Kelembagaan DAS

Tim Ahli KIPMAS-TAPIOKA

RANCANGAN KELEMBAGAAN KIPMAS-TAPIOKA  (KPMT- IPMT -IPT – KOPAYU – KPU)

Oleh:  Tim Ahli

I. PENDAHULUAN

Pemberdayaan kelembagaan sosial-ekonomi yang komprehensif untuk pengembangan sektor strategis sangat diperlukan dalam pencapaian hasil pembangunan yang optimal di suatu wilayah, seperti wilayah Kabupaten Ponorogo, Propinsi Jawa Timur. Permasalahan yang dihadapi dewasa ini adalah tatanan kelembagaan yang ada belum mampu mengimbangi perkembangan sektor pembangunan strategis sehingga sehingga hanya mampu menangkap sebagian kecil nilai tambah komoditi yang potensial. Oleh karena itu salah tujuan pengembangan kawasan ekonomi strategis (seperti KAWASAN AGROINDUSTRI) di suatu wilayah, adalah memadukan penggunaan ruang dengan segenap sumberdayanya dan kelembagaan sosial-ekonominya secara fungsional untuk mendorong sektor strategis agar tercapai pertumbuhan yang berkelanjutan dan mempunyai linkages positif dengan wilayah sekitarnya. Dalam konteks ini, kriteria “strategis” bukan hanya dari sudut pandang ekonomi, melainkan juga harus dikaitkan dengan pertimbangan kelestarian fungsi ekologis.

Pengembangan Kawasan Industri Tapioka Milik Masyarakat (KITAPMAS) merupakan salah satu bentuk perencanaan ruang untuk sektor strategis yang diharapkan dapat mendorong percepatan peningkatan nilai tambah produksi dari sub-sektor pertanian, subsektor peternakan, industri dan kerajinan, serta subsektor tradisional lainnya yang didukung oleh sarana dan prasarana yang fungsional. Konsep KITAPMAS ini dapat berdiri sendiri atau menyatu dengan Kawasan yang lebih luas, tergantung dari potensi produksi serta faktor jarak geograffs dan faktor jarak aksesibilitas. Faktor jarak aksesibilitas sangat berperan dalam menentukan orientasi produktif dari suatu kawasan, terutama kawasan potensial yang jauh dari pusat pengembangannya.

Pengembangan KITAPMAS dalam suatu wilayah harus dicirikan oleh komoditas unggulan dan komoditi penunjangnya, yang diusahakan dalam suatu Sentra

Produksi (SPr) yang didukung oleh sentra pengolahan (SPg) dan sentra perdagangannya (SPd), mulai dari berskala kecil (mikro) hingga bersekala besar (makro) dan ekonomis. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di KITAPMAS dapat berlanjut, serta pemerataan kegiatan ekonomi wilayah. Dalam jangka pendek upaya ini diharapkan dapat mendorong pemanfaatan sumberdaya wilayah secara optimal dan lestari.

Pengembangan KITAPMAS Ubikayu di wilayah sentra pertanaman ubikayu mempunyai peran penting sebagai arahan dan peluang lokasi investasi (investasi produksi dan investasi konservasi) bagi pemerintah maupun swasta dalam mencapai efisiensi, efektifitas dan nilai tambah dari produk-produk yang dihasilkan sentra-sentra produksi tersebut.

1.2. Tujuan

  1. Mengidentifikasi potensi sumberdaya wilayah penunjang KITAPMAS seperti potensi subsektor pertanian, subsektor industri-perdagangan, subsektor peternakan, dan subsektor penunjang lainnya.
  2. Mengembangkan sistem informasi teknologi dan informasi pasar yang relevan untuk mendukung berkembangnya CLUSTER-CLUSTER aktivitas dengan pendekatan tekno-ekonomi
  3. Rancangan masing-masing cluster dalam suatu KITAPMAS, keterkaitan antar cluster dan pola net-workingnya dengan lingkungan eksternalnya
  4. Rancangan sistem dan kelembagaan pelaku aktivitas dalam KITAPMAS dengan segenap komponennya dengan berlandaskan kepada kelembagaan sosio-tradisional yang telah mengakar di masyarakat.
  5. Menyusun konsep pengembangan kawasan : Rencana Induk, RENCANA STRATEGIS dan RENCANA OPERASIONAL.

1.2. Ruang Lingkup

1.2.1. Lingkup Kawasan Agroindustri

Penentuan KITAPMAS di suatu wilayah, diarahkan pada wilayah-wilayah yang memiliki potensi pengembangan agroindustri dalam arti luas, dengan basisnya komoditi ubikayu serta harus ditunjang dengan ketersediaan sarana dan prasarana transportasi dan pemasaran. Lingkup kawasan tidak dibatasi dengan batas administratif, tetapi ditentukan oleh fungsi ekologisnya, termasuk fungsi hidrologisnya. Dengan demikian, maka lingkup kawasan dapat relatif luas dapat terdiri dari beberapa wilayah kecamatan, dapat juga relatif kecil terdiri dari satu atau lebih wilayah desa dalam satu kecamatan.

Besar kecilnya Kawasan ini tidak terlepas dari pada faktor potensi dan fungsi kawasan, serta posisi geografisnya. Adanya perbedaan jarak yang panjang memungkinkan perlunya pemisahan kawasan, sedangkan jarak terpendek antar kawasan potensial cenderung membentuk satu kesatuan Kawasan.

Dalam kaitannya antara batas administratif dengan faktor jarak geografis terhadap kemungkinan terbentuknya kawasan, ada kemungkinan ditemukannya pemisahan dari suatu wilayah desa dan masuk membentuk kawasan baru di wilayah desa lainnya. Kemungkinan ini dapat saja terjadi di seluruh wilayah kabupaten, terutama wilayah-wilayah yang berbatasan langsung secara fisik. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 1 berikut.

0g1

Gambar 1. Konsep pengembangan KITAPMAS

1.2.2. Lingkup Teknologi

1. Pengolahan Tapioka

Pada prinsipnya pembuatan tepung tapioka adalah mengambil granula-granula pati dari dalam selnya dan selanjutnya dipisahkan dari komponen-komponen lain sehingga diperoleh pati dalam keadaan murni.

Secara ringkas proses pembuatan tepung tapioka dalam skala industri dapat dijelaskan pada bagan berikut :

0g2

Proses produksi tepung tapioka dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :

  • Tahap I : Singkong segar (maksimal 2 hari setelah panen) dimasukkan ke dalam mesin pengupas kulit.
  • Tahap II : Singkong yang telah dikupas dibersihkan dalam mesin pembersih untuk memisahkan dari kotoran-kotoran yang melekat.
  • Tahap III : Singkong yang telah bersih diparut atau dihancurkan dengan mesin penghancur.
  • Tahap IV : Hasil pemarutan dicampur dengan air dan diaduk dalam sebuah mesin pengaduk.
  • Tahap V : Hasil adukan diperas untuk memisahkan pati dengan ampasnya.
  • Tahap VI : Pati yang bercampur air diendapkan untuk memisahkan cairan pati yang kental dan berat dengan cairan yang ringan atau air limbah.
  • Tahap VII : Cairan pati kental dan berat tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tangki pati dan ditambahkan sulfur (belerang) agar hasil produksinya bersih dari kotoran.
  • Tahap VIII : Dari tangki pati cairan tersebut selanjutnya dikeringkan menjadi tepung. Hasil pengeringan ini masih berupa gumpalan tepung kasar, yang kemudian diayak untuk mendapatkan tepung tapioka yang halus sebagai produk jadi.
  • Tahap IX : Pada tahap yang paling akhir, tepung tapioka dimasukkan ke dalam karung plastik dan diangkut dengan mesin khusus dan selanjutnya disimpan dalam gudang sebelum di jual.

Dalam proses produksi tersebut dihasilkan tiga jenis limbah, yaitu :

  1. Kulit singkong, limbah ini tidak memiliki nilai ekonomi akan tetapi dapat dimanfaatkan untuk bahan kompos oleh penduduk yang ada di sekitarnya.
  2. Ampas singkong (onggok), merupakan ampas basah hasil pemisahan dengan pati. Ampas ini mempumyai nilai ekonomi dengan harga basah sekitar Rp 40 000/ton) dan dapat digunakan untuk pakan ternak dan pabrik asam sitrat.
  3. Air limbah cair, yang harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang karena mengandung sianida yang dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan.

1.2.3. Lingkup Kelembagaan

Kelompok Petani Ubikayu (KPU) merupakan kelompok tani yang dibentuk untuk memudahkan pelayanan usaha agribisnis anggotanya, mulai dari pengadaan sarana produksi, inovasi teknologi, informasi teknologi dan pasar, proses produksi maupun pemasaran hasil produksinya. Demikian juga Kelompok Pengolah Makanan Tradisional (KPMT) yang terkait dengan Industri Pengolahan Makanan Tradisional (IPMT), dan Industri Pengolahan Tapioka (IPT). Kelompok-kelompok ini menjalin networking sinergis melalui mediasi forum komunikasi agroindustri (FORKA) yang keanggotaannya adalah para ketua Kelompok, Koperasi, Industri (IPT dan IPMT), instansi terkait dan tokoh masyarakat. FORKA ini diperlukan agar proses inovasi, transfer, adopsi teknologi serta informasi pasar dengan cepat sampai pada anggota kelompok.

Struktur sistem pemberdayaan kelembagaan KITAPMAS dapat dilihat pada bagan berikut :

0g3

Tugas dan tanggung jawab masing-masing komponen organisasi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Investor /Pemerintah :

  1. Menyediakan fasilitas kredit dalam bentuk modal atau bahan baku untuk kelompok usaha melalui KOPAYU.
  2. Menjalin kerjasama kemitraan dalam bentuk permodalan atau pasar input-output dengan koperasi industri kecil / pengrajin dengan jalan menyediakan kemudahan-kemudahan birokrasi dan administrasi.
  3. Menjalin kerjasama konsultatif dengan koperasi industri kecil / pengrajin khususnya dalam pelatihan manajemen permodalan bagi usahanya.

b. Balai Latihan dan Pendidikan (BIPP):

  1. Menyediaan fasilitas, peralatan dan kelengkapan lain bagi industriawan/pengrajin untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya.
  2. Menyediakan informasi teknologi dan manajemen usaha bagi FORKA, KOPAYU, KELOMPOK USAHA, dan industri / pengrajin.
  3. Sebagai sebagai mediator transfer teknologi dan informasi dari sumber informasi dan teknologi kepada Kelompok usaha.

c. Swasta : Pedagang / Produsen saprodi / pengrajin

  1. Diharapkan bersedia sebagai mitra kerja koperasi atau KPU industri kecil / pengrajin dengan jalan menunjuk/ menempatkan perwakilannya di sentra produksi.
  2. Menjalin kerjasama kemitraan dengan jalan menyediakan informasi pasar dan transfer teknologi inovatif.

d. Instansi terkait dan tokoh masyarakat :

  1. Bertanggung jawab terhadap pelatihan dan penyuluhan untuk lebih meningkatkan akses industriawan / pengolah terhadap peluang-peluang ekonomi yang ada dan penguasaan teknologi.
  2. Menjalin kerjasama konsultatif dan kemitraan antar instansi terkait dan tokoh masyarakat setempat dalam pelaksanaan transfer teknologi, kerjasama Kelompok dan pembinaan pengelolaan usaha.

e. Koperasi Agri-Industri: KOPAYU

  1. Mengawasi, mengkoordinasikan dan membina pelaksanaan sistem usaha industri kecil/ pengolahan yang dilakukan oleh Kelompok serta membantu dalam operasionalisasi kegiatan pembinaan industri kecil/ pengolahan.
  2. Membina mekanisme kerja pemberian modal dan pengembalian kredit sehingga dapat memenuhi aspirasi industriawan/pengolah dan sumber kredit.
  3. Menjalin kerjasama kemitraan dengan swasta pedagang atau penampung output industrawan/pengolah dan produsen/pedagang input produksi.

f. Industriawan / pengrajin : RTP (Rumah Tangga Petani/Pengolah/Perajin)

  1. Melaksanakan usaha industri kecil/kerajinan melalui Kelompok.
  2. Menjalin kerjasama kemitraan dengan instansi/investor melalui mekanisme kerjasama yang saling menguntungkan.
  3. Mengikuti pelatihan teknologi, manajemen usaha sebelum atau selama operasionalisasi kegiatan.
  4. Memasarkan hasil produksinya baik secara langsung atau kepada lembaga pemasaran yang bermitra dengan Kelompok.
  5. Pengelolaan pemilikan alat produksi (jika kredit telah lunas) tetap berusaha secara kongsi di bawah pengawasan dan pembinaan Kelompok dan koperasi.
  6. Menjalin kerjasama dengan koperasi melalui program tabungan bebas sebagai dana unrtuk perawatan alat-alat produksi.

A. KPU: Kelompok Petani Ubikayu

0g1

B. KOPAYU : Koperasi Agroindustri Ubikayu

0g2

0g3

0g4

C. IPT : Industri Pengolahan Tapioka

0g5

D. IPMT: Industri Pengolahan Makanan Tradisional

KPMT: Kelompok Pengolahan Makanan Tradisional

0g6

E. KPMT: Kelompok Pengolah Makanan Tradisional

Usaha pengolahan makanan tradisional oleh masyarakat secara sendiri-sendiri telah berlangsung secara alamiah, namun usaha secara berkelompok dengan kerjasama yang serasi masih harus dikembangkan dan diberdayakan.

Strategi rekaya¬sa kelembagaan Kelompok usaha dapat disarankan sebagai berikut :

  1. Menciptakan usaha berkelompok dari RTP yang memungkinkan berkongsi dengan pangsa yang relatif seimbang, Kelompok Pengolah Makanan Tradisional (KPMT); demikian juga kelompok pengolahan pakan ternak (KPPT)
  2. Meningkatkan peran serta PPL, pedagang dan tokoh masyarakat dalam pemberdayaannya;
  3. Mengurangi bertahap ketergantungan peternak pada pedagang/ lembaga pemasaran sehingga meningkatkan posisi tawar-menawar dalam pemasaran hasil ;
  4. Memperkenalkan kredit yang ditempuh dengan sistem bagi hasil, serta mengatur sistem bagi hasil yang lebih seimbang dengan melibatkan Koperasi .

Ikatan antara sesama peternak dan antara peternak dengan tokoh masyarakat sangat kuat. Pada sisi lain keterbatasan penguasaan modal dan teknologi (terutama pasokan pakan konsentrat) dirasakan sebagai kendala pokok bagi pengem¬bangan agribisnis ayam buras. Oleh karena itu usaha yang sekarang dilakukan masih terkesan tradisional dengan sekala usaha yang relatif rendah.

Sistem kredit bagi hasil dengan antara KPMT, KPPT dan Koperasi dimaksudkan untuk mengurangi keterbatasan modal usaha. Dengan demikian perbankan formal, seperti Bank Jatim, sebagai penyedia fasilitas kredit diharapkan mampu menjalin kerjasama kemitraan dengan para peternak dengan mediasi Koperasi.

1. Keterkaitan Kelembagaan Pengolah Makanan Tradisional

0g1

2. Struktur Sistem Pembinaan

0g2

Tugas dan tanggung masing-masing komponen organisasi yang diusulkan tersebut diuraikan sebagai berikut :

a. Investor PEMERINTAH:

  • Membangun fasilitas IPMT dan sarana pendukungnya;
  • Menjalin kerjasama kemitraan dengan investor suasta dalam investasi;
  • Menjalin kerjasama konsultatif dengan Koperasi, khususnya dalam pelatihan manajemen permodalan bagi usaha pengolahan.

b. Suasta: Pedagang dan Produsen Saprodi :

  • Diharapkan bersedia sebagai mitra kerja Koperasi atau KP-MT ;
  • Menjalin kerjasama kemitraan dengan jalan menyediakan informasi-informasi pasar dan transfer teknologi inovatif .

c. Petugas Teknis / Penyuluh Lapangan (PPL) :

  • Bertanggung jawab terhadap pelatihan dan penyuluhan untuk lebih meningkatkan akses pengolah kecil terhadap peluang-peluang ekono¬mi yang ada dan penguasaan teknologi;
  • Menjalin kerjasama konsultatif dan kemitraan dengan instansi terkait dan tokoh masyarakat setempat dalam pelaksanaan transfer teknologi dan pembinaan pengelolaan usaha

d. Koperasi Pengusaha Makanan Tradisional

  • Mengawasi, mengkoordinasikan dan membina pelaksanaan sistem usaha yang dilakukan oleh KP- MT
  • Membantu KP-MT dalam operasionalisasi kegiatan pembinaan usaha pengolahan MT;
  • Membina mekanisme kerja pengembalian kredit sehingga dapat memenuhi aspirasi peternak dan sumber kredit ;
  • Menjalin kerjasama kemitraan dengan suasta dan produsen / pedagang SAPRODI ;
  • Membina dan mengembangkan mekanisme tabungan sukarela dari para anggota.

e. Rumah Tangga Perajin/ Pengolah

  • Melaksanakan usaha industri pengolahan makanan tradisional melalui KP-MT
  • Menjalin kerjasama kemitraan dengan instansi/ investor melalui mekanisme “kerjasama yang saling menguntungkan”;
  • Mengikuti pelatihan teknologi sebelum/selama operasionalisasi kegiatan;
  • Memasarkan hasil produksinya kepada lembaga pemasaran yang bermitra dengan KP-MT
  • Pengelolaan pemilikan alat produksi (jika kredit telah lunas), tetap berusaha secara kongsi di bawah pengawasan dan pembinaan KP-MT dan Koperasi; – Menjalin kerjasama dengan Koperasi melalui program tabungan bebas sebagai dana untuk perawatan alat-alat produksi.

II. KONSEP KELEMBAGAAN KITAPMAS

2.1. Konsep Sistem kelembagaan KITAPMAS

0g1

KETERKAITAN ANTAR CLUSTER DALAM KITAPMAS

0g2

SISTEM KETERKAITAN KELEMBAGAAN KOPAYU (KOPERASI AGROINDUSTRI BASIS UBIKAYU)

0g3

SISTEM KETERKAITAN KELEMBAGAAN dalam KSPU (Kawasan Sentra Produksi Ubikayu)

0g1

SISTEM KETERKAITAN KELEMBAGAAN dalam KSPMT (Kawasan Sentra Produksi Makanan Tradisional)

0g2

PASAR SWALAYAN PASAR TRADISIONAL (KOPAS) TOKO/KIOS IPMT (Industri Pengolahan Makanan Tradisional )

0g3

2.2. Kelembagaan IPT /IPPT/ IPMT

Industri pengolahan tapioka pada saat ini telah ada di Kecamatan Siman, Ponorogo, yaitu PT. Sari Tanam, dengan kapasitas maksimum yang sangat besar (250 ton sehari), sehingga dapat menampung seluruh hasil ubikayu dari wilayah Ponorogo dan sekitarnya. Hubungan kemitraan antara petani ubikayu dengan pabrik selama ini masih dianggap bagus, mekanisme pasar masih berlaku cukup fair dalam menetapkan harga ubikayu pada tingkat industri, demikian juga penetapan rendemen tapioka.

Limbah tapioka (onggok) dikeringkan dan digunakan untuk industri pengolahan pakan ternak yang berada di Kabupaten Blitar dan Tulungagung. Hanya sebagian kecil sekali yang dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk membuat pakan ternak, dicampur dengan jagung, ubikayu , daun-daun legume dan ikan asin sebagai sumber protein. Pengembangan industri pengolahan pakan ternak (IPPT) dan Industri Pengolahan Makanan Tradisional (IPMT) berbasis ubikayu /tapioka mempunyai prospek yang bagus untuk mendorong berkembangnya industri pangan. Investasi pembangunan industri dapat suasta murni atau dengan dukungan investasi pemerintah daerah dengan sekala usaha yang layak ekonomis.

Kelembagaan Industri menyangkut bentuk badan usaha (IPMT, IPT dan IPPT) tersebut. Bentuk Badan Usaha ini penting karena akan menyangkut hak kepemilikan dan tanggung jawab serta status di muka hukum. Unit industri sebagai Badan Usaha dan sebagai perusahaan tidak dapat dipisahkan, karena sebagai Badan Usaha IPT adalah sebagai badan hukum sedangkan sebagai perusahaan IPT merupakan penjelmaan dari aktivitasnya sebagai Badan Usaha. Mengenai bentuk Badan Usaha IPT/IPPT/IPMT yang akan dibentuk dalam KITAPMAS ini (dengan dukungan investasi publik) disarankan untuk melalui tahapan bentuk sementara dan bentuk akhir.

Investasi pembangunan ini dapat berasal dari investasi publik Pemda, kalau demikian maka bentuk awal Badan Usaha industri idealnya adalah BUMD sehingga dapat dikelola secara lebih profesional dan terpisah dari kegiatan administrasi Pemda. Namun apabila proses pendirian BUMD tersebut memerlukan waktu yang cukup panjang, maka sebagai bentuk awal dari Industri ini dapat berupa Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) yang pembentukannya cukup dengan SK Bupati. Setelah industri beroperasi, maka statusnya dapat diubah menjadi:

a. BUMD atau

b. langsung menjadi Perseroan Terbatas (PT) tanpa harus melalui BUMD terlebih dahulu.

Jika alternatif pertama yang akan dipilih, maka bentuk BUMD tersebut dapat direalisir setelah industri tersebut berjalan selama kurang lebih satu tahun dan selanjutnya setelah dengan status BUMD tersebut berjalan beberapa tahun dan dana investasi yang dikeluarkan oleh Pemkab telah kembali, maka perlu dipertimbangkan untuk mengubahnya menjadi P.T. (Perseroan Terbatas) dimana pemegang sahamnya mengikut sertakan peternak ayam buras dan koperasi.

Jika alternatif ke dua yang dipilih, maka setelah industri IPT berjalan kurang lebih satu atau dua tahun UPTD dapat langsung diproses menjadi PT tanpa harus mengubahnya terlebih dulu menjadi BUMD. Alternatif ke dua ini mempunyai implikasi lebih positif dibanding dengan alternatif pertama, baik dilihat dari pihak Pemda maupun dilihat dari pihak masyarakat.

Dipandang dari sudut kepentingan Pemda, semakin cepat UPTD diubah menjadi PT berarti semakin cepat sebagian besar atau seluruh dana investasi (jika dikehendaki oleh Pemda) akan kembali, karena dalam bentuk PT, pemegang sahamnya adalah Petani, KOPERASI, Pemda Ponorogo dan masyarakat luas. Dilihat dari sisi masyarakat dan Koperasi, mereka tidak harus menunggu lebih lama untuk menjadi pemilik IPT tersebut. Dengan kepemilikan tersebut diharapkan partisipasi mereka akan lebih besar dengan komitmen yang lebih kuat untuk kesinambungan dari IPT tersebut.

Tahapan bentuk Badan Usaha IPT tersebut adalah sebagai berikut :

a. UPTD ————– BUMD ——————  PT atau

b. UPTD —————————————–  PT

Jadi, apakah alternatif (a) atau (b) yang dipilih, bentuk final dari IPT tersebut adalah PT. Rekomendasi bentuk PT didasarkan pada orientasi misi untuk memberdayakan ekonomi masyarakat. Petani tidak cukup hanya berperan sebagai pengguna jasa IPT, meskipun dengan terms of trade (syarat-syarat transaksi bisnis) lebih baik dibanding bila berhadapan dengan pasar bebas. Memberdayakan masyarakat tani berarti meningkatkan partisipasi mereka tidak hanya dalam bentuk menyediakan bahan paku, tetapi juga partispasi dalam bentuk kepemilikan dari IPT tersebut. Kepemilikan oleh petani tersebut memiliki dua macam nilai tambah. Bagi petani, selain memperoleh peluang untuk memasok hasil produksinya, dia juga berhak akan laba yang diperoleh IPT. Bagi IPT, kesinambungan pasokan bahan baku produksi akan lebih terjamin.

Dengan pertimbangan di atas, maka bentuk akhir Badan Usaha IPT tersebut sebaiknya Perseroan Terbatas (PT) dimana para pemegang sahamnya terdiri dari beberapa pihak, yaitu Pemda, KOPERASI, Petani, dan masyarakat, dengan kontribusi dari masing-masing dapat dimusyawarahkan.

Peralihan dari bentuk UPTD atau BUMD menuju bentuk PT, tergantung alternatif mana yang dipilih, dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu kurang lebih 4-5 tahun tergantung kesiapan KOPERASI dan Petani mengambil alih saham yang dimiliki Investor Pemda. Penyertaan Petani tidak harus dibayar dengan lahan usaha yang dimiliki, tetapi terserah kepada mereka, apakah akan dibayar (tukar guling) dengan lahan yang dimilikinya atau akan dibayar dengan uang.

Mungkin timbul pertanyaan bagaimana Pemda selaku pembina dan pemrakarsa proyek ini dapat melaksanakan tugas pembinaannya. Fungsi pembinaan dan pengawasan Pemda dapat dilakukan melalui dua jalur. Jalur pertama dan kuat adalah kedudukan Pemda sebagai pemegang saham cukup dominan dapat duduk dalam Dewan Komisaris dan jalur ke dua dapat duduk dalam struktur organisasi IPT, misalnya sebagai Staff Penasehat. Siapa yang akan ditunjuk untuk duduk dalam Dewan Komisaris dan Staff Penasehat tergantung pada Bupati, tetapi pada dasarnya dinas-dinas yang terkait dapat duduk dalam struktur tersebut.

1. Kelembagaan Internal IPT/IPPT/IPMT

Dalam kelembagaan yang perlu dikemukakan adalah struktur organisasi, deskripsi kerja dan kualifikasi personil yang dibutuhkan. Deskripsi kerja yang dikemukakan hanya untuk Manajer dan Kepala Seksi, demikian juga kualifikasi personilnya.

1.1. Struktur Organisasi

Suatu unit usaha yang dibangun membutuhkan wadah untuk merealisasikan tujuan yang ingin dicapai oleh berbagai pihak yang terlibat. Wadah tersebut akan diwujudkan dalam bentuk organisasi. Adapun bentuk yang direncanakan adalah lini-staff, dimana untuk bentuk UPTD kekuasaan tertinggi ada pada Kepala UPTD, sedangkan untuk bentuk PT kekuasaan tertinggi ada pada pemegang saham. Dimana para pemegang saham tersebut dalam mengontrol industri akan diwakili oleh Dewan Komisaris.

Setelah struktur organisasi dibentuk selanjutnya landasan bagi penerimaan dan penempatan karyawan yang disebut dengan analisis tugas (job analysis) ditentukan. Analisis tugas memberikan informasi tentang setiap jabatan dan syarat-syarat yang diperlukan untuk memangku masing-masing jabatan tersebut dengan baik. Tentang jabatan itu sendiri ditunjukkan dalam uraian jabatan (job description ), sedangkan syarat-syarat yang diperlukan untuk memangku jabatan ditunjukkan dalam syarat-syarat jabatan atau kualifikasi personil (job specification).

1. Uraian Kerja (Job Description)

1.1. Manajer IPT/IPPT/IPMT

  • Merumuskan tujuan dan sasaran yang telah digariskan oleh Dewan Komisaris/Ketua UPTD.
  • Menetapkan strategi untuk mencapai sasaran perusahaan.
  • Menyusun rencana jangka panjang
  • Mengkoordinasikan penyusunan anggaran perusahaan yang akan diusulkan untuk disetujui Dewan Komisaris/Ketua UPTD.
  • Melaksanakan kebijaksanaan dan pengendalian keuangan, personalia, produks, teknik dan umum.

1.2. Kepala Seksi Bangunan / Konstruksi

  • Memimpin bagian ini untuk mencapai tujuan/sasaran yang telah ditetapkan.
  • Memimpin bagian pemeliharaan dan reparasi peralatan serta perawatan bangunan, termasuk pabrik, untuk menjamin kelancaran operasi.
  • Bekerjasama dengan manajer produksi untuk mengelola pemeliharaan sarana penunjang produksi.
  • Membuat anggaran bagiannya untuk diajukan.
  • Memberhentikan proses kerja peralatan, penggunaan bangunan, kendaraan serta peralatan lainnya jika dipandang perlu dan melaporkan kepada atasan.

2. Kepala Seksi Produksi

  • Menjaga kelancaran proses pengolahan pakan ternak dan mengendalikannya untuk mencapai target produksi.
  • Mengawasi mutu dan keragaan produk-produk olahan pakan ternak.
  • Menghitung kebenaran skema bagi hasil dengan RTP dan KPMT.
  • Membantu bagian instalasi .

3. Kepala Seksi Administrasi Keuangan, Umum, Personalia dan Pemasaran

  • Melaksanakan kebijakan Manajer IPMT dalam bidang anggaran, akuntasi, keuangan, personalia, umum, dan pemasaran serta memimpin seksi-seksinya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan perusahaan.
  • Melaksanakan penerimaan, pengeluaran dan penggunaan dana.
  • Membuat rencana dan pengendalian keuangan serta menganalisanya.
  • Melaksanakan pembayaran gaji, upah lebur, serta kesejahteraan, pelayanan kesehatan dan keselamatan kerja sesuai dengan hak-hak karyawan dan peraturan yang berlaku.
  • Memelihara hubungan baik dengan instasi pemerintah yang menangani masalah ketenagakerjaan.
  • Menetapkan prosedur penarikan dan penempatan karyawan staff.
  • Menetapkan program pengembangan karyawan dan sekaligus membuat peraturan mengenai kedisiplinan karyawan.
  • Pengolahan dan pengamanan data keuangan serta dokumen-dokumen pendukungnya.
  • Melakukan pengendalian di bidang pemasaran.

III. PENDAMPINGAN

Upaya pendampingan ditempatkan secara utuh dalam kerangka pemberdayaan masya¬rakat dan peningkatan produktivitas usaha agroindustri milik rakyat (usahatani ubikayu, pengolahan pakan ternak, usaha peternakan ayam buras dan lainnya). Agar supaya usaha ini menjadi lebih efektif, maka diperlukan dukungan dari berbagai pihak dan sektor secara terpadu dengan mekanisme pendampingan sesuai dengan potensi wilayah.

Pengembangkan KITAPMAS di Siman ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan memperkuat kemampuan masyarakat untuk meningkatkan taraf hidupnya dengan membuka keterisolasian dan kesempatan berusaha dengan melibatkan komoditas unggulan berbasis ubikayu-tapioka. Program ini diarahkan pada pengembangan kegiatan sosial ekonomi untuk mewujudkan keberdayaan masyarakat perdesaan, dengan menerapkan prinsip-prinsip sekala ekonomi, usaha kelompok, keswadayaan dan partisipasi, serta menerapkan semangat dan kegiatan kooperatif dalam bentuk Kelompok Usaha Bersama Agroindustri.

Untuk mencapai sasaran tersebut di atas, masyarakat perdesaan perlu dibina melalui pengembangan kelompok usaha. Oleh karena itu masyarakat diberikan wewenang penuh untuk merumuskan kegiatan usaha produktifnya. Dengan demikian sasaran pendampingan kelompok adalah meningkatnya kemam¬puan masyarakat untuk berusaha secara produktif dan ekonomis.

Pembinaan masyarakat seperti dimaksud memerlukan tenaga pendamping yang handal. Untuk dapat melak¬sanakan tugasnya secara efektif, tenaga pendamping ini harus siap bekerja secara purna waktu. Pendamping adalah tenaga lapangan pada tingkat desa berasal dari berbagai instansi pemerintah atau dari masyarakat, yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan kebutuhan untuk mengembang¬kan usaha agribisnis.

Pendamping bertugas antara lain (1) membina penduduk yang bergabung dalam kelompok usaha sehingga menjadi suatu kebersamaan yang berorientasi pada upaya perbaikan kehidupan, (2) sebagai pemandu (fasilitator), penghu¬bung (komunikator), dan penggerak (dinamisator) dalam pembentukan kelompok dan pembimbing pengembangan kegiatan usaha agribisnis.

Dalam melaksanakan tugas-tugasnya tersebut, pendamping dikoordinasi¬kan oleh KOPAYU. Ruang lingkup tugas pendamping adalah sbb:

a. Melalui prakarsa KOPAYU, pendamping memandu pembentukan kelompok melalui musyawarah RT/RW/Lingkungan/Dusun/Desa.

b. Membina Kelompok agar berfungsi sebagai wahana proses belajar mengajar proses alih teknologi, pengambilan keputusan, mobilisasi sumberdaya para anggota dan komunikasi antara anggota dengan para petugas.

c. Bersama aparat terkait menyusun rencana peningkatan kualitas sumberdaya manusia dari para anggota dan pengurus kelompok.

d. Mengembangkan sistem informasi pasar hasil produksi dan sarana produksi, serta ketersediaan teknologi tepat guna.

e. Meningkatkan kerjasama dengan para tokoh masyarakat, lembaga- lembaga pene-litian serta lembaga-lembaga suasta.

f. Memantau permasalahan dan hambatan dalam pengembangan usaha para anggota kelompok

g. Mengidentifikasi kebutuhan teknologi dan menginformasikannya ke lembaga-lembaga inovasi teknologi.

Kegiatan Utama Pendamping

1. Membantu Pembentukan Kelompok (KPU, KPPT, KPMT)

Kelompok adalah kumpulan penduduk setempat yang menyatukan diri dalam usaha agribisnis untuk meningkatkan kesejahte¬raan, keswadayaan dan kegotong-royongan. Untuk memperlancar dan mengefektifkan upaya mempercepat penanggulanan kemiskinan, penduduk desa harus didorong membentuk kelompok usaha bersama. Pembentukan kelompok ini dapat diprakarsai oleh koperasi bersama-sama dengan tokoh masyarakat.

Dalam membantu pembentukan Kelompok tersebut maka perlu memperhati¬kan beberapa hal, yaitu: (a). Pembentukan kelompok didasarkan pada kebutuhan rumahtangga, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan anggota (b). Harus dihindari pembentukan kelompok yang dipaksakan oleh aparat pemerintah, termasuk aparat desa (c). Dalam wadah kelompok ini diselenggarakan usaha produktif agribisnis, pemupukan modal dan penghimpunan tabungan sehingga memberikan manfaat secara ekonomis bagi semua anggota kelompok secara lestari dan berkelanjutan (d). Kelompok dapat merupakan kelompok yang sudah ada, atau dapat pula disiapkan, ditumbuhkan, dan dibina secara khusus oleh aparat desa, organisasi kemasyarakatan, perguruan tinggi, dan lembaga swa¬daya masyarakat sesuai dengan ketentuan yang ada, yaitu anggotanya penduduk miskin (e). Pada satu desa/kelurahan dapat dibentuk beberapa kelompok seusai dengan kebutuhan atau dengan mengembangkan kelompok yang ada. Kelompok beranggotakan sekitar 20-25 rumahtangga yang tinggal dalam satu hamparan. (f). Pembinaan pendamping terhadap Kelompok disesuaikan dengan kondisi dan situasi setempat. Jumlah Kelompok yang dibina dibatasi sebanyak-banyaknya 5 Kelompok.

2. Membimbing Pilihan Jenis dan Mengembangkan Mutu Usaha

Anggota Kelompok yang belum mempunyai usaha intensif memerlukan bimbingan dalam memilih jenis kegiatan. Jenis usaha yang dipilih hendaknya berdasarkan; (a). Kesepakatan anggota KELOMPOK; (b) berorientasi pada peningkatan pendapatan, (c) kemampuan anggota, (d) potensi sumberdaya alam yang mendukung, (e) usaha dapat beragam dalam konteks agribisnis komoditas unggulan wilayah.

Bagi anggota KELOMPOK yang sudah mempunyai kegiatan produktif tetap maka pendamping membimbing guna meningkatkan mutu dan penambahan modal

3. Membimbing Perencanaan Kegiatan Usaha KELOMPOK

(a). Membantu KELOMPOK dalam membahas sumberdaya alam dan manusia sesuai dengan pilihan terbaik bagi anggota berda¬sarkan kemampaun yang ada

(b). Membantu menetapkan jenis kegiatan yang sesuai dengan prioritas kebutuhan dan kemampuan sumberdaya yang tersedia. Dengan memperhati¬kan aspek alat, bahan. cara dan tempat.

(c). Membantu KELOMPOK membahas dan menyusun jadwal kegiatannya. (d). Jadwal seluruh kelompok dibahas dan disepakati dalam musyawarah pembangunan desa.

Formulir -1 . DAFTAR USULAN KEGIATAN KELOMPOK

0g1

Formulir -2. DAFTAR USULAN KEGIATAN

0g2

4. Mengusahakan Bantuan Teknik

Bantuan teknis dapat berupa : a. Bidang pengorganisasian permodalan, pengembangan usaha, pengemban¬gan sumberdaya manusia, jaringan kerja; b. Bidang teknis sektoral: pertanian, perikanan, perkebunan, perindus¬trian, perdagangan dst.

Dalam hal ini pendamping dapat melaksanakan langkah sebagaiberikut: a. Pendamping membuat daftar kebutuhan bantuan teknis dari hasil diskusi KELOMPOK. b. Pendamping membuat daftar sumberdaya teknis yang ada di desa atau sekitarnya. c. Pendamping mengusahakan bantuan teknis dari instansi terkait melalui Koperasi.

5. Membantu Pengelolaan Dana Bantuan/Kredit

Pendamping membantu memeriksa kelengkapan persyaratan pencairan dana program bantuan/kredit termasuk persetujuan Koperasi, dan kese¬suaiann usulan dengan hasil musyawarah KELOMPOK. Pendamping perlu memahami prosedur pencairan dana sbb:

0g1

6. Membina Kegiatan Usaha

Dalam mengarahkan pelaksanaan kegiatan usaha harus diingat:

a. Rencana kegiatan yang telah disusun atau disepakati sebelumnya.

b. Situasi dan kondisi yang paling tepat

c. Bersifat menyuluh, memotivasi atau mengajak, bukan menginstruksi¬kan

d. Tingkat perkembangan yang dicapai.

Ada beberapa cara yang dapat dipilih mana yangs esuai dengan ekeper¬luan:

a. Pengarahan langsung pada waktu usaha dilaksanakan

b. Melalui pertmeuan-pertemuan dengan KELOMPOK

c. Melalui pertemuan umum seperti: musyawarah RT/RW, Sholat Jum’at, upacara perayaan dan semacamnya

d. Menjembatani anggota dan KELOMPOK yang memerlukan bantuan teknis yang dibutuhakan

e. Pembinaan dapat juga berupa pemberian penghargaan bagi yang berhasil, memberi motivasi, melakkukan pembetulan jika ada kekeliruan dan sebagainya.

Jika terjadi masalah atau kemacetan usaha maka dibahas bersama cara pemecahan masalahnya.

7. Membina Mekanisme Perguliran

a. Pada prinsipnya KELOMPOK dapat menghimpun dan mengelola serta menggulirkoan dana kelompok sendiri secara berkelanjutan. Pertambahan kapital KELOMPOK sangat bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan usaha kelompok sehingga penggulkiran antar anggota kelompok sesuai kebutuhannya dan kesepakatan KELOMPOK. Usaha pengguliran dana KELOMPOK harus didasarkan pada keterbukaan dan kesepakatan yang dipegang teguh oleh para anggotanya.

b. Pembinaan pengguliran dana dapat dilakukan melalui cara a.l.: menabung, pemupukan modal. simpan pinjam, koperasi, dll.

c. Pendamping perlu memahami kesepakatan dan mekanisme pengguliran dana, dalam hal ini membantu bagaimana caranya: peminjaman dana, penetapan besarnya bunga dan cara pembayaran, jangka waktu angsuran, jadwal angsuran, penetapan besarnya tabungan, dsb.

8. Membimbing Penyusunan Catatan KELOMPOK dan Pelaporan.

Membantu penyusunan catatan pelaksanaan usaha dan kegiatan anggota/ KELOMPOK yang dituangkan dalam formulir .

0g1

0g2

IV. POLA INVESTASI

Koperasi agroindustri basis ubikayu (KOPAYU) dapat dijadikan sebagai alternatif wadah untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui berbagai bentuk kemitraan investasi dengan stakeholder yang relevan.

Pola I: Koperasi Pengelola KITAPMAS (Kawasan Industri basis Tapioka Milik Masyarakat)

Masyarakat membentuk KOPAYU, membangun kawasan sentra produksi (KSP) ubikayu dan fasilitas Industri Pengolahan Tapioka (IPT) dan Industri Pengolahan Pakan Ternak (IPMT), serta mengembangkan sarana dan prasarana penunjangnya. Dalam proses pengembangan koperasi seperti ini masyarakat anggota dan pengurus koperasi dapat meminta bantuan pihak ke tiga (manajemen profesional) berdasarkan suatu KONTRAK PEKERJAAN (KP). Biaya pemberdayaan kelompok usaha agroindustri, fasilitas industri pengolahan, sarana dan prasarana agroindustri serta biaya KP, 100 persen bersumber dari dana/investasi masyarakat ”agroindustri”, termasuk ANGGOTA dan pengurus KOPERASI.

Pola II: Patungan Koperasi dan Investor.

Pola ini merupakan modifikasi dari pola PIR (Perusahaan Inti Rakyat), yaitu menghilangkan pembatas kelembagaan antara plasma dan inti. Dalam Pola II, sejak awal masyarakat membentuk KOPAYU dan berpatungan dengan suasta sebagai satu unit usaha patungan KITAPMAS. Dengan pola ini secara menyeluruh komposisi pemilikan saham antara KOPAYU dan SUASTA dapat beragam sesuai kesepakatan, misalnya 65 persen : 35 persen.

Pola III: Patungan Investor dan Koperasi.

Seperti Pola II, tetapi kontribusi KOPAYU lebih terbatas, yaitu pada “in kind contribution” yang disetarakan dengan nilai uang, misalnya lahan usaha ubikayu milik Koperasi (sebagai saham). Secara menyeluruh pangsa KOPAYU pada tahap awal sekurangnya 20%, yang selanjutnya secara bertahap meningkat sesuai dengan perkembangan kondisi usaha agroindustri KITAPMAS.

0g3

Pola IV. BOT (Building-Operating-Transfer).

Pola ini terbuka bagi investor (termasuk PEMERINTAH). Dalam pola ini investor membangun industri pengolahan (IPT , IPPT dan IPMT), sarana dan prasarana pendukungnya (KITAPMAS), termasuk pula memberdayakan KOPAYU yang akan menerima dan melanjutkan usaha. Tahapan dan persyaratan yang diperlukan untuk membangun, mengoperasikan dan mentransfer dirancang kesesuaiannya dengan karakteristik komoditi dan kondisi pasarnya. Pada dasarnya fasilitas agroindustri ditransfer pada saat KOPAYU sudah siap dan kondisi fasilitas industri pengolahan masih menguntungkan secara teknis-ekonomis untuk dikelola oleh koperasi.

Pola V. Model BTN (Bank Tabungan Negara)

Pola ini mengadopsi dari pola pengembangan perumahan rakyat yang dikembangkan oleh Bank Tabungan Negara. Pemerintah bukan hanya menyediakan paket kredit untuk mengembangkan KSPU & KSPAB, IPT & IPMT, tetapi juga mengembangkan kelembagaan keuangan (seperti BTN) sebagai lembaga yang membiayai pembangunan KITAPMAS, yang dilaksanakan oleh developer. Developer dibatasi kepada BUMD/BUMS yang memiliki “core competence” di bidang AGROINDUSTRI. Kapling KSP dan industri pengolahan yang telah dibangun dapat dimiliki oleh para pihak yang berminat menanamkan modalnya dalam bentuk agroindustri basis tapioka. KOPAYU dikembangkan untuk mengelola KITAPMAS secara utuh dengan dukungan dana operasionalnya bersumber dari hasil usahanya.

V. RENCANA STRATEGIS PENGEMBANGAN KITAPMAS

1. Batasan Istilah

1.1. Kawasan Sentra Produksi KITAPMAS Sentra adalah suatu hamparan komoditas bersekala ekonomi di suatu wilayah agroekosistem, dimana wilayah terebut dilengkapi dengan sarana-prasarana yang dibutuhkan, kelemba¬gaan, pengolahan/pemasaran, dan sektor lain yang menunjang perkembangan dari sentra komoditas tersebut.

1.2. Komoditas Andalan Komoditas andalan adalah sejumlah komoditas yang dapat diproduksi / dikembangkan di suatu kawasan berdasarkan analisis kesesuaian agroekologi dan sosial-ekonomis.

1.3. Komoditas Unggulan Komoditas unggulan adalah salah satu komoditas andalan yang paling menguntungkan untuk diusahakan/dikembangkan di suatu kawasan yang mempunyai prospek pasar dan peningkatan pendapa¬tan/kesejahteraan petani dan keluarga serta didukung oleh potensi ketersediaan lahan yang memadai.

1.4. Komoditas Penunjuang Komoditas penunjang ialah komoditas-komoditas lain yang dapat dipadukan pengusahaannya dengan komoditas pokok (unggulan) yang dikembangkan di suatu kawasan dalam rangka optimalisasi pemanfaatan sumberdaya (lahan, tenagaker¬ja, sarana/prasarana) dan peningkatan pendapatan petani mela¬lui peningkatan produksi maupun keterpaduan pengusahaannya akan meningkatkan efisiensi/saling memanfaatkan.

1.5. Agroindustri Agroindustri merupakan suatu kegiatan penanganan komoditas secara komprehensif mulai dari hulu sampai hilir (pengadaan dan peny¬aluran agro-input, proses produksi, pengolahan dan pemasaran).

1.6. Sekala Ekonomi Agroindustri Komoditas Unggulan Suatu luasan/besaran usahatani komoditas unggulan yang dapat menghasilkan volume produksi tertentu untuk memenuhi kebutuhan pasar/agroindustri (sekala kecil/sedang/besar) di kawasan tertentu.

2. Skenario Pengembangan

Skenario master plan KITAPMAS disusun melalui penyusunan program-program secara terarah dan benar ke dalam tahapan-tahapan kegiatan yang harus dilalui (identifikasi, skenario, program pengem-bangan dan program terpilih). Setiap tahapan program / kegiatan harus dapat mencerminkan alur proses input dan output yang dapat dikendalikan dari acuan dan atau parameter kinerja sehingga program yang dikembangkan sebagai program terpilih mengikuti kerangka pemikiran Master Plan KITAPMAS.

Skenario rencana tindak dan rencana implementasi yang merupakan pengembangan lanjutan dari program Master Plan yaitu berupa program terpilih, selanjutnya disusun secara sistematis untuk memahami muatan-muatan apa saja yang dapat dijabarkan / diimplementasikan (dalam satuan; volume, biaya, waktu, sumber pembiayaan dan pengelolaannya) dalam setiap program berdasarkan sasaran. Dalam hal ini, program-program yang dimaksud adalah program-program yang memiliki kriteria tertentu yang telah ditetapkan.

Setiap program dilengkapi dengan pola-pola pengembangan pelaksanaan yang mengacu dan memperhatikan seberapa besar dukungan yang ada untuk mengetahui kemudahan-kemudahan maupun kendala-kendala pengembangan usaha di suatu kawasan pengembangan.

Kepentingan tersebut di atas dimaksudkan untuk memberikan informasi awal bagi masyarakat dan investor, misalnya adanya aspek pembiayaan dan mekanisme insentif dan dis-insentif. Di dalam program-program terpilih dari satuan program, ada program yang dapat langsung dilaksanakan (action) tanpa melalui tahapan profil investasi, misalnya program peningkatan sumberdaya manusia melalui sistem pelatihan. Profil investasi dalam hal ini adalah suatu tahapan program yang masih perlu diperkenalkan kepada masyarakat melalui kegiatan penyuluhan/promosi yang dapat diadakan setiap saat.

0g2

Gambar 2. Diagram alir penyusunan rencana induk, rencana aksi dan rencana implementasi KITAPMAS

VI. RENCANA OPERASIONAL PENGEMBANGAN

1. Penetapan Lokasi dan Sasaran Jenis Usaha

Pemilihan lokasi didasarkan atas ketersediaan lahan, kesesuaian agroklimatnya, kesiapan prasarana, ketersediaan tenagakerja serta sumberdaya lain yang membentuk keunggulan lokasi yang bersangkutan.

Pemilihan komoditas utama dan penun¬jang serta jenis usahanya didasarkan atas potensi menghasilkan keuntungan, potensi pemasarannya, kesiapan dan penerimaan masya¬rakat atas jenis usahatani yang akan dikembangkan, serta kesela¬rasan dengan kebijakan pembangunan daerah.

Untuk menduga keung¬gulan wilayah serta komoditas yang diplih dilakukan anali¬sis interpretatif berdasarkan faktor-faktor ekologi, ekonomi dan sosial.

2. Penentuan Kegiatan yang Dilakukan

Penentuan kegiatan yang perlu dilakukan didasarkan atas analisis kondisi saat ini dan kondisi yang diinginkan, yang dirinci menurut komponen-komponen penting KITAPMAS, yaitu target group, ketersediaan dan kesesuaian lokasi, dan prasarana¬nya, ketersediaan sarana produksi, kemampuan pengelolaan sistem produksi, penanganan teknis penanganan limbah, promosi dan pemasaran, dukungan prasarana dan kelembagaan.

Dari analisis tersebut dapat diketahui upaya dan kegiatan yang diperlukan untuk mewujudkan KITAPMAS, dalam satuan volume yang jelas. Keseluruhan kegiatan tersebut dapat diuraikan menurut tahapan per tahun, disesuaikan dengan kondisi fisik lokasi, kondisi sosial ekonomi serta tingkat kemampuan masyarakat. Desain lokasi harus dilengkapi dengan gambar fisiknya untuk mengetahui volume serta lokasi yang tepat atas pembangunan dan kegiatan fisik yang diperlukan.

3. Rincian Kegiatan Sinergis Lintas Sektoral

Tahapan kegiatan dapat diuraikan menurut kegiatan serta institusi yang harus memberikan kontribusi terhadap pembangunan KITAPMAS. Secara garis besar hal ini dapat disajikan dalam bentuk matriks keterpaduan pengemban¬gan KITAPMAS . Kegiatannya a.l. meliputi:

3.1. Pengembangan Sentra Produksi: Kebun Ubikayu-rakyat

Kebun ubikayu-rakyat dirancang sebagai Kebun Tiga Strata, Strata pertama adalah pohon pagar (jati-mas) dan naungan (sengon); Strata ke dua tanaman ubikayu; dan strata ke tiga adalah cover-crop berupa jenis-jenis legum pakan ternak.

Pengembangan sistem produksi, baik komoditas unggulan maupun komple¬menternya, dapat diidentifikasi menurut volume fisik yang jelas. Garis besar kegiatannya meliputi persiapan sarana produksi dan kelompok pelaku usaha, pelatihan usaha, penyediaan alat, dan penyelenggaraan penyuluhan & pendampingan. Pembinaan teknis produksi, cara memanen dan cara untuk memperta¬hankan kualitas produk, perlakuan pasca panen, dilaksanakan berkerjasama sinergis dengan instansi teknis yang relevan.

3.2. Pembinaan Pengolahan Hasil dan Promosi / Pemasaran

Peningkatan ketrampilan teknis dalam penanganan proses produksi seperti cara mengemas, mengumpulkan dan menyeleksi hasil produksi serta peralatan yang diperlukan untuk mempertahankan kualitas hingga cara pengolahan produk untuk meningkatkan nilai tambah serta meningkatkan kemampuan pemasaran, khususnya yang menyang¬kut produk unggulan KITAPMAS. Untuk melaksanakan pembinaan dengan sarana yang terse¬dia di wilayah secara lebih optimal maka kerjasama dengan jajaran instansi perindustrian dan perdagangan setempat harus dilakukan. Sinergi kegiatan hanya dapat dicapai dengan koordinasi perenca¬naan dan pembagian tugas yang jelas.

3.3. Pembinaan Pengembangan Usaha

Kelompok kegiatan yang menyangkut peningkatan kemampuan mengelola usaha dan melaksanakan kemitraan dengan pedagang, eksportir maupun industri pengolahan pangan dilaksanakan melalui pembi¬naan Kelompok Usaha Bersama ke arah Koperasi, pembentukan forum komunikasi, pelaksanaan temu-temu usaha, pelatihan kewira-usa¬haan, dan peningkatan kemampuan BIPP sebagai pusat konsultasi dan pelayanan agribisnis. Berbagai kegiatan tersebut dapat dilaksanakan sinergi dengan proyek-proyek sektoral yang dikelola oleh Dinas dan instansi lain, termasuk Pemda yang mengelola dana APBD.

3.4. Kegiatan Penunjang

  1. Pelayanan Sarana Produksi Lembaga pelayanan ini diperlukan untuk membantu penyediaan sarana produksi dan peralatan yang dibutuhkan para petani , pedagang dan pengolah untuk melaksanakan kegiatan usahanya. Pelayanan ini harus ada untuk menjamin ketersediaan sarana produksi tepat waktu, jumlah, dan harga yang wajar. Instansi pemerintah setempat harus mampu menciptakan iklim usaha dan memberikan dukungan agar koperasi atau pengusaha dapat emenja¬lankan fungsinya secara wajar. Diperlukannya rekomendasi berba¬gai program insentif untuk mendorong tumbuhnya lembaga pelaya¬nan, khususnya untuk lokasi yang terpencil.
  2. Pelayanan informasi teknologi spesifik lokasi Diidentifikasi jenis teknologi spesifik yang diperlukan untuk pembangunan KITAPMAS, sesuai dengan cluster-cluster pendukungnya. Pelayanan ini mencakup pemilihan jenis yang berkualitas tinggi yang secara ekonomis dapat diproduksi di lokasi setempat, teknologi pascapanen, pengolahan primer, sekunder hingga pengemasan produk segar maupun olahannya. Kerjasama penel¬iti-penyuluh dalam hal alih teknologi kepada masyarakat pelaku usaha harus dilakukan secara sinergis dan intensif.
  3. Pelayanan Perlindungan Kesehatan Kegiatan perlindungan yang harus mengawali pelaksanaan KITAPMAS terutama adalah pengawasan sebagai tindakan preventif serta metode penanggulangan gangguan hama dan penyakit. Hal ini sangat penting untuk mencegah kerugian akibat kegagalan atau penurunan kualitas produk.
  4. Pelayanan perbenihan/Pembibitan Institusi penangkar benih dan bibit yang ada diharapkan dapat menga¬lokasikan kegiatan untuk mendukung pengembangan komoditas unggu¬lan KITAPMAS . Kegiatan yang diperukan beragam dan perlu dirinci menurut volume dan jenis. Aspek ini mencakup pengadaan benih / bibit, pengawasan dan sertifikasi , serta pembinaan petani penangkar.
  5. Kegiatan Pendampingan BIPP ditingkatkan kemampuannya agar dapat memberikan kontribusi sesuai dengan fungsinya, sebagai tempat bertanya, berlatih, berbagi pengalaman antar pelaku bisnis dan tempat pertemuan antara petani, pedagang dan pengelola usaha . Untuk itu perlu dipersiapkan SDM serta perangkat keras dan lunak yang memadai untuk menjalankan fungsi pusat informasi dan pelayanan teknologi (POSYANTEK) .
  6. Ketersediaan air bersih KITAPMAS memerlukan air untuk proses produksi, dan kegiatan penunjang lainnya. Kebutuhan air bersih akan meningkat kalau telah terdapat kegiatan pengolahan, terutama dalam bentuk industri berbasis pangan. Program pengairan yang dikelola oleh instansi Pekerjaan Umum diminta untuk mengalokasikan kegiatan penyediaan sumber air dan saluran pengairan untuk KITAPMAS ini. Koordinasi dengan Pemda dan instansi terkait sangat penting untuk mengarahkan kegiatan fisik yang tepat pada lokasi yang tepat pula.
  7. Transportasi Sarana transportasi sangat vital dalam membangun KITAPMAS dengan demikian program pembangunan sarana transportasi yang dikelola oleh instansi Pekerjaan Umum dan Perhubungan harus ikut menunjang tersedianya prasarana jalan serta fasilitas transportasi yang memadai di kawasan sentra produksi, yang menghubungkannya dengan pusat-pusat pelayanan dan pemasaran.
  8. Energi Energi diperlukan antara lain dalam proses pengolahan bahan pangan menjadi aneka bentuk pakan dan makanan, serta proses penanganan pasca panen hasil tanaman, terutama untuk alat pengeringan, pengupasan, sortasi, pengolahan, perlakuan pemanasan, pendingi¬nan dan sebagainya. Energi yang dibutuhkan dapat berupa lis¬trik, bahan bakar minyak, gas atau bahan bakar dari limbah tanaman seperti kulit, kayu dan ranting hasil pangkasan.
  9. Sarana dan Prasarana Pemasaran Sarana dan prasarana pemasaran, seperti tempat penampungan, fasilitas “pamer” yang memadai, alat-alat pengepakan, informasi harga serta fasilitas fisik pasar yang memadai, sangat vital dalam pengembangan sentra agroindustri. Kebutuhan fasilitas ini sangat beragam sesuai dengan komoditas pangan yang dihasilkan.
  10. Lembaga Keuangan/Permodalan Lembaga keuangan dan permodalan yang efektif sangat penting bagi para pelaku usaha agroindustri sekala kecil (UKM), sehingga harus berada di lokasi sentra atau lokasi yang sangat mudah dicapai dari kawasan sentra, dengan biaya transportasi dan biaya administrasi yang minimum. Kerjasama antara Pemda dengan instansi terkait diper¬lukan untuk menyediakan sumber modal yang dapat diakses oleh UKM dengan prosedur yang cepat dan murah.

2 Comments »

  1. Mohon dikirimkan detail prosedure pengajuan kredit
    untuk usaha tapioka.

    Tks,
    Salam
    Otraniw gus
    081311498060

    Comment by otraniw gus — November 26, 2010 @ 2:48 am

  2. selamat sore.sebelumnya terima kasih,saya berminat untuk menjalankan usaha produksi tepung tapioka ini apakan saya bisa dapat informasi yang lebih detai mengenai usaha ini(harga mesin.luas tempat usaha”min”,modal awal.terima kasih

    Comment by denny — February 12, 2011 @ 11:03 am


RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Blog at WordPress.com.