkannya program PHBM tahun 2002 melalui SK. Nomor : 136/Kpts/Dir/2002, tentang Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat, muncul berbagai versi penafsiran mengenai implementasi PHBM di lapangan, dari mulai PHBM hanya sebagai salah satu bentuk pola tanam, semisal Tumpang Sari (TS) atau Perhutanan Sosial (PS) sampai PHBM ditafsirkan sebagai Project Partial jangka pendek.

Sejak tahun 2004, di Desa Glandang telah memulai mencoba membagun konsepsi tentang pengelolaan hutan partrisipatif, konsep yang dibangun meliputi satu paket sistem pengelolaan hutan yang meliputi sub sistem perencanaan, reboisasi dan rehabilitasi, pemeliharaan, perlindungan, pemanenan, pemasaran sampai dengan monitoring dan evaluasi.

Para pihak yang terlibat dalam proses implementasi PHBM di Desa Glandang tidak hanya pihak pengelola (Perum Perhutani) dan Masyarakat Desa Hutan (MDH) Glandang, tetapi juga Pemerintah Daerah Kabupaten Pemalang dan LSM, sehingga para pihak ini diharapkan dapat bersinergi untuk saling bekerjasama dengan prisip-prinsip : saling percaya, kesetaraan, kesepahaman, keadilan, keterbukaan, dan berbagi.

Sedangkan berdasarkan SK. Nomor : 136/Kpts/Dir/2003, prinsip-prinsip dasar yang harus dipegang teguh oleh para pihak adalah : keadilan dan demokratis, keterbukaan dan kebersamaan, pembelajaran bersama dan saling memahami, kejelasan hak dan kewajiban, pemberdayaan ekonomi kerakyatan, kerjasama kelembagaan, partisipatif, kesederhanaan sistem prosedur, perusahaan sebagai fasilitator, kesesuaian pengelolaan dengan karakteristik wilayah.

PHBM yang diimplementasikan di Desa Glandang menetapkan pola pengelolaan hutan pangkuan desa, dimana sebuah kawasan hutan negara yang dikelola Perum Perhutani akan dibagi habis tanggung jawabnya pada desa, sehingga desa mempunyai hutan pangkuan desa atau hutan turut desa yang luasnya ditentukan berdasarkan proses pemetaan partisipatif yang melibatkan seluruh komponen yang ada di desa.

Adapun hutan pangkuan Desa Glandang yang berada dalam pengelolaan LMDH Glandang seluas 702,1 Ha. Kegiatan pengelolaan sumber daya hutan bersama masyarakat, dalam rangka pengelolaan sumberdaya hutan sebagai ekosistem secara adil, demokratis, efisien dan profesional guna menjamin keberhasilan fungsi dan manfaatnya untuk kesejahteraan masyarakat, serta pengelolaan sumber daya hutan berbasis masyarakat, pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat dan atau pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumber daya hutan di Desa Glandang yang sudah mulai dilaksanakan.

Pemberdayaan masyarakat tidak hanya berupaya menumbuhkan kemampuan ekonomi mereka semata, tetapi juga harus menyentuh harkat, martabat, kepercayaan dan harga diri mereka. Secara umum pengertian pemberdayaan warga adalah memberikan power dan authority serta legitimasi dari apa yang selama ini dimonopoli oleh pemerintah pada warganya sendiri.

Selama itu warga masyarakat hanya dianggap sebagai penerima hasil buah pemikiran para ahli dan birokrasi pemerintahan yang mengarahkan inisiatif pembangunan (top down) tanpa melibatkan partisipasi masyarakat bawah.

Melihat kenyataan tersebut LMDH dalam kegiatannya berusaha untuk melibatkan partisipasi aktif dari pesanggem (penggarap). Partisipasi yang akan dikembangkan dalam program LMDH adalah proses-proses pemberdayaan pesanggem (penggarap) untuk mewujudkan hak-hak mereka agar terlibat secara aktif dalam proses-proses pengambilan keputusan publik terutama ditingkat lokal, terutama proses-proses keputusan yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan mereka dimasa mendatang. Proses tersebut secara bertahap diharapkan makin menuju pada pembentukan kelembagaan yang dapat dikontrol oleh masyarakat sendiri dan makin menjamin agar upaya pelembagaan dan pengeorganisasian kelompok-kelompok marginal dapat berjalan secara demokratis dan bertanggung jawab.

Kegiatan PHBM melalui LMDH yang dalam pelaksanaannya melibatkan pesanggem (penggarap) di Desa Glandang yang telah dilakukan adalah penguatan kapasitas pesanggem (penggarap) dalam pengelolaan hutan, yang diharapkan dapat memberikan kesadaran pesanggem (penggarap) dalam pengelolaan hutan, yang meliputi : 1) meningkatnya pemahaman pesanggem (penggarap) tentang PHBM, 2) parstisipasi pesanggem (penggarap) dalam pengelolaan hutan, 3) nilai-nilai (agama, budaya, hukum) yang dianut masyarakat menjadi pendorong dalam tindakan pelestarian hutan, 4) lembaga sosial yang ada mendorong kesadaran pesanggem (penggarap) dalam pengelolaan hutan, 5) tumbuhnya kearifan lokal dalam pengelolaan hutan.

Mekanisme penyelesaian konflik dalam PHBM dilakukan dengan cara musyawarah. Sistem pertanahan, adanya kejelasan batas petak hutan pangkuan secara administrasi dengan tanda batas dilapangan. Keadilan dalam pembagian lahan andil.

Peran perempuan dalam pengelolaan hutan; adanya pengakuan terhadap peran perempuan dalam pengelolaan hutan; keterlibatan perempuan dalam PHBM; keadilan akses pada perempuan dalam pengelolaan hutan (perencanaan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, keamanan); pengakuan terhadap peran perempuan dalam pengelolaan hutan; adanya keadilan dalam upah kerja dalam pengelolaan hutan

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengorganisasian masyarakat melalui kegiatan ini diantaranya melakukan sosialisasi, memberikan peraturan dan pengertian, serta pemahaman tentang PHBM melalui LMDH, pengenalan program-program yang ada di LMDH, bagaimana cara kerja LMDH, kegiatan LMDH yang telah dilaksanakan, dan apa saja yang diperlukan LMDH. Saat ini LMDH Desa Glandang telah berbadan hukum mempunyai struktur organisasi dengan melibatkan warga masyarakat dalam pemilihannya, dan telah memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

Pengorganisasian tersebut memanfaatkan modal sosial yang ada dalam masyarakat. Pengurus LMDH terjun langsung ke masyarakat dalam memberikan pemahaman dan pengertian tentang LMDH, maksud dan tujuan LMDH, kegiatankegiatan yang ada di LMDH, yang pada intinya bahwa hasil kegiatan yang dicapai nantinya adalah untuk kepentingan warga masyarakat Desa Glandang. Manfaat yang diperoleh disamping dirasakan oleh pesanggem (penggarap), juga akan dirasakan oleh masyarakat secara umum di Desa Glandang melalui sharing yang akan diperoleh oleh desa untuk pembangunan desa.

5.2.6 Kebijakan dan Perencanaan Sosial

Kegiatan PHBM yang berwawasan sumberdaya alam hutan/ lingkungan telah mendapat dukungan dari pemerintah desa walaupun belum optimal, instansi pemerintah lainnya, dan LSM. Menjalin jaringan kerja dengan beberapa instansi pemerintah dan LSM yang bergerak di bidang sumberdaya alam hutan/ lingkungan sudah menunjukkan keberhasilan PHBM. Yang harus diperhatikan dalam mengemplementasikan harus sesuai dengan program yang telah ditetapkan, tidak bisa bergerak sendiri, tanpa menggandeng tenaga ahli dibidangnya, baik dari instansi pemerintah maupun LSM. Contohnya dalam penyusunan persiapan dan rencana kegiatan serta pelaksanaan kerjasama dengan pihak ketiga.

Kesimpulan hasil evaluasi terhadap kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) terdapat kelemahan sebagai berikut :

a. Tinjauan konseptual aspek pengembangan ekonomi lokal, belum menggali potensi sumberdaya lokal secara optimal, belum adanya keadilan dalam pengelolaan petak hutan, dan belum adanya pemerataan ekonomi bagi pesanggem (penggarap).

b. Tinjauan konseptual aspek pengembangan modal dan gerakan sosial, kurangnya kepercayaan pesanggem terhadap pengurus LMDH, partisipasi pesanggem (penggarap) masih terbatas pada pengolahan hutan, dan kurangnya prakarsa dan dukungan dari pelaku pembangunan lokal lainnya.

c. Tinjauan konseptual aspek kebijakan dan perencanaan sosial, dukungan kebijakan dan kerjasama dengan pemerintah desa belum optimal.

5.3 Program Terpadu Pemberdayaan Masyarakat Berperspektif Gender (P2M-BG).

5.3.1 Latar Belakang P2M-BG

Program terpadu pemberdayaan masyarakat yang berperspektif gender (P2M-BG) adalah sebuah model pemberdayaan masyarakat secara terpadu, yang melibatkan laki-laki dan perempuan dengan fokus utama pada peningkatan status dan kedudukan perempuan dalam keluarga dan masyarakat, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup keluarga menuju pada kesejahteraan, kesetaraan dan keadilan melalui kegiatan lintas bidang pembangunan dalam upaya penanganan kemiskinan dengan fokus peningkatyan kondisi, status, kedudukan dan partisipasi perempuan.

Di Desa Glandang, jumlah penduduk perempuan lebih besar dibandingkan dengan penduduk laki-laki. Berdasarkan data survei kependudukan yang dilaksanakan oleh Dinas Kependudukan Kabupaten Pemalang tahun 2005, prosentase penduduk perempuan di Desa Glandang sebesar 50,4 persen dan  laki-laki 49,5 persen. Dengan lebih dari 65 persen Kepala Keluarga mengalami kemiskinan dan jumlah tersebut semakin meningkat seiring dengan krisis ekonomi yang melanda Indonesia.

Kemiskinan sangat berpengaruh pada rumah tangga dan kesejahteraan keluarga secara keseluruhan. Selama ini adanya konsep pembagian kerja dan tanggung jawab atas dasar gender telah menyebabkan perempuan terbelenggu pada pekerjaan-pekerjaan produktif, padahal sebernya mereka mempunyai sumbangan pada usaha ekonomi melalui kerja upahan. Namun sumbangan pekerjaan mereka baik di sektor rumah tangga maupun pekerjaan upahan tidak diperhitungkan dalam statistik nasional. Dalam kondisi semakin berkurangnya perananan mereka, maka perempuan menanggung beban lebih berat karena harus mengatasi permasalahan ekonomi rumah tangga untuk dapat terus bertahan hidup (survive). Kemiskinan merupakan masalah yang sangat berat bagi perempuan yang hidup pada keluarga-keluarga miskin.

Kemiskinan yang disandang perempuan di Desa Glandang berhubungan langsung dan ditandai dengan tidak adanya kemandirian dan peluang-peluang ekonomi, kurangnya akses pada segala sumber daya, termasuk sumber daya ekonomi, akses kredit, kepemilikan dan pelatihan-pelatihan, termasuk juga kurangnya akses pada pendidikan formal, pelayanan kesehatan dan pelayananpelayanan pendukung lainnya, maupun partisipasi minimal dalam proses pengambilan keputusan.

Maka dari itu salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas adalah dengan adanya Program Terpadu Pemberdayaan Masyarakat yang Berperspektif Gender (P2M-BG).

Pemerintah Kabupaten Pemalang telah membentuk Tim Koordinasi Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Remaja (TKP2AR) Kabupaten Pemalang yang di dalamnya meliputi kegiatan Program Terpadu Pemberdayaan Masyarakat Berperspektif Gender (P2M-BG) yang tertuang dalam Pokja II dan telah disempurnakan menjadi Tim Pelaksana Program Terpadu P2M-BG Kabupaten Pemalang.

Sesuai dengan Keputusan Bupati Pemalang Nomor : 0411.4/45.B/KPD tanggal 3 Pebruari 2005, Desa Glandang ditetapkan sebagai Desa Lokasi Binaan P2M-BG tahun 2005. Setelah dilakukan evaluasi pemberdayaan masyarakat yang berperspektif gender oleh masyarakat mitra itu sendiri dan oleh Tim Pembina, maka Desa Glandang telah dijadikan lokasi untuk evaluasi P2M-BG tingkat Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006 mewakili Kabupaten pemalang. Dan berdasarkan Keputusan Bupati Pemalang Nomor : 411.4/418/KPD tanggal 4 April 2006, tentang Penunjukkan Lokasi Program terpadu Pemberdayaan Masyarakat yang Berperspektif Gender (P2M-BG) Desa Glandang selanjutnya ditetapkan kembali sebagai Desa Lokasi Binaan P2M-BG Tahun 2006.

5.3.2 Maksud, Tujuan dan Kebijakan

Maksud dan Tujuan pelaksanaan P2M-BG untuk meningkatkan kualitas hidup keluarga menuju pada kesejahteraan, kesetaraan dan keadilan melalui kegiatan lintas bidang pembangunan dalam upaya penanganan kemiskinan dengan fokus peningkatan kondisi, status kedudukan dalam masyarakat.

Dalam upaya peningkatan kondisi, status, kedudukan dan partisipasi masyarakat dalam kerangka penanganan kemiskinan, maka kebijakan yang diambil dalam P2M-BG antara lain : 1) peningkatan kapasitas dan kapabilitas masyarakat mitra melalui proses belajar untuk menumbuhkan kesadaran kritis, 2) peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) masyarakat, 3) peningkatan pemahaman dan kepedulian tentang tindak kekerasan terhadap masyarakat, 4) peningkatan kualitas lingkungan hidup, 5) peningkatan kesempatan berusaha, 6) peningkatan keterpaduan dan koordinasi dalam peneglolaan program, 7) peningkatan partisipasi dan keswadayaan untuk menjamin kelangsungan program, dan 8 ) penguatan kelembagaan masyarakat

5.3.3 Pengembangan Ekonomi Lokal

Kondisi masyarakat Desa Glandang sesudah adanya program P2M-BG khususnya Masyarakat Mitra (MAMI) berangsur-angsur adanya pertumbuhan ekonomi yang cukup baik dan berdampak positif terhadap usaha kecil dan menengah (UKM) di Desa Glandang. Dengan berbekal ketrampilan, pelatihan dan kursus yang diadakan oleh Dinas/ Intansi terkait di Kabupoaten Pemalang, dapat menambah ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang mendatangkan pendapatan tambahan keluarga.

Semakin banyaknya Masyarakat Mitra (MAMI) yang memanfaatkan halaman yang kosong dengan menanami sayuran/ warung hidup dan tanaman obat-obatan keluarga (Toga) sehingga disamping menambah pendapatan keluarga juga tingkat kesehatan masyarakatpun meningkat.

Kondisi masyarakat Desa Glandang sebelum adanya program P2M-BG khususnya Masyarakat Mitra (MAMI) yang merupakan sasaran program sebagian besar sangat memprihatinkan dengan tingkat kesejahteraan tergolong rendah atau masuk dalam kategori keluarga pra-sejahtera dengan mata pencaharian penduduk sebagai buruh tani. Adapun penghasilan buruh tani di Desa Glandang rata-rata per hari Rp. 10.000,-.

5.3.4 Pengembangan Modal dan Gerakan Sosial

Berdasarkan dimensi modal sosial (social capital) maka masyarakat mitra (MAMI) termasuk sebagai modal sosial dan memiliki keempat dimensi, yaitu : 1) Integrasi, ikatan yang kuat antara anggota keluarga dan keluarga dengan tetangga sekitar, misalnya ikatan-ikatan kekerabatan etnik dan agama, 2) Pertalian, ikatan dengan komunitas lain diluar komunitas asal, misalnya jejaring dan asosiasi-asosiasi bersifat kewargaan yang menembus perbedaan kekerabatan, etnik, dan agama, 3) Integritas Organisasional, keefektifan dan kemampuan institusi negara untuk menjalankan fungsinya, termasuk menciptakan kepastian hukum dan menegakkan peraturan, 4) Sinergi, relasi antara pemimpin dan institusi pemerintah dengan komunitas. Fokus perhatian dalam sinergi ini adalah apakah negara memberikan peluang ruang yang luas atau tidak bagi partisipasi warganya.

Modal sosial lain yang tampak adalah besarnya minat warga Desa Glandang terutama ibu-ibu untuk bergabung dalam MAMI (Masyarakat Mitra). Mereka sangat antusias untuk mengikuti berbagai jenis bimbingan ketrampilan yang diberikan oleh Tim Penyuluh dari Dinas terkait di Kabupaten Pemalang.

Sebagai sebuah program dalam upaya pengentasan kemiskinan, P2M-BG merupakan sebuah kegiatan yang mempunyai sifat merubah kondisi dari miskin menjadi sejahtera. Oleh karena itu P2M-BG sebagai sebuah gerakan sosial dimana didalamnya memuat unsur agen (pencipta) perubahan sosial. MAMI memobilisasi anggotanya untuk berbuat bersama (collective action). Hal ini sesuai dengan konsep gerakan sosial sebagai upaya kolektif untuk membangun tatanan kehidupan yang baru.

5.3.5 Kebijakan dan Perencanaan Sosial

Program P2M-BG yang diluncurkan pemerintah untuk membantu masyarakat miskin sebetulnya mempunyai tujuan yang baik dan merupakan kebijakan yang tepat dari pemerintah. Namun demikian, dalam proses pelaksanaannya sering menimbulkan masalah, bahkan ada pihak yang mengusulkan agar program P2M-BG ditinjau ulang. Alasannya cukup kuat, karena dalam pelaksanaannya program P2M-BG sering tidak mencapai sasaran yang tepat. Sasaran program yang mendapatkan bantuan rehabilitasi rumah banyak berasal dari keluarga yang mampu, sehingga banyak anggota masyarakat yang berasal dari keluarga tidak mampu tidak tersentuh oleh program P2M-BG tersebut, sehingga banyak anggota masyarakat yang merasa kecewa dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pihak desa.

Untuk menghindari hal tersebut, program P2M-BG perlu ditinjau ulang kaitannya dalam penentuan sasaran program P2M-BG, sehingga tidak salah sasaran. Gerakan sosial yang mendukung pengembangan modal sosial juga harus dipahami oleh masyarakat dan stakeholder. Melalui penyuluhan dan pembinaan di tingkat desa diharapkan masyarakat dapat berpartisipasi dalam pengelaolaan program P2M-BG. Satu hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah desa, harus bersikap transparan dalam pengelolaan program P2MBG.

Kesimpulan hasil evaluasi terhadap kegiatan program P2M-BG terdapat kelemahan sebagai berikut :

  • a. Tinjauan konseptual aspek pengembangan ekonomi lokal, adanya diskriminasi, ketidakadilan dan kesalahan dalam penunjukkan sasaran program P2M-BG. Belum mengarah pada peningkatan pendapatan keluarga. Dan belum mengarah pada penanganan keluarga miskin secara optimal.
  • b. Tinjauan konseptual aspek pengembangan modal dan gerakan sosial, kurangnya kepercayaan warga terhadap perangkat desa. Partisipasi masih terbatas pada kelompok tertentu di desa, dan tidak melibatkan masyarakat luas.
  • c. Tinjauan konseptual aspek kebijakan dan perencanaan sosial, kurang melibatkan aspirasi warga dalam penyusunan sasaran garapan program P2MBG, sehingga salah sasaran.

Hasil evaluasi program kegiatan PHBM dan P2M-BG menunjukkan bahwa ternyata kedua program tersebut mempunyai kebijakan yang berbeda. Kebijakan program PHBM yang emplementasi melalui LMDH adalah bottom up, tanpa campur tangan pemerintah, sedangkan kebijakan Program P2M-BG adalah top down. Walaupun demikian kedua program tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengembangkan partisipasi masyarakat dan meningkatkan keejahteraan masyarakat.

Kematangan dalam menyusun konsep pengembangan masyarakat tampak pada waktu emplementasi program. Walaupun suatu program yang telah dirancang sedemikian rupa sesuai konsep pengembangan masyarakat, tapi jika tidak disertai dengan pemahaman terhadap konsep oleh pelaksana program, maka akan dapat menggagalkan apa yang menjadi tujuan program tersebut. Sebagai contoh pada program P2M-BG, bahwa salah satu tujuan program adalah meningkatkan partisipasi masyarakat dan keswadayaan untuk menjamin kelangsungan program. Namun, karena kekurang pahaman pengurus dan pelaksana lainnya, maka tujuan ini kurang ditekankan dalam proses perencanaan program.

Faktor kekurang-pahaman pelaksana program bukan satu-satunya yang menghambat terlaksananya partisipasi masyarakat. Ada faktor penghambat lain, baik faktor dari dalam masyarakat sendiri seperti pengalaman merencanakan program serta pemanfaatan modal sosial yang dimiliki masyarakat, maupun faktor dari luar diri masyarakat seperti kelembagaan, transparansi, kepemimpinan, atau dukungan dari LSM, pemerintah desa, dan lain-lain.

Proses kegiatan PHBM melalui LMDH yang dilakukan selama hampir 3 tahun, belum membuat pesanggem (penggarap) berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatannya. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena sejak berdirinya LMDH, LMDH kurang disosialisasikan, baik berupa kegiatan yang melibatkan partisipasi pesanggem (penggarap) maupun sosialisasi tentang keberadaan LMDH kepada pesanggem (penggarap). Dengan demikian partisipasi pesanggem (penggarap) terhadap keberadaan dan kegiatan LMDH masih belum mendukung seperti yang diharapkan.

Belajar dari pengalaman pelaksanaan proyek pemerintah desa yang sudah berlangsung, seperti JPS, RASKIN, BLT, dan lain-lain, dimana perencanaan program sangat kurang melibatkan masyarakat, cenderung membentuk kelembagaan baru, tidak adanya pendampingan dan tidak adanya keberlanjutan, dan pada akhirnya terjadi kegagalan program-program, maka dalam rangka mengembangkan masyarakat perlu diupayakan rancangan program yang lebih memperhatikan aspek-aspek pengembangan masyarakat di dalam konsepnya maupun implementasinya.

Program PHBM maupun Program P2M-BG disamping memiliki kelebihankelebihan masing-masing, terdapat pula kelemahan-kelemahannya, yaitu :

a. Program PHBM memilki kelemahan dalam hal : belum menggali potensi sumberdaya lokal secara optimal, belum adanya keadilan dalam pengelolan petak lahan, belum adanya pemerataan ekonomi bagi pesanggem (penggarap), kurangnya kepercayaan pesanggem (penggarap) terhadap pengurus LMDH, partisipasi pesanggem (penggarap) masih terbatas pada pengelolaan lahan garapan, kurangnya prakarsa dan dukungan pelaku pembangunan lokal, dukungan kebijakan dan kerjasama dengan pemerintah desa belum optimal, rendahnya pemahaman pesanggem (penggarap) tentang PHBM, rendahnya SDM pengurus lembaga PHBM, dan pendanaan kegiatan program yang masih mengandalkan swadaya pesanggem (penggarap).

b. Program P2M-BG, memiliki kelemahan dalam hal : bersifat top down, prakarsa dari pemerintah, prakarsa tidak berasal dari masyarakat, tidak berkelanjutan karena ketergantungan pada bantuan pemerintah, mengabaikan potensi swadaya masyarakat, dan salah sasaran.

VI. ANALISIS KAPASITAS KELEMBAGAAN LMDH DAN EFEKTIVITAS PHBM DI DESA GLANDANG

6.1 Peran PHBM melalui LMDH terhadap Perubahan Taraf Hidup Pesanggem (penggarap)

Kegiatan pengelolaan hutan bersama masyarakat dilakukan dengan jiwa berbagi yang meliputi berbagi dalam pemanfaatan lahan dan atau ruang, berbagai dalam pemanfaatan waktu, berbagi dalam pemanfaatan hasil dalam  pengelolaan sumberdaya hutan dengan prinsip saling menguntungkan, saling memperkuat dan saling mendukung. Dalam mewujudkan visi dan misi Perum Perhutani sebagai pihak pengelola sumberdaya hutan maka dalam rangka meningkatkan keberhasilan pengelolaan hutan pihak Perhutani membutuhkan partisipasi aktif berbagai pihak, khususnya masyarakat yang tinggal di sekitar hutan (pesanggem/ penggarap) melalui program PHBM.

Keterlibatan pesanggem (penggarap) dalam program PHBM diwujudkan dalam wadah Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang dibentuk oleh masyarakat Desa Glandang dengan difasilitasi oleh pemerintah desa dan Perum Perhutani. Dalam upaya untuk memberdayakan dan merubah taraf hidup pesanggem (penggarap) di Desa Glandang, wadah LMDH sangat berperan dalam :

a. Memfasilitasi pesanggem (penggarap) dan pihak yang berkepentingan dalam proses penyusunan rencana, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kegiatan PHBM. b. Menselaraskan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan sesuai dengan kegiatan pembangunan wilayah dan kondisi serta karakteristik sosial pesanggem (penggarap) sebagai tujuan mensejahterakan dan merubah taraf hidup pesanggem (penggarap). c. Meningkatkan tanggung jawab dan peranserta pesanggem (penggarap) dan pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan dan keberlangsungan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan. d. Meningkatkan pendapatan negara, desa, pesanggem (penggarap) dan pihak yang berkepentingan secara simultan.

PHBM melalui LMDH merupakan model pengelolaan hutan yang relatif bisa diterima baik oleh berbagai kalangan. Sebagai sebuah model pengelolaan, PHBM tentu mempunyai akar filosofi yang melandasinya. Dengan demikian, pelaksanaan PHBM melalui LMDH bukan sekedar program yang sepele, tidak mengakar, dan uji coba. Di dalamnya terdapat landasan filosofi yang apabila ditelaah akan menghasilkan sebuah semangat pengelolaan yang proporsional, berimbang, lebih membawa maslahat, mengutamakan kepentingan masyarakat, dan memberdayakan masyarakat sekitar. Jelasnya PHBM adalah model pengelolaan ideal yang dapat dijadikan alternatif-solutif permasalahan hutan.

PHBM melalui LMDH dirancang untuk menampung segala perubahan yang diinginkan oleh lingkungan eksternal disekeliling Perum Perhutani. Kelahiran PHBM melalui LMDH itu sendiri memang didorong oleh beragam tekanan persoalan sosio-kultural yang mengelilingi Perum Perhutani. Agaknya memang sudah menjadi tradisi kita, bahwa akibat dari beragam tekanan persoalan kmudian dapat memaksa diri untuk memunculkan ide-ide solutif. Demikian pula dengan latar belakang munculnya gagasan PHBM, setelah permasalahan gangguan keamanan hutan kian semarak dan diantaranya diwarnai tindakan penjarahan hutan.

PHBM melalui LMDH sendiri menurut pengkaji secara konseptual merupakan pilah langkah yang tepat. Hanya saja, pada tahapan implementasinya masih diperlukan serangkaian langkah penyempurnaan. PHBM melalui LMDH merupakan instrumen yang dirancang untuk mengantisipasi perubahan tuntutan ekternal. Problemanya adalah di tingkat emplementasinya. Benarkah warga desa sekitar hutan memang menuntut lahan, bukannya hal lain, karena di jaman kini rasanya orang desa pun mulai enggan bertani.

Perum Perhutani diawal berdirinya dulu didesain dengan anggapan bahwa tuntutan masyarakat desa di sekitar hutan tidak akan pernah berubah. Gambaran semula dengan upah selaku penyarad kayu tebangan penduduk desa sudah merasa berkecukupan. Tetapi yang terjadi kemudian ternyata tidak lagi demikian. Penduduk desa hutan sekarang memiliki tuntutan kebutuhan yang sama dengan perkembangan ekonomi modern. Sehingga dengan ukuran ini mereka lantas dikategorikan miskin. Bagaimana melalui PHBM, tanpa mengurangi jumlah luasan hutan yang ada, orang desa dapat menghasilkan nilai kesejahteraan yang setara dengan ukuran ekonomi modern ?

Semua kebijakan arahnya ideal. Ketika orang per orang menuntut untuk mencukupi kebutuhannya, termasuk orang-orang desa sekitar hutan, ini yang sulit. Memang pada prinsipnya permasalahan kemiskinan penduduk desa sekitar hutan merupakan bagian dari kendala pengelolaan hutan Perum Perhutani. Namun soal kecukupan yang dimaksud, tadi dikatakan sudah meningkat, mengikuti perkembangan ekonomi modern, dimana tuntutannya sudah melebihi dari sekedar pemenuhan kebutuhan primer atau mengakhiri kemiskinan. Untuk mengakhiri kesenjangan ini seyogyanya memang disamakan dulu persepsi tentang apa yang akan diraih dengan PHBM. Menurut pengkaji secara kuantitatif memang tidak bisa diukur. Tapi minimal untuk tingkat kebutuhan mendasar hidup pesanggem (penggarap) dapat tercukupi, dengan PHBM.

Implementasi PHBM melalui LMDH di Desa Glandang pada tanggal 30 Nopember 2004 masih tergolongan baru, sehingga belum banyak memberikan perubahan terhadap taraf hidup para pesanggem (penggarap) di Desa Glandang secara signifikan.

Namun demikian berdasarkan evaluasi terhadap program PHBM, pelaksanaan PHBM di Desa Glandang telah menunjukkan adanya pengaruh positif terhadap pengembangan ekonomi lokal, yaitu meningkatkan pendapatan pesanggem (penggarap) Desa Glandang pada khususnya, hal ini seperti yang disampaikan Bpk. Kri :

“ …..bahwa ada salah seorang pesanggem (penggarap), dari hasil pertanian/ perkebunan jagung yang dipanen dari petak hutan Desa Glandang dapat untuk membeli perabot rumah “

PHBM memberikan peluang kerja ekonomi warga miskin, para pesanggem (penggarap) yang sebagian besar berasal dari keluarga miskin dapat bekerja menggarap petak hutan dibawah tanah tegakkan dengan sistem tumpangsari, dimana hasilnya seluruhnya untuk pesanggem (penggarap)/ petani hutan.

Adapun jenis tananman yang ditanam dalam sistem tumpangsari diantaranya adalah jagung, pisang, ketela pohon/ singkong, ubi rambat, kacang tanah, padi, dan lain sebagainya. Pemasaran hasil pertanian/ perkebunan melalui tumpangsari dilakukan melalui pengepul. Dengan demikian melalui PHBM dapat memberikan pendapatan tambahan bagi pesanggem (penggarap)/ petani hutan. Disamping itu meningkatnya kegiatan ekonomi alternatif, yaitu munculnya industri rumah tangga dari pengolahan hasil hutan, seperti kayu bakar. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Bpk. Str :

“ ….dengan ikut sebagai pesanggem disamping kita bisa menggarap petak hutan untuk berkebun, kita juga bisa mendapatkan kayu bakar dan daun jati yang bisa dijual ”

Dengan PHBM di Desa Glandang adanya penyerapan tenaga kerja sebanyak 700 orang, dengan perincian 250 orang sudah terdaftar dalam buku anggota LMDH, sedangkan 450 orang belum terdaftar dalam buku anggota sebagai anggota resmi. Dari angka 250 orang yang sudah terdaftar sebagai anggota resmi, mereka terdiri dari warga Desa Glandang sebanyak 150 orang dan warga tetangga desa sekitar hutan pangkuan Desa Glandang sebanyak 100 orang. Dengan PHBM telah memotivasi penggalian potensi swadaya masyarakat, dengan pembentukan kelembagan LMDH.

6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas PHBM

Di dalam program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) terdapat beberapa pihak yang terlibat di dalamnya, yaitu Perum Perhutani, LMDH dan pihak terkait. Berdasarkan hasil penelitian program PHBM di Desa Glandang dapat dilihat dari beberapa aspek dalam struktur akses dan kontrol SDA hutan dalam PHBM, yaitu :

1. Program Kerja.

Program kerja disusun dengan melibatkan berbagai unsur yang terlibat dalam program PHBM yang tentunya didasarkan pada kondisi dan potensi pangkuan hutan dan karakteristik masyarakat setempat. Program kerja disusun dalam upaya untuk mengelola secara menyeluruh setiap tahapan kegiatan pengelolaan hutan selama 1 (satu) daur tanam jati dari tahap penanaman, penjarangan dan tebang habis tegakan pohon hutan. Akan tetapi dikarenakan kondisi hutan di Desa Glandang merupakan tanaman muda, maka dari ketiga tahapan tersebut baru tahap penjarangan tanaman yang bisa dilaksanakan.

Keterlibatan berbagai unsur terkait dalam penyusunan program kerja disampaiakan beberapa informan antara lain :

  • SBD (Ketua LMDH Desa Glandang)

“Proses penyusunan program kerja dilakukan bersama-sama antara LMDH dengan Perum Perhutani. Pada saat itu beberapa program kerja banyak ditawarkan oleh pengurus akan tetapi harus juga disesuaikan dengan kepentingan Perum Perhutani. Sehingga diharapkan kepentingan kedua belah pihak dapat terwakili. Program kerja yang disepakati meliputi kegiatan pelestarian fungsi dan manfaat hutan mulai dari perencanaan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan dan pemanenan”

  • SHN (Ketua FK.PHBM Desa Glandang)

“Pada Bulan November 2004 dilaksanakan kegiatan penyususnan program  kerja bersama yang dihadiri Perum Perhutani, aparat desa dan pengurus LMDH. Pada pertemuan tersebut disepakati rencana program kerja pelestarian fungsi dan manfaat mulai dari perencanaan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan dan pemanenan”

Penyusunan program kerja PHBM dilaksanakan pada awal nopember 2004 yang melibatkan Perum Perhutani dan Pengurus LMDH “Karya Lestari”. Program kerja tersebut kemudian dituangkan dalam “Rancangan Pembangunan Petak Hutan LMDH Desa Glandang Tahun 2005 – 2014.

Walaupun program kerja telah tersusun dalam renstra dan disusun dengan melibatkan pihak Perum Perhutani, LMDH dan pihak terkait, namun pada pelaksanaannya belum dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana. Hal tersebut disebabkan berbagai kendala yaitu tidak mengakarnya kepengurusan LMDH Desa Glandang dan potensi tanaman hutan wilayah pangkuan Desa Glandang yang masih relatif muda sehingga belum dapat menghasilkan sesuai yang diharapkan.

Penjelasan tentang pelaksanaan program kerja dan kendala yang dihadapi dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Pamswakarsa

Berkaitan dengan kegiatan Pamswakarsa beberapa informan menyatakan :

  • SBD (Ketua LMDH Desa Glandang)

“Berkaitan dengan Pamswakarsa, saya dengan seksi keamanan telah menyusun program pengamanan hutan bersama antara LMDH dengan Perum Perhutani. Namun, dari pihak LMDH memerlukan dukungan dana dari Perum Perhutani untuk operasional lapangan.

  • KR (Kepala Desa Glandang)

“Pamswakarsa untuk pengamanan wilayah hutan pangkuan LMDH Desa Glandang diperlukan anggaran pengamanan wilayah hutan dari pihak Perum Perhutani, namun sampai saat ini anggaran tersebut belum pernah terealisasi”

b. Penjarangan

Program ini bertujuan untuk mengatur jarak tanaman dengan melakukan penjarangan tanaman sehingga jaraknya menjadi lebih lebar dan teratur sehingga pertumbuhan tanaman lebih cepat. Dari kegiatan penjarangan ini para pesanggem mendapatkan kayu bakar, dan hasilnya bisa dijual dan sebagian untuk keperluan sendiri.

c. Tumpangsari

Berkaitan dengan kegiatan tumpangsari informan Srn menyatakan :

“Kebetulan kondisi tanaman jati di hutan wilayah Desa Glandang merupakan tanaman muda, sehingga lahan-lahan sekitarnya masih bisa menghasilkan jika ditanami tanaman palawija, dengan catatan mereka harus merawat dan mengamankan tanaman jati”.

Sementara itu informan Srtm juga menjelaskan bahwa :

“Kegiatan tumpangsari telah dilakukan oleh warga masyarakat di sekitar hutan. Hal ini dikarenakan mereka sebagian besar buruh tani yang tidak memiliki lahan. Sementra itu, dalam upaya memberdayakan dan mensejahterakan masyarakat sekitar hutan (pesanggem), pihak Perum Perhutani membolehkan dan memberikan kepercayaan kepada masyarakat untuk mengelola lahan sekitar dengan tanaman yang menghasilkan. Selain itu. Pihak Perum Perhutani juga mengharapkan agar masyarakat ikut juga memelihara dan menjaga keamanan hutan”.

Program ini bertujuan untuk membantu pesanggem (penggarap) agar memperoleh pendapatan/ penghasilan dari tanaman yang mereka kelola di lahan sekitar tanaman pokok. Biasanya pesanggem (penggarap) menanami lahan kosong sekitar hutan dengan tanaman palawija seperti singkong, pisang, kacang tanah, jagung dan padi. Biasanya mereka dapat memanen hasil tanaman mereka setiap 4 (empat) bulan sekali. Hasil panen tersebut biasanya sebagian digunakan untuk keperluan makan sehari-hari dan sebagian dijual untuk menambah penghasilan mereka untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak dan lain-lain. Selain melakukan kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman palawija mereka, masyarakat juga dapat berperanserta/ berpartisipasi dalam memelihara dan menjaga keamanan tegakan tanaman hutan. Hal ini mereka lakukan karena mereka juga merasa ikuit bertanggung jawab dalam menjaga kelestarian dan kemanan hutan serta mereka juga merasa mendapatkan manfaat dari hutan tersebut.

2. Peranserta LMDH dan Pesanggem (penggarap)

Salah satu peranan LMDH adalah meningkatkan peranserta (partisipasi) LMDH dan warga pesanggem (penggarap) serta pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumber daya hutan. Peranserta (partisipasi) pengurus LMDH dan pesanggem (penggarap) dapat diwujudkan dalam setiap kegiatan (tahap perencanaan, pembiayaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, serta pelaporan). Bentuk partisipasinya dapat diwujudkan dengan kehadiran dalam setiap kegiatan, ide, gagasan, usulan pendapat dalam perencanaan program, kesediaan menjadi pengurus, dan partisipasi secara tidak langsung yang dilakukan oleh pesanggem (penggarap) dalam mengolah lahan sekitar hutan dan ikut menjaga keamanan hutan.

a. Peranserta Pengurus LMDH

Berdasarkan kenyataan dilapangan dapat dijelaskan peranserta pengurus LMDH diwujudkan hanya baru sebatas pada tahapan perencanaan (dengan menghadiri dan memberikan pendapat pada pertemuan perumusan rencana program kerja), pengorganisasian (dengan kesediaan untuk menjadi pengurus LMDH). Namun peranserta (partisipasi) mereka saat ini perlu adanya dorongan agar lebih aktif dalam kepengurusan LMDH.

Kondisi di atas didasarkan penyataan informan SH selaku ketua BPD Desa Glandang.

“Pada saat sosialisasi memang terlihat respon dan harapan yan besar dari masyarakat pada program PHBM. Kesediaan beberapa orang untuk menjadi pengurus jugas sangat dihargai. Apalagi pada saat penyususnan program kerja bersama (Perum Perhutani dan LMDH. Terlihat semangat yang besar dari beberapa pengurus dalam mengajukan usulan program kerja. Namun pada pelaksanaannya, setelah ada kendala/ hambatan semangat mereka sepertinya mulai mengendur dan menjadikan LMDH Desa Glandang kurang aktif”.

b. Peranserta Pesanggem (penggarap)

Berdasarkan kenyataan di lapangan menunjukkan tingkat partisipasi yang masih terbatas pada pesanggem (penggarap) yang sudah menggarap sebelum LMDH terbentuk. Di luar penggarap tersebut pesanggem masih bersifat pasif dan cenderung kurang responsif terhadap keberadaan LMDH. Partisipasi pesanggem tersebut diwujudkan secara tidak langsung dalam mengelola dan mengolah lahan kosong disekitar dengan tanaman palawija. Disamping itu, mereka juga ikut merawat dan menjaga keamanan tanaman tegakkan kayu hutan. Partisipasi ini diwujudkan secara sadar dan sukarela karena mereka juga merasa mendapat manfaat dari hutan di sekitarnya.

Kondisi di atas didasarkan pernyataan informan KR selaku penasehat LMDH yang menyatakan :

“Dalam program PHBM Perum Perhutani mengharapkan kepada pesanggem (penggarap) agar ikut menjaga dan merawat hutan. Karena pesanggem merasakan telah mendapat manfaat dari hutan di sekitarnya maka mereka secara bertanggung jawab dan sukarela ikut menjaga dan merawat hutan. Saya berharap agar hal ini bisa terus berlangsung karena ini sangat bermanfaat baik bagi pesanggem (penggarap) karena mendapat penghasilan dari tanaman mereka maupun bagi Perum Perhutani karena tanaman kayu jatinya jadi terawat dan aman dari kerusakan dan pencurian”

Pernyataan di atas juga didukung oleh pernyataan informan SBD selaku Ketua LMDH yang menyatakan :

“Justru saat ini pesanggem (penggarap) yang lebih banyak berperan dalam memelihara dan menjaga kelestarian hutan. Hal itu mereka lakukan karena mereka juga melakukan aktifitas mengolah lahan sekitar hutan dengan tanaman yang menghasilkan. Dan mudah-mudahan kondisi ini bisa tetap berlangsung karena memberikan keuntungan bersama baik bagi pesanggem (penggarap) maupun Perum Perhutani”

3. Jaringan Kerjasama

Adanya jaringan kerjasama dengan pihak-pihak lain sangat bermanfaat dalam rangka pengembangan program dan kegiatan PHBM. Kerjasama yang bisa dilakukan antara lain dengan pihak-pihak pemerintah daerah dan pihak ketiga yang akan menanamkan modalnya di LMDH.

Dalam kenyataan kondisi di lapangan menunjukkan sudah terbinanya kerjasama yang intensif yang dilakukan LMDH Desa Glandang dengan pihak ketiga. Kerjasama dengan pihak swasta yang sudah dilaksanakan adalah dengan PG Sumberharjo Pemalang dan PT. ACCOR. Kerjasama dengan PG Sumberharjo berupa penanaman pohon tebu, sedangkan kerjasama dengan PT. ACCOR adalah penanaman pohon sengon. Kerjasama dengan pihak pemerintah daerah atau dinas terkait, yaitu dilakukan dengan dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pemalang, dengan memberikan pembinaan teknis berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya hutan.

Dengan mencermati sejumlah kebijakan yang berkait dalam rancangan kegiatan yang bertujuan mengupayakan penyelamatan hutan, kiranya dapat ditelaah sejauh mana efektivitasnya.

Program PHBM yang implementasinya dilaksanakan melalui LMDH memberikan harapan besar terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat sekitar hutan, namun berdasarkan evaluasi program yang peneliti lakukan masih dijumpai adanya kelemahan-kelemahannya dibidang struktur akses dan kontorl sumberdaya hutan, yaitu : rendahnya kwalitas pengurus, keanggotaan pesanggem (penggarap) tidak mengutamakan dari desa yang setempat, rendahnya pengawasan di lapangan, tidak adanya ketegasan sanksi bagi LMDH yang lalai dalam kewajiban. Belum adanya pemerataan ekonomi dalam pengelolaan petak hutan bagi masyarakat lokal, dan belum mengarah pada penanganan keluarga miskin secara optimal.

Kenyataan diatas mengindikasikan bahwa struktur akses dan kontrol sumberdaya alam hutan belum memberikan arah akses kepada pesanggem (penggarap) di sekitar hutan Desa Glandang sesuai dengan peran dan fungsinya untuk mengelola hutan secara partisipatif, atas kemitraan, keterpaduan, ketersediaan, dan sistem sharing. Program PHBM dalam proses pengembangan masyarakat untuk mewujudkan kelembagaan LMDH sebagai wadah perjuangan LMDH belum dijadikan instrumen membangun kebersamaan, kepedulian, dan  tanggung jawab bersama serta menggali nilai-nilai luhur kemanusiaan dan kemasyarakatan, namun sebaliknya pesan-pesan moral terlupakan oleh kepentingan-kepentingan pribadi yang bertentangan dengan nilai-nilai yang diusung oleh LMDH sehingga upaya pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dari golongan bawah dapat terabaikan. .

Penerapan kebijakan dengan model pendekatan kesejahteraan, baik berupa kerjasama terpadu antara Perum Perhutani dengan LMDH dengan paradigma baru hanya dapat berjalan efektif manakala kondisi pemerintahan negara dalam keadaan kuat dan stabil tanpa gejolak politik. Manakala keadaan politik negara dan pemerintahan labil, efektivitas mode pendekatan PHBM yang masing-masing bergerak dalam skala luas dapat sirna seketika. Penyebabnya adalah, kesan positif yang hendak ditumbuhkan dari model pemberdayaan PHBM seperti ini, sangat rentan diprovokasi oleh pihak yang berkepentingan atas lemahnya kondisi perum Perhutani. Cara yang ditempuh adalah membangkitkan kembali ingatan publik bahwa Perum Perhutani tidak beda dengan perusahaan kehutanan jaman Belanda, yang menekankan kelangsungan kepentingan kekuasaan ala kolonial feodal belaka.

Untuk mendapatkan data tingkat efektivitas PHBM digali melalui informasi dari berbagai sumber seperti pengurus LMDH, pemerintah desa, tokoh masyarakat, dan pesanggem (penggarap). Berdasarkan hasil evaluasi kegiatan pengembangan masyarakat diperoleh data bahwa tingkat pelaksanaan PHBM di Desa Glandang dinilai masih belum efektif.

Dalam upaya meningkatkan efektivitas PHBM dalam proses pelaksanaan program pengembangan masyarakat, strategi yang dapat dilakukan adalah perbaikan struktur akses dan kontrol sumber daya alam hutan, yang meliputi beberapa aspek di bawah ini.

Melihat situasi dan kondisi demikian perlu dilakukan penataan struktur akses dan kontrol sumberdaya hutan yang ada dalam pangkuan Desa Glandang. Sehingga akan terjadi keseimbangan, keberlanjutan, kesesuaian dan keselarasan antara Perum Perhutani, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan sesuai dengan jiwa dan prinsip dasar PHBM. Dalam struktur Kelembagaan, meningkatkan kwalitas pengurus, pelatihan dan pergantian pengurus/ resufel pengurus. Keanggotaan/ peserta diutamakan dari desa yang bersangkutan. Perlunya terobosan mandiri dari LMDH, modal berasal dari hasil sharing/ kredit Perum Perhutani. Dibentuknya satuan pengawas intern di LMDH.

Dalam struktur Perum Perhutani, membuka peluang kegiatan lainnya untuk mengikut sertakan LMDH dalam pengelolaan hutan (seperti : pemberdayan, pembuatan persemaiann, jasa penebangan, angkutan dan survey). Peningkatan pengawasan di lapangan. Ketegasan sanksi bagi LMDH yang lalai dalam kewajiban.

Dalam struktur Pemerintah Daerah/ Dinas Terkait, peningkatan keterpaduan masing-masing dinas terkait dalam pemberdayaan LMDH. Memberikan pelatihan usaha-usaha produktif bagi LMDH.

Baik faktor pendorong maupun penghambat bagi peningkatan efektivitas PHBM dalam melaksanakan program-program pengembangan masyarakat dapat berasal dari dalam diri Perum Perhutani (internal) maupun dari luar Perum Perhutani (eksternal).

Faktor pendorong PHBM yang paling kuat adalah adanya pelibatan aspirasi dan prakarsa masyarakat, pemberdayaan yang tidak hanya berorientasi dibidang ekonomi saja, tapi dibidang sosial dan sumberdaya alam hutan, adanya perpaduan antara pengorganisasian dan pengembangan masyarakat, meningkatkan pendapatan keluarga pesanggem, memberi peluang kerja ekonomi warga miskin, adanya penyerapan tenaga kerja, dan memotivasi penggalian potensi swadaya masyarakat.

Faktor penghambat PHBM adalah, rendahnya pemahaman pesanggem tentang PHBM, rendahnya kinerja LMDH, dan lemahnya pengawasan LMDH.

Berdasarkan kajian pengembangan masyarakat yang telah dilakukan dapat diidentifikasikan faktor lain pendorong bagi peningkatan efektivitas PHBM dalam pelaksanaan program-programnya. Hal ini terungkap melalui serangkaian wawancara mendalam, diskusi kelompok, dan Focused Group Discussion (FGD)  dengan informan yang menginginkan PHBM berkemampuan untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan kelompok masyarakat, khususnya yang belum terlibat dalam kegiatan PHBM.

Faktor penghambat terhadap kelancaran pelaksanaan program-program PHBM yang muncul dari pesanggem (pengarap) dapat dilihat dari rendahnya pemahaman pesanggem (penggarap) dalam pengelolaan hutan dan rendahnya partisipasi pesanggem (penggarap) dalam pengelolaan hutan, rendahnya nilainilai (agama, budaya, hukum) yang dianut pesanggem (penggarap), belum adanya lembaga sosial yang mendorong kesadaran pesanggem (penggarap) dalam pengelolaan hutan, serta belum tumbuhnya kearifan lokal dalam pengelolaan hutan.

Kondisi seperti diatas terlihat jelas pada kelompok pesanggem (penggarap) Desa Glandang yang tidak mau ikut terlibat secara langsung sebagai anggota LMDH. Mereka kurang mendukung dengan adanya keberadaan LMDH di Desa Glandang seperti yang diungkapkan salah seorang tokoh pemuda di Desa Glandang, Bapak ML :

“Saya hanya tahu sedikit tentang keberadaan LMDH di Desa Glandang, sehingga saya kurang tertarik dengan kegiatan yang dilakukan oleh LMDH, karena secara kasat mata saya melihat kehidupan dari orang-orang yang ikut sebagai pesanggem (penggarap) anggota LMDH tidak menunjukkan adanya peningkatan taraf hidup/ pendapatan, tapi hanya gali lobang tutup lobang dalam memenuhi kebutuhan untuk menggarap lahan petak hutan “

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengorganisasian masyarakat melalui kegiatan ini diantaranya melakukan sosialisasi, memberikan peraturan dan pengertian, serta pemahaman tentang PHBM melalui LMDH, pengenalan program-program yang ada di LMDH, bagaimana cara kerja LMDH, kegiatan LMDH yang telah dilaksanakan, dan apa saja yang diperlukan LMDH. Saat ini LMDH Desa Glandang telah berbadan hukum mempunyai struktur organisasi dengan melibatkan warga masyarakat dalam pemilihannya, dan telah memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

Pengorganisasian tersebut memanfaatkan modal sosial yang ada dalam masyarakat. Pengurus LMDH terjun langsung ke masyarakat dalam memberikan pemahaman dan pengertian tentang LMDH, maksud dan tujuan LMDH, kegiatankegiatan yang ada di LMDH, yang pada intinya bahwa hasil kegiatan yang dicapai nantinya adalah untuk kepentingan pesanggem (pengarap) Desa Glandang. Manfaat yang diperoleh disamping dirasakan oleh pesanggem (penggarap), juga akan dirasakan oleh masyarakat secara umum di Desa Glandang melalui sharing yang akan diperoleh oleh desa untuk pembangunan desa.

Harapan PHBM untuk memberikan arah pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek-aspek ekonomi, ekologi dan sosial secara proporsional guna mencapai visi dan misi Perum Perhutani, yaitu pengelolaan sumberdaya hutan sebagai ekosistem di pulau Jawa secara adil, demokratis, efesien dan profesional guna mewujudkan keberlanjutan fungsi dan manfaatnya untuk kesejahteraan masyarakat mendapat berbagai kendala, seperti adanya kesenjangan antara konsep dan implementasinya juga dipengaruhi oleh faktor kinerja LMDH yang mandiri.

6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penguatan Kapasitas LMDH

Dalam kaitan penguatan kapasitas bagi LMDH sangat perlu dalam rangka memberdayakan pengurus LMDH. Bila kualitas kinerja pengurus LMDH sudah memadai, diharapkan mereka dapat lebih aktif dan konsisten mensosialisasikan program LMDH kepada pesanggem (penggarap). Melalui kerjasama dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan kelembagaan yang ada, sosialisasi program LMDH diharapkan dapat membangkitkan antusias pesanggem (penggarap) dalam program LMDH.

Pelaksanaan program LMDH di Desa Glandang menunjukkan bahwa upaya LMDH dalam merubah taraf hidup pesanggem (penggarap) dan mengembangkan kapasitas kelembagaan setempat, ternyata belum diimbangi dengan pengakaran kelembagaan masyarakat setempat. Prakarsa dan dukungan yang memadai dari pelaku-pelaku pembangunan lokal lainnya, seperti pemerintah desa, pengusaha, dan LSM sudah terlihat namun belum optimal, sehingga kerjasama dan gerakan sinergis yang optimal antara pelaku-pelaku pembangunan lokal tersebut dalam meningkatkan taraf hidup pesanggem belum terwujud.

Seperti yang dikatakan salah seorang tokoh masyarakat Desa Glandang, Bapak SW :

“LMDH yang ada di Desa Glandang walaupun sudah berbadan hukum dan memiliki anggaran dasar organisasi masih perlu di tingkatkan kinerja pengurusnya dan menjalin kerjasama dengan pemerintah desa, sehingga diperlukan kegiatan-kegiatan penguatan kelembagaan yang ditujukan untuk meningkatkan kinerja dan SDM pengurus LMDH “

Berdasarkan data hasil kajian evaluasi yang dilakukan sebenarnya LMDH sebagai kelembagaan masyarakat yang mengakar sudah berpihak kepada masyarakat golongan bawah, menyuarakan aspirasi masyarakat dan menjadi motor penggerak penanggulangan kemiskinan berdasarkan prinsip-prinsip pengembangan masyarakat. Pelaksanaan program-program LMDH bisa dikatakan lebih berhasil dibandingkan dengan model-model pengembangan masyarakat lainnya yang pernah ada di Desa Glandang. Dalam hal ini LMDH perlu untuk menerapkan dan meningkatkan asas-asasnya atau prinsip-prinsip  pengembangan masyarakat.

Keberhasilan yang selama ini telah dicapai LMDH dalam pelaksanaan program-programnya berdasarkan asas-asas pengembangan masyarakat, bisa menjadi peluang untuk menciptakan keberlanjutan dalam upaya-upaya kepada peningkatan kesejahteraan pesanggem (penggarap) dan keseimbangan ekologi yang dilaksanakan secara mandiri oleh pesanggem (penggarap).

Beberapa persoalan kinerja LMDH yang dijumpai dalam implementasi programnya saat ini diidentifikasi sebagai berikut :

  • a. Kinerja LMDH yang terbentuk selama ini masih belum cukup berkemampuan (mandiri) dalam menumbuh kembangkan kapasitasnya sendiri untuk melayani tuntutan kebutuhan nyata dari dinamika pembangunan di masyarakat. Hal ini dipengaruhi oleh faktor internal, yang meliputi keanggotaan, kepengurusan, alat kelengkapan organisasi, dan dipengaruhi faktor eksternal, kebijakan pemerintah dan kelembagaan lain.
  • b. Tujuan utama LMDH yang semula, yakni pemberdayaan kepada pesanggem (penggarap) melalui berbagai program-program di sektor pengelolaan sumber daya hutan dan peningkatan taraf hidup pesanggem (penggarap), belum sepenuhnya terlaksana.
  • c. LMDH belum sepenuhnya berorientasi kepada pesanggem (penggarap) miskin serta belum mampu mengakses berbagai sumber daya yang ada maupun sumber daya luar bagi kepentingan peningkatan taraf hidup pesanggem (penggarap). Dalam implementasi LMDH baru berorientasi pada penggarapan lahan tetak hutan yang masih kosong, sehingga beberapa hektar petak hutan dikerjasamakan dalam penggarapannya dengan pihak ketiga (PG. Sumberharjo Pemalang) dengan ditanami tebu. Selain itu adanya beberapa pesanggem dari luar Desa Glandang yang diperbolehkan menggarap petak hutan pangkuan Desa Glandang.
  • d. Kepengurusan LMDH sebagian besar tidak cukup mengakar, walaupun sudah melalui mekanisme pemilihan langsung oleh seluruh warga Desa Glandang. Pengurus LMDH masih mempuyai hubungan kekerabatan dengan kepala desa, yang berpengaruh terhadap keanggotaan pengurus didominasi oleh orang-orang yang dekat dengan kelompok tertentu.
  • e. LMDH sudah memiliki AD / ART secara tertulis dan sudah berbadan hukum yang dapat memperkuat dalam menjalankan program-programnya, namun manajemen kelembagaan LMDH belum berjalan dengan baik. Pelaksanaan tugas masing-masing seksi atau bagian belum dijalankan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang tercantum dalam anggaran rumah tangga LMDH.

Persoalan di atas diungkapkan oleh Ketua LMDH “Karya Lestari” Desa Glandang Bapak Sri Budi P :

“Kondisi LMDH sekarang ini belum bisa berbuat banyak bagi peningkatan taraf hidup masyarakat Desa Glandang. Kami menyadari pengurus LMDH baik dari segi kuantitas apalagi kualitas, belum bisa menunjang programprogram LMDH. Belum lagi masalah dana yang sangat minim dan dukungan dari pemerintah desa, kecamatan, dan kabupaten yang masih belum ada”

Berbijak pada persoalan strategis di atas, maka beberapa hal yang menjadi landasan pemikiran bahwa kegiatan penguatan kapasitas kelembagaan LMDH sesungguhnya diperlukan sebagai sebuah upaya menyiapkan dan mengantarkan LMDH untuk memasuki tantangan tugas dan fungsinya sesuai dengan LMDH paradigma baru, yaitu :

  • a. LMDH yang mandiri marupakan “Kunci Strategis” bagi upaya keberlansungan penanggulangan kemiskinan dan pembangunan.
  • b. Diperlukan reorientasi pemahaman LMDH paradigma baru yang berbasis nilai-nilai kemanusiaan dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan di LMDH dan masyarakat serta stakeholders tingkat desa.
  • c. Perlunya pelembagaan proses-proses pembangunan partisipatif melalui pelaksanaan siklus kegiatan LMDH dengan pendekatan baru.
  • d. Diperlukan restrukturisasi kelembagaan dan perbaikan manajemen LMDH serta agar lebih berpihak pada pesanggem (penggarap) golongan bawah, mengakar dan mampu menjadi motor penggerak di bidang pengelolaan sumber daya hutan dan peningkatan kesejahteraan secara mandiri dan berkelanjutan.
  • e. Disadari bahwa untuk menumbuhkembangkan kapasitasnya, perlu diberikan bantuan teknis sehingga mampu mengakses berbagai sumberdaya internal dan eksternal yang diperlukan .

Keberadaan LMDH yang belum sepenuhnya mencerminkan sebagai lembaga masyarakat seperti yang diharapkan, diungkapkan oleh Bapak SH. Ketua Lembaga mitra Pemerintahan Desa Glandang :

“Keberadaan LMDH di Desa Glandang saat ini belum dapat diketahu secara umum oleh seluruh anggota masyarakat Desa Glandang, baru diketahu oleh anggota LMDH yang berasal dari orang-orang yang sebelumnya sudah menggarap dulu melalui penjarahan sebelum LMDH terbentuk, sementara masih banyak anggota masyarakat Desa Glandang yang berasal dari keluarga miskin belum ikut terlibat. Disamping itu banyaknya anggota yang berasal dari orang luar daerah yang ikut menggarap/ mengelola petak lahan garapan”

Penjelasan lain tentang keberadaan LMDH diperoleh dari pengurus LMDH yang memberi keterangan bahwa sejak awal pembentuknya pelaksanaan program LMDH di Desa Glandang lebih banyak mengurusi permasalahan lahan yang belum digarap, sehingga dengan prinsip yang penting ada yang mau menggarap akhirnya satu orang bisa menggarap atau menguasai petak hutan, dan orang luar pun bisa ikut menggarap petak hutan, sehingga terkesan tidak adanya pemerataan dan keadilan dalam hal ini.

Kenyataan di atas mengindikasikan bahwa persepsi pelaksana/ pengelola kegiatan belum sepenuhnya mewakili peranan sesungguhnya dari kapasitas yang diinginkan dalam pelaksanaan program PHBM dalam proses pengembangan masyarakat untuk mewujudkan kelembagaan LMDH sebagai wadah perjuangan LMDH tidak dijadikan instrumen membangun kebersamaan, kepedulian, dan tanggung jawab bersama serta menggali nilai-nilai luhur kemanusiaan dan kemasyarakatan, sebaliknya pesan-pesan moral terlupakan oleh kepentingan-kepentingan pribadi yang bertentangan dengan nilai-nilai yang diusung oleh LMDH sehingga upaya pemberdayaan masyarakat golongan bawah dapat terabaikan.

Melihat situasi dan kondisi demikian perlu dilakukan perbaikan kinerja LMDH yang meliputi pelayanan, pengelolaan, kepemimpinan dan manajemen. Sehingga akan terjadi keseimbangan, keberlanjutan, kesesuaian dan keselarasan antara Perum Perhutani, pesanggem (penggarap) dan pihak yang berkepentingan sesuai dengan jiwa dan prinsip dasar PHBM.

Baik faktor pendorong maupun penghambat bagi kekuatan LMDH dalam melaksanakan program-program pengembangan masyarakat dapat berasal dari dalam diri (internal) maupun dari luar LMDH (eksternal) yang dapat merupakan indikator dari variabel pelayanan, pengelolaan, kepemimpinan dan manajemen.

Faktor pendorong yang paling kuat dari dalam LMDH adalah adanya kebutuhan akan peningkatan kemampuan kinerja dari pengurus LMDH, sedangkan dari luar adalah adanya kesempatan untuk melaksanakan programprogramnya dan dukungan dari berbagai pihak. Faktor penghambat dari dalam LMDH adalah berkaitan dengan keanggotaan dan kepengurusan, sedangkan faktor penghambat dari luar adalah berkaitan dengan norma/ aturan dan jaringan kerjasama dengan kelembagaan lain.

Kekuatan pendorong yang ada dalam suatu masyarakat dapat membantu berlangsungnya proses perubahan berencana dalam konteks pengembangan dan pemberdayaan masyarakat golongan bawah, sehingga proses perubahan itu bisa menjadi lebih cepat. Tanpa ada kekuatan pendorong, maka setiap orang, kelompok, organisasi dan masyarakat secara keseluruhan tidak dapat bergerak untuk melakukan perubahan. Dengan demikian, kekuatan pendorong harus ada atau diciptakan terlebh dahulu pada awal proses perubahan dan kehadirannya harus dipertahankan selama proses perubahan berlangsung.

Kekuatan pendorong dalam penguatan kelembagaan LMDH dalam program pemberdayaan masyarakat dalam sektor pengelolaan sumber daya hutan dapat ditemukan dalam kehidupan pesanggem (penggarap) masyarakat Desa Glandang yang mempunyai ciri-ciri; 1) merasa tidak puas dengan situasi dan kondisi yang belum terpenuhi; 2) rasa bersaing untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan kehidupan yang timbul karena tuntutan biologis, psikologis atau sosiologis sehingga mendorong terjadinya perubahan di pesanggem (penggarap) dan; 3) menyadari adanya kekurangan dan karena itu berusaha untuk mengejar kekurangan tersebut.

Berdasarkan kajian pengembangan masyarakat yang telah dilakukan dapat diidentifikasikan faktor lain pendorong bagi penguatan kelembagaan LMDH dalam pelaksanaan program-programnya. Hal ini terungkap melalui serangkaian wawancara mendalam, diskusi kelompok, dan Focused Group Discussion (FGD) dengan informan yang menginginkan kelembagaan LMDH berkemampuan untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan kelompok pesanggem (penggarap), khususnya yang belum pernah berpartisipasi dalam kegiatan LMDH.

Faktor penghambat terhadap kelancaran pelaksanaan program-program LMDH yang muncul dari pesanggem (penggarap) dapat dilihat dari kekuatan bertahan yang berdasarkan tujuan untuk mempertahankan kondisi dan situasi yang ada dalam kehidupan masyarakat. Kekuatan bertahan ini di tunjukkan oleh sikap menentang setiap inovasi baru yang diluncurkan LMDH melalui programprogramnya sehingga ada kelompok pesanggem (penggarap) yang menduga akan menimbulkan perubahan terhadap kondisi yang selama ini telah dimiliki dan dipertahankan oleh mereka. Sikap bertahan dapat bersumber dari perasaan takut mengalami kegagalan, ketidaktahuan terhadap inovasi yang akan diterapkan, apatis, keinginan mempertahankan tradisi tertentu atau sumber daya untuk mengadakan perubahan terbatas.

Kondisi seperti diatas terlihat jelas pada kelompok pesanggem (penggarap) Desa Glandang yang tidak mau ikut terlibat secara langsung dalam program LMDH. Mereka kurang mendukung dengan program LMDH di Desa Glandang seperti yang diungkapkan salah seorang pesanggem (penggarap), Bapak PL :

“Saya hanya tahu sedikit tentang keberadaan LMDH di Desa Glandang, sehingga saya kurang tertarik dengan program kegiatan yang dilakukan oleh LMDH, dan saya merasakan tidak adanya bedanya antara mereka yang sudah tercatat sebagai anggota resmi dengan yang belum tercatat sebagai anggota, oleh karena itu sampai saat ini belum mendaftarkan diri sebagai pesanggem (penggarap) ke LMDH. Disamping itu tidak ada perbedaan antara sebelum ada LMDH dengan setelah adanya LMDH di Desa Glandang, karena sebelum LMDH terbentuk masyarakatpun juga sudah sebagian besar sudah menggarap lahan petak hutan dari menjarah, disamping itu kurang adanya pemerataan dan keadilan karena banyak warga masyarakat dari luar desa Gladang yang ikut menggarap petak hutan tanpa adanya batasan yang jelas “

Situasi seperti di atas bisa menjadi menurunkan motivasi bagi pesanggem (penggarap) untuk berpartisipasi dalam program LMDH. Bila hal ini dibiarkan berlanjut dan tidak ada solusinya, maka akan mempengaruhi tertib administrasi dalam LMDH. Situasi seperti ini tentu akan merugikan LMDH. Pengurus LMDH akan menanggung beban moral kepada warganya karena dianggap tidak sanggup menjalin hubungan baik dengan pesanggem (penggarap) di Desa Glandang. Efek lebih jauh, tentu akan menghambat pelaksanaan program LMDH selanjutnya. Mengenai hal ini Ketua LMDH Desa Glandang Bapak Sri Budi P. Memberikan konfirmasi :

“Kami dari LMDH sangat sulit untuk mengajak para pesanggem (penggarap) untuk mendaftarkan diri secara resmi ke LMDH untuk tertibnya administrasi LMDH, dan mengusir mereka yang bukan warga Desa Glandang yang ikut menggarap petak hutan, karena untuk saat ini kami mempunyai program bagaimana semua petak hutan itu bisa digarap, sehingga tidak terlalu lama lahan hutan itu tidak dimanfaatkan, tapi secara perlahan kami mencoba untuk mendekati mereka untuk mendaftarkan diri dan mengurangi jumlah petak hutan yang digarap bagi pesanggem (penggarap) yang berasal dari luar Desa Glandang“

Mengenai status dan keberadaan warga yang berasal dari luar Desa Glandang yang ikut menggarap petak hutan di Desa Glandang diungkapkan oleh ketua Ketua LMDH, Bapak Sri Budi :

“Sebagai pengurus LMDH di Desa Glandang, saya tidak ingin adanya keributan di Desa Glandang kaitannya dengan pembagian petak hutan. Saya tidak mengerti apakah mereka dilarang atau tidak untuk ikut serta menggarap lahan petak hutan, karena sebelum LMDH terbentuk mereka sudah pada menggarap petak hutan. Yang jelas mereka siap untuk mengikuti peraturan yang ada dalam LMDH yang harus ditaati, dan merekapun sebenarnya penduduk tetangga desa dan berada di sekitar hutan pangkuan Desa Glandang”.

Di sisi lain keberadaan warga yang bukan berasal dari tetangga Desa Glandang yang ikut menggarap petak hutan memang tidak menyalahi peraturan yang ada dalam LMDH. Mereka menyadari dan memahami ketentuan peraturan yang tidak membolehkan untuk ikut serta sebagai penggarap (pesanggem) di Desa Glandang. Sudah menjadi tugas LMDH serta tanggung jawab pemerintah dan masyarakat untuk mencari solusi terbaik dalam menyelesaikan masalah tersebut.

Faktor penghambat yang tumbuh dari pesanggem (penggarap) juga dapat timbul atau di sebabkan oleh : (1) adanya kekuatan-kekuatan di masyarakat yang bersaing untuk memperoleh pengaruh dan dukungan seluruh masyarakat dalam proses pengelolaan sumber daya hutan di Desa Glandang. (2) kerumitan inovasi baru yang diperkenalkan untuk menimbulkan perubahan dan (3) terbatasnya sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan perubahan tersebut.

Harapan LMDH untuk menjadikan LMDH mandiri sebagai salah satu syarat bagi proses pembangunan berkelanjutan di sektor pengelolaan sumber daya hutan dan peningkatan taraf hidup masyarakat mendapat berbagai kendala, seperti adanya kesenjangan antara konsep dan implementasinya juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pendorong dan penghambat terwujudnya LMDH yang mandiri.

Dalam pelaksanaan kegiatan penguatan kelembagaan LMDH, prinsipprinsip LMDH harus sesuai dengan prinsip-prinsip pengembangan masyarakat yang menjadi acuan, landasan dan penerapan dalam seluruh proses kegiatan yang meliputi pelayanan, pengelolaan, kepemimpinan dan manajemen. Prinsipprinsip tersebut harus dijunjung tinggi, ditumbuhkembangkan serta dilestarikan oleh semua pelaku dan stakeholder yang berkaitan dengan kegiatan LMDH.

Prinsip-prinsip yang diperlukan LMDH adalah sebagai berikut :

a. Demokrasi

Prinsip demokrasi belum sepenuhnya diaplikasikan dalam pelaksanaan kegiatan LMDH, setelah melihat proses dalam pengambilan keputusan dalam rapat-rapat pengurus dan anggota LMDH, keputusan diserahkan sepenuhnya pada ketua LMDH.

b. Partisipasi

Prinsip partisipasi belum sepenuhnya dijalankan pelaksanaan kegiatan LMDH, pesanggem (penggarap) anggota LMDH berpartisipasi baru sebatas pada pengelolaan lahan hutan dengan sistem tumpangsari, sedangkan partisipasi mereka terhadap ketaatan terhadap norma/ aturan yang sudah ditetapkan oleh LMDH sanggat rendah sekali, hal tersebut terlihat dari keengganan mereka untuk mendaftarkan diri sebagai anggota LMDH yang dibuktikan dengan kepemilikan buku anggota dan tidak maunya memenuhi kewajiban menyetorkan iuran bulanan ke LMDH.

c. Transparansi dan Akuntabilitas

Prinsip transparansi dan akuntabilitas belum dijalankan dalam pengelolaan keuangan LMDH, yang berkaitan dengan keuangan di anggota pengurus tidak tahu, selain anggota, karena uang yang masuk disimpan oleh ketua LMDH. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Bpk. YY salah seorang anggota pengurus saat ditanya tentang hasil usaha LMDH dari hasil sharing dengan PG. Sumberharjo, dia mengatakan sebagai berikut :

“ Saya tidak tahu menahu tentang hasil sharing tersebut, kalau ingin tahu tentang keuangan hasil sharing kerjasama dengan PG. Sumberharjo tanya langsung saja ke ketua LMDH”

Sosialisasi tentang keberadaan LMDH merupakan sarana ampuh untuk menarik minat pesanggem (penggarap) berpartisipasi dalam pelaksanaan program LMDH. Namun, sampai sejauh ini upaya sosialisasi mengenai LMDH masih belum optimal dijalankan, sehingga banyak pesanggem (penggarap) yang belum memahami mengenai program LMDH, seperti yang diungkapkan oleh Bapak Sht :

“ Mengenai LMDH saya tidak tahu sama sekali, hanya pernah mendengar dari orang lain. Katanya LMDH itu melaksanakan kegiatan pada masalah pelestarian hutan dengan sistem bagi hasil antara warga dengan pihak Perum Perhutani, namun para pesanggem (penggarap)/ petani hutan belum tahu aturan yang ada dalam LMDH “.

Transparansi program pengembangan masyarakat di Desa Glandang belum dilaksanakan sepenuhnya oleh LMDH maupun Pemerintah Desa. Hal ini nampak banyaknya pesanggem (penggarap) yang belum mengetahui tentang adanya lembaga LMDH. Mereka mendengar kalau di desanya ada LMDH dari masyarakat yang terlibat dalam LMDH, informasi lebih jauh tentang LMDH tidak diketahuinya.

Berdasarkan hasil evaluasi kegiatan pengembangan masyarakat di Desa Glandang pada Praktek Lapangan II (PL-II), bahwa dampak PHBM dan peran LMDH terhadap peningkatan taraf hidup pesanggem (penggarap)/ penggarap masih rendah. Hal ini selain disebabkan oleh pola akses dan kontrol sumberdaya manusia dalam PHBM yang belum optimal, juga karena kinerja LMDH yang belum transparan dalam pengelolaan dan dalam memberikan pelayanan terhadap anggotanya.

Prinsip desentralisasi sudah dijalankan, dimana pengambilan keputusan dalam hal penentuan rancangan program diserahkan pada pesanggem (penggarap) dan LMDH, pihak Perum Perhutani menyerahkan hal ini disesuai dengan kondisi wilayah setempat. Disamping prinsip-prinsip seperti diatas diperlukan oleh LMDH ternyata diperlukan juga nilai-nilai penunjang pelaksanaan program-program di LMDH. Nilai-nilai tersebut adalah bahwa belum semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan/ program LMDH dapat dipercaya. Hal ini terbukti dengan munculnya kasus yang terjadi di kepengurusan yang berkaitan dengan hasil tebangan pohon yang diselewengkan oleh salah seorang anggota pengurus LMDH. Demikian juga yang terjadi pada pesanggem (penggarap), mereka tidak melakukan pemupukan sesuai dengan ukuran yang harus diberikan. Pesanggem mempunyai motivasi adanya sisa pupuk yang ada dibawa pulang untuk dijual. Hal ini dibenarkan oleh salah seorang warga masyarakat yang melihat praktek-praktek demikian yang dilakukan oleh pesanggem (penggarap). Perngurus dalam melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan LMDH belum sepenuhnya didasari dengan perasaan tulus dan ikhlas memberikan kontribusi bagi pembenahan lingkungan dan peningkatan kesejahteraan pesanggem (penggarap), akan tetapi adanya motivasi dibalik aktifnya kegiatan pengelolaan hutan bersama masyarakat, yaitu ingin mendapatkan hasil dari pengelolaan petak hutan dan sharing. Hal tersebut seperti disampaikan oleh bpk. Msl, sebagai berikut :

“ Dengan masuk menjadi anggota LMDH saya berharap akan mendapatkan pendapatan tambahan dari pengelolaan petak hutan dan dari hasil sharing untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin berat”.

Belum semua unsur yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan LMDH berlaku jujur. Hal ini terbukti dengan adanya konflik antar pengurus berkaitan dengan pengelolaan uang hasil sharing dan hasil penjualan kayu tebangan. Hal ini seperti disampaikan oleh Bpk Shn, sebagai berikut :

“ Dalam LMDH pernah terjadi konflik antar anggota pengurus berkaitan dengan uang hasil penjualan kayu tebangan yang diselewengkan oleh oknum anggota pengurus LMDH, namun setelah melalui perundingan akhirnya oknum tersebut bersedia untuk mengembalikan uang tersebut’.

Disamping itu adanya ketidak jujuran yang dilakukan oleh oknum pesanggem berkaitan dengan kegiatan pemupukan. Prinsip keadilan belum dijunjung tinggi, adanya kesenjangan dalam pembagian lahan garapan pada pesanggem, dengan prinsip siapa yang mampu tenaganya bisa mengolah petak hutan dengan petak hutan yang luas juga. Belum adanya kesetaraan antara lakilaki dan perempuan dalam pengelolaan hutan, pesanggem (penggarap) didominasi oleh pihak laki-laki, dan adanya ketidak setaraan antara pesanggem (penggarap) yang dulu memperoleh petak garapan hutan dengan menjarah dengan mereka yang tidak menjarah. Mereka yang menjarah mempunyai lahan garapan petak hutan lebih luas dan strategis. Hal ini seperti disampaikan Bpk. Krn, sebagai berikut :

“ Petak hutan yang strategis sebagian besar digarap oleh pesanggem yang dulu menjarah, mereka lebih diprioritaskan oleh pengurus, dengan alasan tidak semua warga Desa Glandang mempunyai jiwa bertani dan berkebun”.

Prinsip kebersamaan

Dan mereka lebih diprioritaskan oleh pengurus, dengan alasan tidak semua orang desa mempunyai jiwa bertani dan berkebun. Prinsip kebersamaan dalam keseragaman dalam LMDH belum dilaksanakan, hal ini terlihat adanya

“ Petak hutan yang strategis sebagian besar digarap oleh pesanggem yang dulu menjarah hutan, merka lebih diprioritaskan oleh pengurus, dengan alasan tidak semua warga Desa Glandang mempunyai jiwa bertani dan berkebun”.

Prinsip kebersamaan dalam keseragaman dalam LMDH belum dilaksanakan, hal ini terlihat adanya ketidakbersamaan antar anggota dan antar pengurus. Hal ini didukung adanya pernyataan Bpk. Yy, sebagai berikut :

“ Saya sekarang kurang aktif dalam kegiatan LMDH, karena anggota pengurus hanya mementingkan diri sendiri, demikian juga para anggota pesanggem (penggarap) hanya berorientasi pada penggarapan lahan, sedangkan kerjasama dengan LMDH kurang sekali”.

Beberapa penjelasan di atas menunjukan bahwa pencapaian tujuan LMDH dengan terbangunnya LMDH yang mandiri dan berfungsi sebagai agen pemberdayaan masih perlu terus ditingkatkan.

6.4 Kinerja LMDH Desa Glandang

Berdasarkan hasil penelitian, maka kinerja Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Desa Glandang dapat digambarkan dari beberapa aspek sebagai berikut :

1. Pelayanan

Pesanggem (penggarap) di sekitar wilayah hutan ini biasanya berada dalam kondisi miskin dan melakukan kegiatan-kegiatan sehari yang berinteraksi dengan sumberdaya hutan untuk mendukung kehidupannya. Aktivitas-aktivitas yang mereka lakukan biasanya adalah mencari kayu bakar dan mengumpulkan daun-daun jati untuk dijual.

Secara umum kondisi rendahnya taraf hidup para pesanggem (penggarap) di Desa Glandang disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan pesanggem (penggarap). Rendahnya tingkat pendidikan tersebut menyebabkan mereka tidak  dapat bersaing dalam lapangan pekerjaan yang tersedia. Sebagian besar diantara mereka hanya bekerja sebagai buruh pertanian maupun bangunan. Hasil pendapatan yang mereka peroleh dari pekerjaan sebagai buruh ternyatamasih rendah dan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Akibat belum terpenuhinya kebutuhan keluarga maka sebagian besar diantara mereka berada dalam taraf hidup yang rendah.

Kondisi di atas diperkuat berdasarkan informasi di lapangan dari beberapa responden diantaranya yang menyatakan :

  • Rln “ Selama ini penghasilan saya sebagai buruh tani sangat kecil dan terkadang belum mencukupi untuk membiayai keperluan keluarga, Ya maklumlah pendidikan saya hanya tamat SD saja. Jadi tidak bisa mencarai pekerjaan lain yang lebih baik. Apalagi sekarang ini usaha di bidang pertanian sedang sulit, jadi penghasilan saya jadi ikut berkurang ”.
  • St “ Pekerjaan sebagai buruh tani itu sekarang ini hasilnya tidak tentu karena sekarang ini pengolahan sawah lahan pertanian sudah menggunakan alat traktor (mesin) sehingga jadi berkurang. Apalagi jumlah tanggungan keluarga saya banyak (4 orang) jadi terkadang penghasilan saya kurang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sementara untuk mencari pekerjaan lain susah karena saya hanya tamat SD ”.

Pekerjaan pesanggem sebagai buruh tani tentunya memerlukan lahan sebagai faktor produksi. Sebagai buruh tentunya mereka mengolah lahan yang bukan milik sendiri. Mereka biasanya mengolah lahan pertanian milik orang lain dengan sistem mertelu (hasil pertanian 2/3 untuk pemilik lahan dan1/3 untuk penggarap/ buruh tani). Dengan sistem pembagian hasil tersebut, mengakibatkan rendahnya kondisi penghasilan buruh tani, sehingga pada akhirnya menyebabkan mereka semakin semakin dalam taraf hidup yang sulit. Melalui program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), Perum Perhutani melalui LMDH memberikan kesempatan kepada pesanggem (penggarap) di sekitar hutan untuk mengolah lahan di sekitar tegakan tanaman hutan dengan tanaman-tanaman palawija seperti jagung, singkong,pisang dan kacang tanah.

Rendahnya kapasitas anggota pesanggem (penggarap) di sekitar hutan pangkuan LMDH Desa Glandang dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Rendahnya pengetahuan dan ketrampilan

Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi kelompok dengan pesanggem (penggarap) di sekitar hutan menunjukan bahwa sebagian besar memiliki pendidikan yang tergolong rendah. Sebagaian besar diantara mereka berpendidikan SD dan hanya sedikit yang berpendidikan menengah ke atas. Rendahnya pendidikan warga pesanggem (penggarap) di sekitar hutan berpengaruh terhadap mata pencaharian mereka. Oleh karena itu, sebagian besar diantara mereka hanya memiliki ketrampilan di bidang pertanian. Ketrampilan yang dimiliki warga pesanggem (penggarap) di bidang pertanian juga hanya terbatas pada penanaman, perawatan dan pemanenam tanaman yang hasilnya lamngsung dijual. Hal tersebut didukung oleh beberapa pernyataan responden sebagai berikut :

  • Blm “ Pengetahuan dan ketrampilan yang saya miliki hanya berkaitan dengan pekerjaan sebagai buruh tani, seperti mencangkul, menanam dan memanen padi, Dengan bekal pengetahuan dan ketrampilan tersebut saya melakukan pekerjaan sebagi buruh tani dengan membantu menggarap sawah dari pemilik tanah sawah “.
  • Ts “ Disamping memiliki pengetahuan dan ketrampilan bidang pertanian, saya juga memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam pertukangan (bangunan). Pada saat setelah tanam dan menunggu panen biasanya saya mencari pekerjaan tambahan dengan pergi ke kota untuk menjadi buruh bangunan ”.
  • Bj “ Karena pekerjaan saya sebagai buruh tani maka pengetahuan dan ketrampilan yang saya miliki adalah yang berkaitan dengan pengolahan lahan dan penanaman, perawatan dan pemanenan tanaman khusunya padi ”.

Sementara itu melalui program PHBM, masyarakat mengharapkan agar pihak Perum Perhutani memberikan pelatihan ketrampian pengolahan hasil pertanian agar nilai jualnya menjadi bertambah sehingga penghasilan mereka dapat meningkat. Salah seorang responden bernama Tn menyatakan bahwa :

“ Saya mengharapkan adanya program kerja LMDH yang memberikan pelatihan wirausaha industri rumahtangga serta memberikan modal usaha bagi kami sehingga dapat menerapkan ketrampilan berdagangnya untuk memasarkan hasil usahanya tersebut “.

b. Terbatasnya sumber pendapatan

Rendahnya pengetahuan dan ketrampilan warga pesanggem (penggarap) mengakibatkan mereka hanya bisa menggantungkan sumber pendapatannya di bidang pertanian (buruh tani). Rendahnya penghasilan sebagai buruh tani mengakibatkan mereka berada dalam kondisi dalam taraf hidup yang rendah, apalagi berkurangnya lapangan pekerjaan dalam pengolahan lahan pertanian yang sudah digantikan dengan peratan pertanian dengan sistem mesin (traktor), mengakibatkan makin rendahnya penghasilan mereka yang semakin tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Beberapa pernyataan responden yang menjelaskan rendanya penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan keluarga, antara lain :

  • Snr

“ Saat ini saya menjadi buruh tani dengan mengerjakan sawah yang dimiliki oleh orang lain. Dari pekerjaan sebagi buruh tani, penghasilan saya masih belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan pendidikan anak-anak. Untung saja istri saya membantu memperoleh penghasilan tambahan dari berjualan warung kecil-kecilan ”.

  • Nur

“ Karena penghasilan dari buruh tani tidak tentu , maka penghasilan yang saya peroleh belum cukup untuk memenuhi kebutuhan keluaarga. Untuk itu saya memanfaatkan kesempatan yang diberikan pihak Perum Perhutani untuk mengolah lahan sekitar hutan. Karena kebetulan saya juga sering ke hutan untuk mencari rumput dan kayu bakar. Pendapatan yang saya peroleh dari tanaman yang saya tanam di sekitar hutan juga lumayan dan bisa menambah pendapatan keluarga “.

Untuk menambah penghasilan/ pendapatan warga peanggem, maka melalui program PHBM pihak Perum Perhutani memberikan kesempatan kepada warga pesanggem (penggarap) di sekitar hutan untuk mengolah lahan-lahan sekitar hutan.

Selain itu, biasanya jika tidak sedang mengolah lahan, warga masyarakat biasanya mencari sumber penghasilan lain dengan mengumpulkan kayu bakar dan daun-daun jati dari hutan, mencari perkerjaan serabutan lainnya atau mencari pekerjaan di kota dengan menjadi buruh bangunan. c. Terbatasnya kepemilikan aset

Berdasarkan hasil observasi terhadap kondisi kehidupan pesanggem (penggarap) di sekitar hutan menunjukkan bahwa pesanggem (penggarap) memiliki aset yang sangat terbatas.

Kondisi rumah mereka sebagian besar semi permanen dengan kondisi antara lain :

  • Sebagian diantara mereka hanya memiliki rumah gubug dan sebagian hanya tembok dibagian ruang tamu.
  • Sebagian diantara mereka rumahnya berlantai tanah dan sebagian lagi berlantai plester semen.
  • Di ruang tamu hanya ada meja kursi sederhana dan tyidak memiliki TV.
  • Sebagian diantara mereka memiliki fasilitas MCK sementara sebagian lagi tidak memiliki fasilitas MCK.
  • Energi untuk memasak sehari-hari masih menggunakan kayu bakan.

2. Pengeloalaan

Kepengurusan Lembaga Masyarakat desa Hutan (LMDH) di Desa Glandang dibentuk setelah melalui berbagai tahapan kegiatan, yaitu :

  • tahap awal yaitu sosialiasi program PHBM yang dilaksanakan oleh Perum Perhutani yang dihadiri oleh aparat desa, LPMD, BPD dan perwakilan pesanggem (penggarap) di sekitar hutan. Kegiatan ini dilakukan pada awal Oktober 2004 yang bertujuan untuk membuka wawasan pesanggem (penggarap) tentang program PHBM.
  • Kegiatan selanjutnya berupa pertemuan yang yang diselenggarakan aparat desa pada pertengahan bulan Oktober 2004 yang dihadiri oleh LPM, BPD dan perwakilan masyarakat desa di sekitar hutan. Kegiatan ini bertujuan untuk membentuk LMDH Desa Tonjong dan memilih kepengurusan LMDH Desa Glandang. Kegiatan ini berhasil membentuk LMDH Desa Glandang dengan nama “Karya Lestari” dan menyusun kepengurusan LMDH.
  • Pembentukan LMDH “Karya Lestari” dan kepengurusan tersebut kemudian di kukuhkan dalam Akte Notaris Nomor 81 Tanggal 30 Nopember 2004 tentang Akte Pendirian.

Berkaitan dengan struktur kepengurusan beberapa informan menyatakan bahwa struktur kepengurusan dalam LMDH “Karya Lestari” telah mewakili unsur yang ada dalam masyarakat. Kr selaku perngkat Desa Glandang menyatakan :

“ Pengurus LMDH diambil dari semua unsur dalam masyarakat. Dari unsur aparat bertujuan agar dapat berhubungan dengan pemerintah di tingkat kecamatan maupun kabupaten. Dari unsur organisasi LPMD dan BPD diharapkan dapat memimpin dan mengorganisir pesanggem (penggarap) ”.

SBD selaku Ketua LMDH juga menyatakan bahwa :

“ Berkaitan dengan personel kepengurusan, bahwa secara umum sebenarnya personel kepengurusan sudah lengkap, artinya semua unsur yang terkait dalam pengelolaan sumberdaya hutan sudah terlibat. Perwakilan dari aparat desa dan organisasi lokal sudah ada, sedangkan yang menyangkut sasaran utama program yaitu pesanggem (penggarap) sekitar hutan sudah terwakili dengan adanya pesanggem yang terlibat dalam kepengurusan ”.

Berdasarkan pernyataan kedua informan diatas, maka dapat dijelaskan bahwa struktur kepengurusan dalam LMDH “Karya Lestari” ternyata telah terwakili unsur-unsur yang ada dalam masyarakat Desa Glandang. Namun disamping dari pernyataan kedua informan tersebut ada informan yang bernama Pln menyatakan :

“ Pengurus LMDH hanya didominasi dari kelompok tertentu yang mendukung kelompok tertentu dalam pemerintahan desa, sehingga dalam struktur kepengurusan tidak mencerminkan adanya keterwakilan dari semua unsur yang ada di desa “.

Pernyataan tersebut didukung oleh Sht yang menyatakan bahwa :

“ Personel kepengurusan LMDH hanya diambil dari orang-orang yang dekat kelompok tertentu yang ada di desa “.

Tidak adanya keterlibatan semua unsur dalam masyarakat desa mengakibatkan adanya kelompok tertentu yang tidak mendukung pelaksanaan kegiatan dan program kireja LMDH. Namun demikian kenyataan di lapangan menunjukkan saat ini kondisi kepengurusan LMDH dapat berjalan dengan aktif, namun dukungan dari pesanggem (penggarap) masih rendah, sehingga dalam setiap kegiatan pertemuan yang hadir sebagian besar hanya pengurus LMDH. Pertemuan pengurus dengan pesanggem (penggarap) yang diagendakan dilaksanakan setiap bulan tidak dapat berjalan. Tidak berjalannya kegiatan pertemuan bulanan tersebut dikarenakan kurang aktifnya pesanggem (penggarap) dan tidak adanya pendanaan untuk kegiatan tersebut.

Administrasi kepengurusan, kas organisasi dan buku anggota tidak berjalan dengan baik, hal ini disebabkan tidak adanya pendanaan baik dari internal anggota dan belum bisanya pengurus dalam mengakses dana-dana yang bersumber dari pihak Perum Perhutani. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Egt yang menyatakan bahwa :

“ Pada awal kepengurusan telah dilakukan pendataan pesanggem (penggarap) yang dimungkinkan bisa menjadi anggota yang dilakukan oleh sekretaris LMDH, berkas tersebut sekarang masih tersimpan pada ketua. Sedangkan mengenai buku anggota dan agenda kegiatan sekarang masih disimpan oleh ketua LMDH juga. Adanya rasa keengganan dari pesanggem (penggarap) untuk membuat buku anggota, karena tidak adanya bedanya antara yang sudah punya buku anggota dengan yang belum punya buku anggota”.

Walaupun secara umum kondisi kepengurusan LMDH berjalan, namun tugas dan dan fungsi dari masing-masing pengurus tidak berjalan sesuai dengan yang semestinya. Adanya ketidak percayaan antar pengurus, sehingga adanya rasa kecurigaan diantara pengurus.

Aktivitas beberapa pengurus dan anggota pesanggem (penggarap) dalam melakukan pemeliharaan dan pengamanan tanaman hutan. Aktivitas tersebut dilakukan pesanggem (penggarap) karena mereka juga sekaligus mengelola lahan sekitar hujan dengan tanaman palawija (singkong, pisang, kacang tanah, jagung dan padi). Pesanggem (penggarap) disamping mengolah lahan sekitar hutan mereka juga sekaligus merawat dan menjaga tanaman pokok hutan. Hal tersebut seperti diungkapkan Str yang merupakan salah satu pengurus LMDH yang menyatakan :

“ Program PHBM melalui LMDH telah memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada masyarakat untuk mengelola lahan sekitar hutan dengan tanaman yang menghasilkan dan hasilnya bisa dimanfaatkan oleh pesanggem (penggarap) sebagai tambahan pendapatan bagi mereka. Disamping itu juga Perum Perhutani mengharapkan kepada pesanggem (penggarap) agar ikut menjaga dan merawat hutan. Karena masyarakat merasakan mendapat manfaat maka mereka secata bertanggung jawab dan sukarela ikut menjaga dan merawat hutan ”.

3. Kepemimpinan

Sebagai suatu kelembagaan lokal yang ada di Desa Glandang, pemilihan pemimpin (ketua LMDH) didasarkan pada unsur kepemimpinan yang tumbuh dan berkembang di Desa Glandang. Selain itu juga didasarkan pada persyaratan untuk menjadi pengurus dan ketua LMDH yang tertuang dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga LMDH “Karya Lestari” Desa Glandang, yaitu :

  • Penduduk Desa Glandang dibuktikan dengan Kartu tanda penduduk (KTP)
  • Berdomisili di Desa Glandang sekurang-kurangnya 3 bulan
  • Menyetujui dan menerima AD/ ART LMDH
  • Terdaftar dalam buku anggota LMDH
  • Peduli dengan kelestarian hutan

Berdasarkan hasil pertemuan yang dilaksanakan pada pertengahan bulan oktober 2004 yang bertujuan untuk membentuk LMDH, memilih ketua dan kepengurusan LMDH Desa Glandang. Maka terbentuklah kepengurusan LMDH

“Karya Lestari” Desa Glandang yang diketua oleh Bapak Sri Budi S. Terpilihnya Bapak Sri Budi S. Sebagai ketua LMDH didasari oleh adanya pertimbanganpertimbangan seperti tersebut diatas, antara lain :

  • Berdasarkan AD/ ART memenuhi persyaratan untuk menjadi ketua dan pengurus LMDH
  • Merupakan salah satu figur tokoh masyarakat yang telah diakui dan dipercaya kepemimpinannya oleh pesanggem (penggarap).
  • Memiiki tingkat pendidikan yang dianggap tinggi dalam masyarakat yang berprofesi sebagai PNS pada lingkungan Dinas Kehutanan Kabupaten Pemalang, yang dianggap merupakan tokoh yang berpengaruh dalam masyarakat.

Pertimbangan-pertimbangan di atas juga diperkuat pernyataan Em yang menyatakan bahwa :

“ Pada pertemuan tersebut akhirnya terpilih Bapak Sri Budi S. sebagai ketua LMDH. Pemilihan tersebut didasari karena beliau merupakan figur tokoh masyarakat yang dianggap mampu oleh pesanggem untuk memimpin LMDH. Beliau merupakan PNS yang bertugas di Dinas Kehutanan Kabupaten Pemalang, sehingga dianggap tahu tentang kelembagaan LMDH “.

Walaupun ketua dan pengurus sudah terbentuk dengan kondisi kepemimpinan ketua yang dianggap representatif dan didukung oleh semua unsur dalam masyarakat, namun belum mampu mengantarkan kelembagaan LMDH kearah peningkatan. Berdasarkan informasi dari Bapak Egt salah seorang anggota pengurus LMDH, mengatakan bahwa kondisi kepengurusan saat ini adanya ketidak percayaan terhadap ketua LMDH disebabkan karena ketidak jujuran ketua yang pernah dilakukan dalam pengelolaan uang hasil penjualan kayu tanaman hutan yang menjadi hak pengelolaan LMDH Desa Glandang.

Walaupun adanya dukungan dan partisipasi pengurus dan anggota pesanggem, namun terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam pengembangan LMDH antara lain :

  • Pertemuan rutin bulanan pengurus dan anggota tidak dapat dijalankan karena tidak adanya dana kas LMDH dan rendahnya partisipasi pesanggem terhadap kehadiran pertemuan tersebut. Pengurus belum bisa menggali dan menggalang dana anggota serta mengakses dana-dana yang bisa diperoleh dari Perum Perhutani.
  • Sebenarnya pihak pengurus pernah mencoba menggerakkan pesanggem dalam upaya melakukan Pamswakarsa patroli pengamanan hutan. Tapi kegiatan ini kurang berjalan lancar karena tidak adanya dana operasional.

4. Manajemen

Norma/ aturan dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) “Karya Lestari” diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga LMDH “Karya Lestari” Desa Glandang. Dalam AD/ ART tersebut diatur mengenai hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab bagi pengurus dan anggota LMDH (lihat lampiran).

Pelaksanaan aturan-aturan dalam AD/ ART belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Anggota pesanggem (penggarap) belum memenuhi kewajiban untuk menyetor iuran yang sudah ditentukan dalam anggaran rumah tangga LMDH. Demikian juga anggota pengurus belum melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sesuai dengan ketentuan yang ada dalam anggaran rumah tangga.

Dalam pelaksanaan program PHBM, Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) “Karya Lestari” Desa Glandang, bekerjasama dengan berbagai pihak dan mengelola sumberdaya hutan. Kerjasama tersebut dilakukan dengan berbagai pihak, antara lain :

a. Kerjasama dengan Perum Perhutani

Kerjasama antara LMDH “Karya Lestari” Desa Glandang dituangkan dalam Surat Perjanjian Kerjasama PHBM antara Perum Perhutani dengan LMDH “Karya Lestari” Desa Glandang Nomor : 102, tanggal 30 Nopember 2004, Perjanjian ini merupakan kegiatan kerjasama PHBM secara menyeluruh pada petak-petak hutan pangkuan dalam wilayah Desa Glandang. Dalam perjanjian kerjasama tersebut juga disebutkan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak (LMDH dan Perum Perhutani) dan mekanisme berbagi dengan nilai dan proporsi berbagi yang telah ditentukan dari hasil pengelolaan sumberdaya hutan (lihat lampiran).

Walaupun surat perjanjian dengan Akta Notaris tersebut telah diputuskan secara bersama-sama antara pengurus LMDH dengan pihak Perum Perhutani, namun dalam pelaksanaan kerjasama tersebut belum berjalan sebagaimana mestinya dikarenakan kondisi LMDH dan kepengurusan LMDH yang masih belum mampu mengimplementasikan, perlu adanya pembinaan dan pengawasan dalam mengemplementasikan program kegiatannya.

b. Kerjasama dengan pemerintah desa.

Kerjasama yang dilakukan oleh LMDH dengan pemerintah desa pernah dilakukan pada awal pembentukan LMDH. Bentuk kerjasama yang dilakukan adalah kejasama dalam upaya mengakses sumber-sumber yang berasal dari pemerintah daerah. Kerjasama yang pernah dilakukan adalah bersama-sama dalam kegiatan program penghijauan yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten.

c. Kerjasama dengan pihak yang berkepentingan

Kerjasama yang telah terjalin dengan pihak yang berkepentingan adalah dengan PG. Sumberharjo Pemalang dalam bentuk penanaman pohon tebu dengan luas area tanaman 38 hektar. Kerjasama dengan PT. Accor adalah berupa penanaman pohon sengon, dengan luas area tanaman 25 hektar. Kerjasama dengan PKHR (Pusat Kajian Hutan Rakyat) UGM Yogyakarta, berupa penanaman pohon sengon seluas 3 hektar.

0t9

VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM

7.1 Latar Belakang Rancangan Program

Guna menjawab permasalahan pokok kajian ini yaitu “bagaimana strategi yang dapat menguatkan kapasitas LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM“ telah dilakukan serangkaian kajian mulai dari pemetaan sosial desa, evaluasi program pengembangan masyarakat dan analisis penguatan kapasitas LMDH dan efektivitas PHBM, serta analisis faktor-faktor yang berkaitan dengan penguatan kapasitas kelembagaan LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM. Dari serangkaian kajian tersebut, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yang menghambat terjadinya penguatan kapasitas LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM dalam proses perencanaan program pengembangan masyarakat.

Permasalahan-permasalahan yang telah teridentifikasi berasal dari faktorfaktor yang selama ini menghambat terselenggaranya penguatan kapasitas LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM. Oleh karena itu, agar dapat menyelesaikan permasalahan pokok kajian, maka dipandang perlu merancang program pengembangan masyarakat dalam upaya penguatan kapasitas kelembagaan LMDH dan efektivitas PHBM.

Dalam upaya menyelesaikan permasalahan yang dialami LMDH Desa Glandang dan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan baik oleh masyarakat anggota LMDH sendiri bersama LMDH maupun pihak di luar masyarakat anggota LMDH dan LMDH, seperti LSM, fasilitator/ pendamping, pemerintah desa, pemerintah kecamatan, pemerintah kabupaten, Perum Perhutani atau pemerintah pusat. Menurut prioritas permasalahan, dan upaya-upaya pemecahan tersebut ada yang segera harus dilakukan saat itu juga dan ada pula yang harus dilakukan secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Apabila seluruh upaya pemecahan tersebut dapat dilakukan secara simultan, diharapkan tujuan kajian ini dapat tercapai.

Salah satu faktor pendukung penguatan kapasitas LMDH adalah adanya kesempatan untuk melaksanakan program-programnya dan dukungan dari berbagai pihak, serta adanya kebutuhan akan peningkatan kemampuan kinerja dari pengurus LMDH. Dengan adanya jaringan koalisi dan komunikasi semua pelaku yang ada melalui kelembagaan yang ada, menjadi dasar keberhasilan program.

Kenyataan di atas mengindikasikan bahwa struktur akses dan kontrol sumberdaya hutan belum memberikan arah akses kepada pesanggem (penggarap) untuk mengelola hutan secara partisipatif, atas kemitraan, keterpaduan, ketersediaan, dan sistem sharing. Program PHBM dalam proses pengembangan masyarakat untuk mewujudkan kelembagaan LMDH sebagai wadah perjuangan LMDH belum dijadikan isntrumen membangun kebersamaan, kepedulian, dan tanggug jawab bersama serta menggali nilai-nilai luhur kemanusiaan dan kemasyarakatan, namun sebaliknya pesan-pesan moral terlupakan oleh kepentingan-kepentingan pribadi yang bertentangan dengan nilai-nilai yang diusung oleh LMDH sehingga upaya pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dari golongan bawah dapat terabaikan. Untuk itu diperlukan penataan struktur akses dan kontrol SDA hutan, untuk perbaikan taraf hidup pesanggem (penggarap).

Upaya pemecahan masalah lain yang tidak dituangkan di dalam rancangan program, akan direkomendasikan di dalam kebijakan lokal melalui pemerintah desa, kebijakan pemerintah kecamatan, dan pemerintah kabupaten, serta pihakpihak lain yang terkait dalam sumber daya alam hutan.

7.2 Tujuan dan Sasaran

Tujuan disusunnya rancangan program ini adalah untuk meningkatkan kapasitas LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM. Rancangan program ini merupakan rangkaian strategi yang diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat pesanggem (penggarap)/ petani hutan.

Sasaran rancangan program ini pada dasarnya adalah masyarakat Desa Glandang, pengurus LMDH, Perum Perhutani, kelompok masyarakat, kelembagaan lain yang ada di desa, dan aparat desa.

7.3 Program Aksi

Program aksi dalam kajian ini merupakan hal yang diperlukan dalam upaya tercapainya tujuan kajian ini yaitu terwujudnya peningkatan taraf hidup pesanggem (penggarap) dalam program PHBM melalui LMDH, maka disusun upaya-upaya penguatan kapasitas LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM. Upaya-upaya tersebut disusun dalam bentuk rancangan program sebagaimana yang disajikan pada tabel 10.

Dalam setiap program yang dirancang, dalam pelaksanaannya nanti harus ada penanggung jawabnya sesuai dengan peran dan fungsinya di masyarakat. Setiap pelaksanaan program perlu didukung oleh pihak lain yang berkompeten, sehingga pelaksanaan program tersebut nantinya akan berhasil sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Untuk pembiayaan pelaksanaan program dapat diupayakan dari berbagai sumber, seperti swadaya masyarakat, APB Desa, APBD atau Swasta. Rencana program penguatan kapasitas LMDH dan efektivitas PHBM untuk merubah taraf hidup pesanggem (penggarap) dapat dilihat pada Tabel 9.

0t9

Program harus mendapat dukungan dari pihak lain, dalam hal ini dukungan dari pesanggem (penggarap) serta dukungan dari pihak pemerintah desa, karena tanpa dukungan pihak lain, program tersebut tidak akan berhasil. Adapun sumber pembiayaan pelaksanaan program dapat berasal dari berbagai sumber, seperti swadaya masyarakat, LMDH atau dana stimulan yang didapat dari desa dan pihak swasta melalui kemitraan.

Proses perencanaan program dilakukan melalui diskusi kelompok dengan mempertimbangkan tahapan analisis yang telah dilakukan sebelumnya. Diskusi dilakukan pada tanggal 3 Nopember 2007 di rumah bapak Budi, diikuti oleh 15 orang peserta, yang terdiri dari anggota dan pengurus, FK.PHBM Desa, serta pendamping dari pemerintah desa.

7.4 Rancangan Program Restrukturisasi LMDH

Kelembagaan LMDH merupakan lembaga swadaya masyarakat yang dibentuk oleh masyarakat Desa Glandang dengan misi pengelolaan sumberdaya hutan pangkuan Desa Glandang yang mengarah kepada peningkatan ekonomi masyarakat dan keseimbangan ekologi. Walaupun sudah dibentuk melalui proses pelembagaan dari komunitas, namun sebagian besar dari pengurus LMDH merupakan bagian dari satu “kelompok” tertentu yang ada di Desa Glandang. Susunan pengurus untuk pertama kalinya dipilih melalui musyawarah yang dilaksanakan oleh pemerintah desa dan selanjutnya dipilih dari dan oleh para anggota LMDH pada rapat anggota. Dari hasil musyawarah telah terpilih sebagai ketua LMDH yaitu Bpk. SBP, dan ternyata ketua terpilih mempunyai hubungan kekerabatan dengan pejabat di pemerintahan Desa Glandang.

Demokrasi yang dibangun pada saat pemilihan pengurus adalah demokrasi terarah, yaitu diarahkan oleh kelompok tertentu.

Belajar dari pengamatan pelaksanaan program pengembangan masyarakat di Desa Glandang, bahwa kelembagaan kelompok masyarakat yang terbentuk hanya sekedar memenuhi persyaratan ketentuan program, maka untuk keberhasilan pelaksanaan program pengembangan masyarakat, kelembagaan LMDH ini perlu adanya restrukturisasi

Tujuan, agar kelembagaan LMDH berbasisis komunitas untuk peningkatan taraf hidup pesanggem (penggarap) menjadi kuat. Dengan kuatnya ikatan di dalam kelompok pesanggem (penggarap), dapat menumbuhkan rasa kebersamaan dalam meningkatkan kinerja pengurus LMDH sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan partisipasi pesanggem (penggarap) dalam kegiatan-kegiatan pengembangan masyarakat.

Sasaran, meningkatkan kualitas pengurus LMDH dan penataan keanggotaan LMDH, dan pergantian pengurus.

Strategi, restrukturisasi kelembagaan dilakukan dengan strategi sebagai berikut : 1) pergantian pengurus LMDH, yang tidak aktif dan menghambat kinerja LMDH, 2) penataan keanggotaan LMDH, dengan memprioritaskan pada keanggotaan yang berasal dari Desa Glandang, 3) Penguatan kelembagaan LMDH dengan mengadakan petemuan rutin yang membahas kemajuan organisasi, dan berkoordinasi dengan instansi terkait yang dapat memajukan organisasi LMDH seperti pelatihan, pendampingan dan sebagainya.

Fasilitator, program restrukturisasi kelembagan LMDH ini difasilitasi oleh fasilitator dari pengurus LMDH dan FK. PHBM Desa Glandang.

7.5 Rancangan Program Pelatihan Manajemen bagi Pengurus dan Anggota LMDH.

LMDH adalah lembaga yang berdiri di desa yang berbatasan dengan hutan negara dan masyarakatnya berinteraksi langsung dengan hutan yang didirikan atas kesepakatan bersama dan perwakilan dari masyarakat untuk tujuan pelestarian hutan, dengan beranggotakan masyarakat dari desa tersebut.

Maksud dan tujuan LMDH adalah sebagai wadah penyalur aspirasi masyarakat, mengenai kelestarian sumber daya hutan, sebagai wadah/ kegiatan dalam rangka aktivitas sumber daya hutan

Fungsi LMDH adalah mengelola sumber daya hutan yang meliputi kegiatan-kegiatan perencanaan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan pemungutan hasil hutan serta bagi hasil hutan secara adil dan proporsional.

Membangun, merehabilitasi/ mengganti dan memelihara di wilayah kawasan hutan agar tetap terjaga kelangsungan fungsi dan manfaat sumber daya hutan untuk diwujudkan secara optimal. Menjaga keamanan sumber daya hutan terhadap bahaya-bahaya yang diakibatkan karena pencurian, kebakaran dan bahaya-bahaya yang ditimbulkan karena ulah manusia lain yang tidak bertanggung jawab. Melaksanakan usaha-usaha lain yang sah dan dapat dipercaya guna menunjang tercapainya kelestarian hutan. Keberlanjutan LMDH sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal, sehingga sampai saat ini keragaan LMDH dari perkembangan pengelolaan dan pengolahan lahan petak hutan mengalami peningkatan, tetapi peningkatan tersebut tidak diimbangi oleh perbaikan manajemen organisasi LMDH dan peningkatan kinerja LMDH. Ketua LMDH mengerjakan/ mengambil alih tugas-tugas anggota pengurus yang lain, diantaranya tugas bendahara dan tugas sekretaris, hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Bpk. EL pada saat pengkaji mencari data sekunder, semua data yang berkaitan dengan LMDH disimpan oleh ketua. Demikian juga dengan tugas bendahara, seperti disampaikan oleh Bpk. AM bahwa hal yang berkaitan dengan dana harus berhubungan dengan ketua. Berdasarkan permasalahan yang dialami oleh LMDH, maka diperlukan program penguatan kapasitas kelembagaan LMDH berbasis komunitas untuk penguatan kapasitas LMDH, melalui pelatihan manajemen dan organisasi bagi pengurus dan anggota LMDH.

Tujuan, agar kelembagaan LMDH berbasisis komunitas untuk peningkatan taraf hidup pesanggem (penggarap) menjadi kuat.

Sasaran, meningkatkan pengetahuan peserta tentang manajemen dan organisasi LMDH melalui perencanaan partisipatif.

Strategi, strategi pelatihan yang digunakan adalah metode pembelajaran partisipatif dengan memberikan suasana belajar secara aktif melalui pembahasan kasus, role play, simulasi, serta pemecahan masalah. Penerapan strategi ini ditunjang dengan bahan mengenai bahasan yang akan diberikan.

Fasilitator, program pelatihan ini difasilitasi oleh fasilitator dari Perum Perhutani dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pemalang yang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam manajemen program PHBM melalui LMDH.

7.6 Rancangan Program Penataan Struktur Akses dan Kontrol SDA Hutan

Pogram PHBM yang emplementasinya dilaksanakan melalui LMDH memberikan harapan besar terhadap peningkatan taraf hidup pesanggem (penggarap), namun berdasarkan evaluasi program yang peneliti lakukan masih dijumpai adanya kelemahan-kelemahan yaitu : rendahnya kwalitas pengurus, keanggotaan/ peserta tidak mengutamakan dari warga desa setempat, rendahnya pengawasan di lapangan, tidak adanya ketegasan sanksi bagi LMDH yang lalai dalam kewajiban, belum adanya pemerataan ekonomi bagi pesanggem (penggarap), dan belum mengarah pada penanganan keluarga pesanggem yang miskin secara optimal.

Kenyataan di atas mengindikasikan bahwa struktur akses dan kontrol sumberdaya hutan belum memberikan arah akses kepada pesanggem (penggarap di sekitar hutan sesuai dengan peran dan fungsinya untuk mengelola hutan secara partisipatif, atas kemitraan, keterpaduan, ketersediaan, dan sistem sharing. Program PHBM dalam proses pengembangan masyarakat untuk mewujudkan kelembagaan LMDH sebagai wadah perjuangan LMDH belum dijadikan isntrumen membangun kebersamaan, kepedulian, dan tanggug jawab bersama serta menggali nilai-nilai luhur kemanusiaan dan kemasyarakatan, namun sebaliknya pesan-pesan moral terlupakan oleh kepentingan-kepentingan pribadi yang bertentangan dengan nilai-nilai yang diusung oleh LMDH sehingga upaya pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dari golongan bawah dapat terabaikan.

Tujuan, berdasarkan hasil evaluasi kegiatan pengembangan masyarakat bahwa pelaksanaan PHBM di Desa Glandang dinilai masih belum efektif. Untuk itu diperlukan penataan struktur akses dan kontrol SDA hutan, untuk perbaikan taraf hidup pesanggem (penggarap).

Sasaran, sasaran penataan struktur akses dan kontrol SDA hutan adalah para pesanggem yang memerlukan perbaikan taraf hidup.

Strategi, dalam upaya meningkatkan efektivitas PHBM dalam proses pelaksanaan program pengembangan masyarakat, strategi yang dapat dilakukan adalah perbaikan struktur akses dan kontrol sumberdaya alam hutan, melalui kegiatan sebagai berkut : Dalam struktur Kelembagaan, meningkatkan kualitas pengurus, pelatihan dan pergantian pengurus. Keanggotaan/ peserta diutamakan dari desa yang bersangkutan. Perlunya terobosan mandiri dari LMDH, modal berasal dari hasil sharing/ kredit Perum Perhutani. Dibentuknya satuan pengawas intern di LMDH. Dalam struktur Perum Perhutani, membuka peluang kegiatan lainnya untuk mengikut sertakan LMDH dalam pengelolaan hutan (seperti : pemberdayan, pembuatan persemaiann, jasa penebangan, angkutan dan survey). Peningkatan pengawasan di lapangan. Ketegasan sanksi bagi LMDH yang lalai dalam kewajiban.

Dalam struktur Pemerintah Daerah/ Dinas Terkait, peningkatan keterpaduan masing-masing dinas terkait dalam pemberdayaan LMDH. Memberikan pelatihan usaha-usaha produktif bagi LMDH.

Fasilitator, program penataan struktur akses dan kontrol SDA hutan difasilitasi oleh Perum Perhutani, FK.PHBM Desa da pengurus LMDH.

7.7 Rancangan Program Pengawasan Manajemen LMDH

Berdasarkan evaluasi program yang peneliti lakukan masih dijumpai adanya kelemahan dalam manajemen LMDH, sehinga perlu dilakukan adanya program pengawasan terhadap manajemen LMDH.

Tujuan, pengawasan dilaksanakan dengan tujuan perbaikan manajemen untuk memberikan arah terhadap perjalanan LMDH di dalam melaksanakan tugasnya agar didalam menjalankan roda organisasi tidak menyimpang dari ketentuan yang berlaku dalam LMDH. Dari proses awal pemilihan pengurus dan anggota pengurus ternyata sudah diwarnai adanya unsur politik lokal, hal ini sudah memberikan dampak negatif terhadap manajemen LMDH. Sehingga dalam perjalanannya PHBM di Desa Glandang belum berjalan secara efektif.

Sasaran, sasaran pengawasan adalah pengurus LMDH agar didalam mengelola LMDH sesuai dengan manajemen organisasi yang baik.

Strategi, pengawasan dapat dilakukan secara periodik setiap bulan dan atau setiap tiga bulan sekali dengan menurunkan tim pengawas baik dari dinas/ instansi terkait sebagai pembina tekhnis di bidang pengelolaan sumberdaya hutan di kabupaten ke LMDH. Serta tidak kalah pentingnya adanya peran aktif dari lembaga yang ada di pemerintahan desa untuk ikut serta dalam monitoring dab pengawasan pelaksanaan kegiatan LMDH di Desa Glandang.

Fasilitator, program pengawasan manajemen LMDH difasilitasi oleh Perum Perhutani dan FK.PHBM Desa Glandang.

VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

8.1 Kesimpulan

Dari hasil kajian tentang Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) (suatu kajian penguatan kapasitas LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM di Desa Glandang Kecamatan Bantarbolang Kabupaten Pemalang, berdasarkan pembahaan yang telah diuraikan yang disesuaikan dengan tujuan kajian, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

a. Peran PHBM yang implementasi dilakukan melalui LMDH memberikan akses kepada pesanggem (penggarap) untuk mengelola hutan secara partisipatif dengan memadukan aspek ekonomi, ekologi, dan sosial secara proporsional telah mampu memberikan dampak positif terhadap perubahan taraf hidup pesanggem (penggarap) di Desa Glandang. Hanya pada tahap implementasinya masih diperlukan serangkaian langkah penyempurnaan. Rancangan dan pelaksanaan program pengembangan masyarakat yang melibatkan masyarakat secara partisipatif memerlukan waktu yang lebih fleksibel dan secara simultan dengan melibatkan berbagai stakeholders yang terlibat dalam program PHBM.

LMDH Desa Glandang merupakan kelembagaan yang dibentuk atas dasar prakarsa dan inisitatif warganya sendiri untuk mengelola sumberdaya alam hutan dan meningkatkan taraf hidup pesanggem (penggarap). Namun, kinerja LMDH Desa Glandang belum optimal, sehingga upaya menggerakkan seluruh komponen masyarakat untuk berpartisipasi dalam menjalankan program-program LMDH belum dapat diwujudkan secara optimal. Guna mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut perlu dilakukan penguatan kapasitas kelembagaan LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM.

b. Efektivitas program dalam PHBM belum memanfaatkan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan kelembagaan di Desa Glandang. Faktor pendorong peningkatan efektivitas PHBM adalah adanya pelibatan aspiratif dan prakarsa pesanggem, peningkatan ekonomi pesanggem dan peletarian SDA hutan, dan memberikan peluang kerja, serta memotivasi penggalian potensi pesanggem. Dengan adanya jaringan koalisi dan komunikasi semua pelaku yang ada melalui kelembagaan yang ada, menjadikan program PHBM melalui LMDH dapat berhasil.

c. Berkaitan dengan kapasitas LMDH di Desa Glandang, berdasarkan hasil penelitian menunjukkan masih rendahnya kapasitas LMDH. Rendahnya kapasitas LMDH tersebut ditandai dengan kondisi rendahnya SDM kepengurusan, kepemimpinan yang belum mengakar, rendahnya tingkat partisipasi pesanggem (penggarap) dan pengurus terhadap norma/ aturan yang ada, dan masih terbatasnya jaringan kerjasama LMDH dengan lembaga lain. yang kesemuanya belum berjalan sesuai dengan fungsi dan perannya sebagai perwakilan pesanggem (penggarap) dalam program PHBM.

d. Kinerja LMDH yang terbentuk selama ini masih belum cukup berkemampuan (mandiri) dalam menumbuh kembangkan kapasitasnya sendiri untuk melayani tuntutan kebutuhan nyata dari dinamika pembangunan di masyarakat. Hal ini dipengaruhi berbagai faktor dalam proses program pengembangan masyarakat, yaitu : rendahnya kwalitas pelayanan LMDH, LMDH belum mampu mengelola organisasi LMDH dengan baik, Kepemimpinan belum mencerminkan keterwakilan seluruh anggota pesanggem dan belum mengakar, manajemen LMDH belum menerapkan prinsip-prinsip manajemen sebagaimana mestinya.

e. PHBM melalui LMDH dalam upaya merubah taraf hidup pesanggem (penggarap) dalam mewujudkan program pengembangan masyarakat, strategi yang dapat dilakukan adalah penguatan kapasitas kelembagaan LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM. Upaya-upaya tersebut selanjutnya dijabarkan melalui program-program yang dirancang bersama masyarakat, yaitu : 1) Restrukturisasi kelembagaan LMDH, 2) Pelatihan manajemen dan organisasi bagi pengurus dan anggota LMDH, 3) Penataan struktur akses dan kontrol SDA hutan, dan 4) Pengawasan manajemen LMDH.

8.2 Rekomendasi Kebijakan

Guna mencapai hakekat LMDH yang mandiri, yaitu mengacu pada kedudukan LMDH yang diharapkan : 1) sebagai wadah masyarakat merumuskan dan melaksanakan program yang berkaitan dengan masalah pengelolaan sumber daya hutan dan peningkatan taraf hidup masyarakat dengan konteks pembelajaran dalam proses pengembangan masyarakat melalui proses yang demokratis, transparan, akuntabel, partisipatif dan desentralisasi, 2) sebagai tempat berkumpul wakil-wakil masyarakat untuk membentuk wadah pimpinan kolektif, untuk bermusyawarah mengambil kebijakan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan bersama masyarakat dan 3) sebagai wahana masyarakat untuk menyuarakan aspirasinya, maka diperlukan sosialisasi baik kepada jajaran internal Perum Perhutani maupun kepada pihak-pihak eksternal utamanya masyarakat desa hutan. Proses ini ini tidak bisa dilakukan hanya satu kali karena harus bertahap dari memberikan pengetahuan, menumbuhkan pemahaman, hingga terbentuknya kesadaran.

Guna mewujudkan efektivitas dalam implementasi PHBM, maka diperlukan pemahaman yang merata baik dalam tubuh Perum Perhutani sendiri maupun segenap stakeholders melalui sosialisasi, menghilangkan anggapan bahwa PHBM adalah milik Perum Perhutani sehingga keterlibatan stakeholders akan optimal, peningkatan kualitas SDM masyarakat desa yang terbatas yang berakibat pada kualitas organisasi, melalui pendampingan maupun pelatihanpelatihan yang dilakukan, Penerapan manajemen yang tegas dinyatakan sebagai perwujudan spirit penyelamatan hutan, dengan perbaikan kinerja LMDH, memodifikasi tugas pengamanan, dan perbaikan kinerja dan kualitas komunikasi publik dengan adanya keterbukaan dan kejujuran. Oleh karena itu, disadari bahwa keberhasilan setiap program yang akan dilaksanakan sangat tergantung dari peran serta dan dukungan setiap komponen masyarakat yang terlibat di dalamnya. Dengan demikian diharapkan akan dapat dihasilkan suatu sinergi positif bagi penguatan kapasitan LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM dalam proses pelaksanaan program pengembangan masyarakat.

Belajar dari pelaksanaan proses perencanaan program pengembangan masyarakat yang pernah dilaksanakan di Desa Glandang, merupakan pembelajaran yang sangat berharga bagi berbagai pihak terutama yang berkepentingan dalam program pengembangan masyarakat. Berbagai program pengembangan masyarakat selayaknya dirancang mengikuti kebijakan otonomi daerah berdasarkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam program pengembangan masyarakat seperti Demokrasi, partisipasi, transparansi dan akuntabilitas, dan desentralisasi.

Program pengembangan masyarakat seharusnya merupakan media pembelajaran dan pengembangan kemampuan para pelaku pembangunan, serta media mewujudkan masyarakat sebagai penggagas dalam sebuah kegiatan pembangunan dan juga diarahkan pada penyelenggaraan pemerintah yang baik. Harapannya, konsep perencanaan partisipatif dari program pengembangan masyarakat nantinya dapat diterapkan ke dalam sistem perencanaan program pembangunan di desa. Namun, pada kenyataannya sistem perencanaan pembangunan yang berlaku sampai dengan saat ini tidak jauh berbeda dengan sistem perencanaan pada waktu sebelum berlakunya otonomi daerah.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa harapan terjadinya pembelajaran bagi pelaku pembangunan di tingkat desa belum terwujud. Dalam melaksanakan kegiatannya LMDH hanya mendapatkan dana dari swadaya masyarakat dan beberapa mitra yang menjalin kerjasama dengan LMDH. Berdasarkan hal tersebut, dapat disarankan kepada pemerintah desa, pemerintah kecamatan, pemerintah kabupaten, pemerintah propinsi, dan pemerintah pusat dapat memberikan dukungan keuangan untuk menyelaraskan waktu perencanaan dan pelaksanaan program pengembangan masyarakat

Berdasarkan kajian ini, diperoleh hasil bahwa tujuan program kurang dapat tercapai karena berbagai faktor penghambat dalam pelaksanaannya khususnya dalam implementasi program, sehingga diperlukan upaya-upaya untuk mengatasinya melalui program-program yang dirancang untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM dalam proses perencanaan program pengembangan masyarakat. Dalam rangka penguatan kapasitas LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM di Desa Glandang telah disusun rencana program aksi yang melibatkan unsur pengurus dan anggota LMDH, pemerintah desa, pemerintah kecamatan, pemerintah kabupaten dan Perum Perutani. Untuk mendukung terlaksananya program aksi tersebut, maka perlu adanya rekomendasi kepada pihak-pihak tersebut, yaitu :

1. Bagi Pengurus dan anggota LMDH .

  • Meningkatkan kinerja diantara pengurus dan anggota dalam merealisasikan program LMDH dan menguatakan kapasitas LMDH.
  • Menggali potensi-potensi sumberdaya alam (lahan hutan dengan segala potensinya) dan sumberdaya manusia (pengurus dan anggota) dalam upaya mengembangkan kegiatan LMDH.
  • Meningkatkan dukungan dan kerjasama yang saling menguntungan dengan Perum Perhutani dan pihak yang berkepentingan (pihak ketiga).
  • Bersama aparat desa berupaya menggalang dukungan (baik pembinaan maupun pendanaan).

2. Bagi Pemerintahan Kabupaten Pemalang.

  • melalui kebijakan daerahnya dalam merancang program pengembangan masyarakat yang lebih memberikan kesempatan bagi pesanggem (penggarap) melalui LMDH untuk berpartisipasi mulai tahap perencanaan program dengan pengambilan keputusan, serta menyediakan anggaran yang memadai untuk program pengembangan masyarakat pesanggem (penggarap) melalui LMDH.
  • Selain itu, koordinasi antar instansi dalam perencanaan dan pelaksanaan program pengembangan masyarakat serta koordinasi dengan berbagai pihak termasuk swasta dan LSM dalam program pengembangan masyarakat bagi pesanggem (penggarap) melalui LMDH dapat lebih ditingkatkan.

3. Bagi Perum Perhutani

  • Memberikan pendampingan kepada LMDH dalam rangka mengembangkan LMDH dalam merealisasikan program kerja.
  • Memberikan dukungan yang bisa diberikan Perum Perhutani bagi penguatan kapasitas LMDH
  • Bersama-sama LMDH dan aparat desa melakukan upaya evaluasi pelaksanaan kerjasama pengelolaan sumberdaya hutan dalam program PHBM, terutama berkaitan dengan pencapaian dalam rangka penguatan kapasitas LMDH, peningkatan efektivitas PHBM dan perubahan taraf hidup pesanggem (penggarap) melalui kebijakan perusahaan kiranya dapat melalukan monitoring dan evaluasi terhadap aktivitas LMDH Glandang dalam memberikan pelayanan dan pengelolaan sumberdaya hutan di panguan LMDH Glandang kepada pesanggem (penggarap).

DAFTAR PUSTAKA

Adam , Imam, 2007, Dialog Hutan Jawa, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Adimihardja, K. dan Harry Hikmat, 2001, Participatory Research Appraisal : Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat, Humaniora Utama Press, Bandung.

Chambers, Donald E, 2000, Social Policy and Social Program : A Method For Practical Public Policy Analys, Allyan and Bacon, Boston.

Daftar Isian Tingkat Perkembangan Desa Glandang, Kecamatan Bantarbolang, Kabupaten Pemalang, 2007.

Daftar Potensi Desa Glandang, Kecamatan Bantarbolang, Kabupaten Pemalang, 2007

Dharmawan Arya, Adiwibowo Soeryo, 2006, Ekologi Manusia, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Didik S, 2000, Hutan Rakyat di Jawa, Peranannya dalam Perekonomian Desa, Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM), Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.

FK.PHBM Pemalang, 2004, Panduan PHBM Kabupaten Pemalang, Pemalang.

Gunardi, Agung Sarwititi S, Purnaningsih Ninuk, Lubis Djuara P, 2006, Pengantar Pengembangan Masyarakat, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Hikmat, Harry, 2001, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Humaniora Utama Press, Bandung.

Israel, Arturo, 1992, Pengembangan Kelembagaan, Pengalaman Proyek-proyek Bank Dunia, LP3ES, Jakarta.

Koentjaraningrat, 1984, Masyarakat Desa di Indonesia, Lembaga Penerbit  Fakultas Ekonomi UI, Jakarta.

——-, 1990, Pengantar Ilmu Antropologi, Rineke Cipta, Jakarta.

Korten, DC.,1990, “Pendahuluan: Kita menghadapi masalah” dalam menuju Abad 21: Tindakan Sukarela dan Agenda Global. Terjemahan Liliam Tejasuhdana, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Laporan Monografi Desa Glandang, Kecamatan Bantarbolang, Kabupaten Pemalang, 2007.

LMDH Glandang, 2005, Rencana Pembangunan Petak Hutan Glandang, Pemalang.

Mangkunegara, Anwar Prabu, 2005, Evaluasi Kinerja SDM, Refika Aditama, Bandung.

Maskun, Sumitro, 1999, Pembangunan Desa dalam Sistem Pemerintahan yang Terdesentralisasi. Bahan Presentasi pada Lokakarya Pengembangan Kapasitas dalam Pembangunan Masyarakat Desa, Ditjen Depdagri, Jakarta: 17 Juli 1999.

Marzali, Amri, 2003, Teknik Identifikasi Kebutuhan dalam Program Community Development, dalam Akses Peran serta Masyarakat : Lebih Jauh Memahami Community Development, Diedit oleh Bambang Rudito, Adi Prasetijo, dan Kusairi, Penerbit ICSD, Jakarta.

Mubyarto, 1985, Peluang Kerja dan Berusaha di Pedesaan, BPEE, Yogyakarta. Ndraha, Taqliziduhu, 1990, Pembangunan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta.

Pambudiarto, 2006, Peta Sosial Desa Glandang, Kecamatan Bantarbolang, Kabupaten Pemalang, Laporan Praktek Lapangan I, Program Studi Pengembangan Masyarakat Program Pascasarjana IPB.

——-, 2006, Evaluasi Kegiatan Pengembangan Masyarakat Desa Glandang, Kecamatan Bantarbolang, Kabupaten Pemalang, Laporan Praktek Lapangan II, Program Studi Pengembangan Masyarakat Program Pascasarjana IPB.

Pemerintah Daerah Provinsi Jateng, 2001, Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat, Semarang.

Perum Perhutani, 2001, Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat, Jakarta.

Portes, Alejendro, 1998, Social Capital : its Origin and Application in Modern Sociologi, Annual Reviews Social, New Jersey.

Prasetijo, Adi, 2003, Akses Peran Serta Komuniti Lokal dan Pengeloaan Sumber Daya Alam dalam Akses perta Masyarakat, Penerbit ICD, Jakarta.

Prijono dan Pranarka, 1996, Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan, dan Implementasi, CSIS, Jakarta.

Resosudarmo Ida AP dan Pierce Colfer CJ., 2003, Ke Mana Harus Melangkah ? Masyarakat, Hutan, dan perumusan Kebijakan di Indonesia , Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Rusli Said, Wahyuni Ekawati Sri, Sunito Melani A, 2006, Kependudukan, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB.

Santoso, Purwo, 2002, Merubah Watak Negara, LAPPERA Pustaka Utama, Yogyakarta.

Sastropoetro, RA. Santoso, 1988, Partisipasi, komunikasi, Persuasi, dan Disiplin dalam Pembangunan, Penerbit Alumni, Bandung.

Simon H., 1993, Hutan Jati dan Kemakmuran, Aditya Media, Yogyakarta.

Sitorus MT Felix, Agusta Ivanovich, 2006, Metodologi Kajian Komunitas, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Soeharto, Edi, 2005, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, PT. Refika Aditama, Bandung.

Soehartono Irawan, Marjuki dan Edi Suharto, 2006, Kebijakan dan Perencanaan Sosial, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB.

Sumardjo dan Saharudin, 2006, Tajuk Modul EP-523 : Metode-metode Partisipatif dalam Pengembangan Masyarakat, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB.

Sumodiningrat, G, 1997, Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat, PT. Bina Rena Pariwara, Jakarta.

Sumpeno, 2002, Capacity Building, Persiapan dan Perencanaan, Catholic Relief Services, Jakarta.

Soerjani M, Ahmad Rofiq, Rozy Munir, 1987, Lingkungan : Sumberdaya Alam dan Kependudukan dan Pembangunan, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Soetarto Endriatmo, Kolopaking Lala M, Hardjomidjojo Hartrisari, 2006, Analisis Sosial, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Sumarti, Titik, Syaukat Yusman, 2006, Analisis Ekonomi Lokal, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Supriatna, Tjahya, 1997, Birokrasi, Pemberdayaan, dan Pengentasan Kemiskinan, Humaniora Utama Press, Bandung.

Suramto, Gunawan, 1992, Masyarakat Desa di Indonesia, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Syaukat, Yusman, 2006, Tajuk Modul SEP-579 : Pengembangan Ekonomi Berbasis Lokal, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Teguh, Ambar S, 2004, Kemitraan dan Model-model Pemberdayaan, Penerbit Gaya Media, Yogyakarta.

Tonny, Fredian dan Dharmawan Arya Hadi, 2006, Sosiologi untuk Pengembangan Masyarakat, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Tonny, Fredian dan Bambang S. Utomo, 2003, Pengembangan Kelembagaan dan Modal Sosial, Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian IPB dan Program Pascasarjana IPB, Bogor.

Tim Penyusun Pedoman Penyajian Karya Ilmiah, 2007, Pedoman Penyajian Karya Ilmiah, IPB Press, Bogor.

Tunggal Hadi Setia, SH., 2007, Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Kehutanan, Harvarindo, Jakarta.

Udaya, Jusuf, 1987, Teori Organisasi Struktur, Desain & Aplikasi, Penerbit Arcan, Jakarta.

Leave a Comment »

No comments yet.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Blog at WordPress.com.