Kelembagaan DAS

Fitri Nurfatriani dan Handoyo

NILAI EKONOMI MANFAAT HIDROLOGIS HUTAN DI DAS BRANTAS HULU UNTUK PEMANFAATAN NON KOMERSIAL

Oleh : Fitri Nurfatriani dan Handoyo, Peneliti pada Puslitsosek, Bogor

Info SOSIAL EKONOMI Vol. 7 No. 3 September Th. 2007, 193 – 214

ABSTRAK

Manfaat hidrologis hutan dalam keseimbangan ekosistem khususnya pada tata air masih dinilai rendah, khususnya untuk pemanfaatan air yang berasal dari mata-mata air di hutan yang langsung dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kebutuhan pertanian dan rumah tangga. Air masih dinilai sebagai barang bebas dimana pemanfaatannya tanpa batas dan tidak dihargai dalam struktur ekonomi. Untuk itu diperlukan penilaian ekonomi atas manfaat hidrologis yang dihasilkan hutan lindung ini, khususnya untuk pemanfaatan non komersial agar diperoleh gambaran kuantitatif manfaat hidrologis hutan sebagai pengatur tata air. Tujuan penelitian ini mengestimasi nilai ekonomi total dari manfaat hidrologis hutan lindung untuk kebutuhan pertanian dan rumah tangga. Metode analisis yang digunakan adalah biaya pengadaan dengan stepwise regretion . Dari penelitian diperoleh besar nilai manfaat air non komersial di Sub DAS Brantas Hulu menghasilkan nilai kesediaan membayar atas manfaat air pertanian sebesar Rp 20,8 juta/petani/tahun sehingga diperoleh nilai ekonomi total sebesar Rp 5,9 trilyun/tahun, dan nilai kesediaan membayar atas manfaat air rumah tangga sebesar Rp 641.783/orang/tahun sehingga diperoleh nilai ekonomi total manfaat air untuk kebutuhan rumah tangga sebesar Rp 14,4 milyar/tahun.

Kata kunci: Nilai ekonomi air, hutan, non komersial, ekonomi lingkungan

I. PENDAHULUAN

Hutan menghasilkan fungsi ekologis sebagai pengatur tata air yaitu dapat berfungsi sebagai pengikat air, dan meningkatkan kapasitas infiltrasi. Di Indonesia sebagian besar dari air yang mengalir di sungai-sungai berasal dari Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berhutan. Dengan demikian ketersediaan air baik kuantitas dan kualitasnya secara langsung berkaitan dengan kualitas hutan (Lee, 1981). Konversi hutan untuk penggunaan lahan lain hingga saat ini telah menyebabkan gangguan terhadap kinerja DAS seperti mengeringnya sumber-sumber mata air, peningkatan debit, aliran permukaan dan sedimentasi yang tinggi, serta penurunan permukaan air tanah. Berbagai gangguan tersebut menyebabkan kerugian, khususnya bagi pihak pengguna di kawasan hilir. Banyak pihak yang belum menyadari tentang besarnya peranan hutan dalam mengatur fungsi tata air ini sehingga terjadi berbagai gangguan terhadap kinerjaDAS tersebut.

Saat ini, hutan masih dinilai dari manfaat langsungnya (tangible). Peran ekologis hutan tidak terlalu banyak dipahami dan dinilai secara konkret sampai dengan terjadinya gangguan ekosistem seperti bencana banjir dan kekeringan yang menyadarkan banyak pihak atas manfaat intangible hutan ini. Terlebih di kawasan hulu suatu DAS, banyaknya sumber air di kawasan tersebut dapat menunjukkan kondisi hutan yang masih baik, dimana sumber air tersebut sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat sekitar hutan baik untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian maupun kepentingan industri. Masyarakat sekitar masih memanfaatkan air dari sumber air ini secara langsung dengan mengalirkannya melalui pipa-pipa ke tempat pengguna. Saat ini pemanfaatan air dari sumber air tersebut belum masuk dalam struktur ekonomi dimana masih belum dilakukan secara komersial.

Untuk dapat mengetahui berapa besar nilai manfaat hutan dalam mengatur tata air sehingga masyarakat dapat memanfaatkan air dari sumber-sumber air tersebut, perlu dilakukan penilaian ekonomi atas manfaat hidrologis hutan tersebut. Penilaian ekonomi atas manfaat hidrologis yang dihasilkan hutan lindung ini (khususnya pada pemanfaatan non komersial) untuk memberi gambaran secara kuantitatif manfaat hidrologis hutan sebagai pengatur tata air untuk berbagai pemanfaatan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman banyak pihak tentang besarnya nilai manfaat hutan khususnya dalam mengatur ketersediaan dan kualitas air. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis pemanfaatan air non komersial yang telah dilakukan oleh pengguna dan mengestimasi nilai ekonomi total dari manfaat hidrologis hutan non komersial pada berbagai jenis pemanfaatan.

II. METODEPENELITIAN

A. Kerangka Analisis

Nilai merupakan persepsi manusia tentang makna suatu objek (sumberdaya hutan) bagi individu tertentu pada tempat dan waktu tertentu. Oleh karena itu akan terjadi keragaman nilai sumberdaya hutan berdasarkan pada persepsi dan lokasi masyarakat yang berbeda-beda. Untuk menentukan nilai dari sumberdaya hutan adalah dengan melakukan identifikasi terhadap berbagai jenis manfaat yang dihasilkan dari sumberdaya hutan. Keberadaan setiap jenis manfaat ini merupakan indikator adanya nilai yang menjadi sasaran penilaian. Setiap indikator nilai (komponen sumberdaya hutan) ini dapat berupa barang hasil hutan, jasa dari fungsi ekosistem hutan maupun atribut yang melekat pada hutan tersebut dalam hubungannya dengan sosial budaya masyarakat. Langkah kedua dalam penilaian sumberdaya hutan ini adalah melakukan identifikasi kondisi biofisik hutan dan sosial budaya masyarakat karena proses pembentukan nilai sumberdaya hutan berdasarkan pada persepsi individu/masyarakat dan kualitas serta kuantitas komponen sumberdaya hutan tersebut. Langkah selanjutnya adalah melakukan penilaian sumberdaya hutan melalui proses penilaian biofisik dan sosial budaya yaitu kuantifikasi setiap indikator nilai berupa barang hasil hutan, jasa fungsi ekosistem hutan serta atribut hutan dalam kaitannya dengan budaya setempat. Atas dasar kuantifikasi indikator nilai tersebut dilakukan penilaian ekonomi manfaat hutan, berdasarkan metode penilaian tertentu pada setiap klasifikasi nilai (Bahruni, 1999). Selengkapnya, kerangka pemikiran dalam penelitian ini dijelaskan pada gambar 1.

0g1

Gambar 1.Kerangka Pemikiran Penelitian

B. Waktu dan LokasiPenelitian

Penelitian dilaksanakan di wilayah SubDAS Brantas Hulu-Jawa Timur. Lokasi pengambilan contoh petani di wilayah Sub DAS Brantas Hulu dilakukan di Desa Sumber Brantas Kecamatan Bumi Aji dan Desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Desember 2006.

C. Jenis Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap responden di setiap desa dan pengukuran/pengamatan langsung di lapangan, sedangkan data sekunder merupakan data-data penunjang penelitian yang diperoleh melalui penelusuran pustaka maupun penelusuran situs-situs internet terhadap berbagai sumber, yaitu dari berbagai instansi terkait.

D. MetodePengambilan Contoh

Obyek penelitian atau unit contoh pada penelitian ini adalah rumah tangga petani yang memanfaatkan air dari sumber air untuk mengairi lahannya (kebutuhan pertanian) dan untuk kebutuhan rumah tangga. Sampling dilakukan dengan metode stratified / cluster untuk Desa Sumber Brantas dan simpel random untuk Desa Ngadas.

0t1

Desa-desa yang terpilih adalah desa dari sub das yang berbeda yang masing-masing mempunyai lahan pertanian yang luas dan mendapat pengairan dari anak-anak Sungai Brantas. Rumah tangga petani di Desa Sumber Brantas di kelompokkan menurut luas lahan untukmewakili keragaman kebutuhan air pertaniannya (lihatTabel.1.). Setelah di kelompokkan, dipilih secara acak masing-masing kurang lebih 10 rumah tangga untuk tiap kelompok dan terpilih 34 rumah tangga petani. Untuk Desa Sumber Brantas, dalam mengestimasi kebutuhan air untuk kebutuhan rumah tangga, dipilih 30 rumah tangga petani dengan simpel random. Jumlah total responden yang terpilih adalah sebanyak 64 rumah tangga petani.

E. Jenis Data

0t2

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil wawancara kepada responden dan pengukuran/pengamatan langsung di lapangan yang terdiri atas: (1) biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan pertanian (2) luas areal yang diairi; (3) tarif air yang berlaku untuk berbagai pemanfaatan; dan (4) volume air yang dibutuhkan untuk kegiatan pertanian. Sedangkan data sekunder merupakan data-data penunjang penelitian yang diperoleh melalui penelusuran pustaka maupun penelusuran situs-situs internet terhadap berbagai sumber, yaitu dari berbagai instansi terkait.

F. Pengolahan dan Analisis Data

Penentuan nilai ekonomi manfaat hidrologis hutan lindung untuk pemanfaatan non komersial, dilakukan dengan menggunakan dua metode penilaian ekonomi yaitu Metode Biaya Pengadaan. Nilai ekonomi dari manfaat hidrologis hutan lindung didekati berdasarkan kesediaan membayar dari pengguna sumberdaya tersebut. Kesediaan membayar konsumen tercermin dalam besarnya biaya pengadaan untuk dapat mengkonsumsi air, khususnya untuk pemanfaatan air pertanian dan perikanan. Biaya pengadaan masyarakat ini digunakan untuk menduga kurva permintaan masyarakat terhadap manfaat air untuk pertanian dan perikanan dan dijadikan pendekatan untuk menduga harga air untuk kebutuhan tersebut. Penentuan nilai ekonomi air untuk pertanian dan perikanan dilakukan dengan pendekatan metode biaya pengadaan yang merupakan modifikasi dari metode biaya perjalanan dan metode kontingensi dengan menggunakan kurva permintaan Marshal, yang tahapannya adalah sebagai berikut:

0r1

III. HASILDANPEMBAHASAN

A. Pemanfaatan Sumber Daya Air untuk Pertanian di Sekitar Hutan Lindung di SubDAS Brantas Hulu

Dalam siklus hidrologis, air merupakan komponen sumberdaya alam yang dibutuhkan banyak orang dan dianggap anugerah dari Tuhan sehingga penghargaan terhadap nilai air sangat rendah karena air dianggap sebagai barang bebas ( public goods) dimana setiap orang dapat mengakses sumberdaya tersebut dan tidak adanya harga pasar dalam proses transaksi ekonomi. Situasi ini akan segera menjadi paradoks ketika terjadi kelangkaan dan tertutupnya akses masyarakat terhadap air. Sementara itu, hutan yang berfungsi sebagai penjerap air mampu menjamin siklus hidrologis dimuka bumi ini berlangsung dengan aman masih kurang dihargai melalui adanya tindakan penebangan hutan, pembakaran, perambahan dan perubahan fungsi hutan menjadi bentuk lain. Oleh sebab itu, sumberdaya air sebagai stock capital perlu dinilai dalam bentuk satuan mata uang agar diperoleh hubungan yang cukup memadai secara ekonomis antara nilai guna hutan secara langsung dan tidak langsung bagi kehidupan manusia. Di hulu DAS Brantas air yang berasal dari mata-mata air di hutan banyak digunakan untuk kebutuhan pertanian dan rumah tangga. Pemanfaatan sumberdaya air ini masih bersifat pemanfaatan non komersial.

Desa Sumber Brantas terletak di hulu DAS Brantas di kaki Gunung Arjuno dimana di sekitar desa tersebut terdapat Tahuro R. Soerjo dan hutan lindung milik masyarakat yang sudah ada sejak turun temurun. Air yang mengalir ke lahan pertanian milik warga desa berasal dari mata air yang terdapat di kawasan hutan tersebut. Kelerengan lahan pertanian berkisar antara 15% – 30% dimana para petani membangun lahan pertaniannya dengan sistem teras bangku. Pada beberapa kawasan lahan pertanian, petani membangun tandon-tandon air yang berguna untuk menampung air dari mata air pada saat musim kemarau. Sedangkan pada saat musim hujan tiba, tandon-tandon tersebut kurang berfungsi secara maksimal karena air akan dibiarkan mengalir keluar tendon untuk mengaliri lahan pertanian. Jenis tanaman pertanian yang diusahakan oleh petani di Desa Sumber Brantas terdiri atas: kentang, kacang kapri, wortel, bawang putih, daun bawang, kubis, sawi putih dan paprika.

Sedangkan jenis tanaman pertanian yang umum diusahakan adalah kentang, dan wortel sekitar 85%. Dalam satu tahun, petani dapat memanen tanamannya sebanyak 3 kali atau tigamusim panen dengan hasil yang cukup baik. Penggunaan air untuk jenis tanaman tersebut sangat intensif pada saat musim kemarau sehingga penggunaan tandon-tandon air, mesin-mesin, paralon, selang dan sprinkle dapat dijumpai di lapangan. Sprinkle digunakan untuk mengurangi jumlah tenaga kerja. Bahkan para petani pun bersedia mengeluarkan biaya lebih dengan membuat atau memodifikasi kendaraan jenis jip menjadi alat untuk mengangkut air dengan memberikan tangki dibak belakangnya. Ukuran tangki air sekitar 1 m3 per mobil. Mobil-mobil tersebut akan mengambil air sisa rumah tangga yang kemudian akan diangkut ke lahan pertanian milik petani. Untuk lahan pertanian yang jauh dari sumber air amat bermanfaat bahkan digunakan juga untuk menjual air dengan harga sekitar Rp50.000 – 75.000 per m3 – nya. Untuk lahan seluas 1 Ha membutuhkan air sekitar 20 – 25 kali pengangkutan permusim.

Di Desa Sumber Brantas terdapat Taman Hutan Raya R. Soerjo dan Hutan Lindung yang memiliki peranan strategis bagi Desa sumber Brantas dan kawasan kota Batu sebagai penyedia jasa air. Kondisi hutan yang terawat baik ternyata mampu memberikan kontribusi nyata bagi petani untuk lahan pertanian dimana air dapat dinikmati sepanjang tahun. Dengan berkembangnya jumlah penduduk di Desa Sumber Brantas, air yang berasal dari mata air saat ini lebih banyak digunakan untuk keperluan rumah tangga. Sedangkan untuk pertanian, menggunakan air sisa yang ditampung dalam tandon-tandon air.

Air yang berasal dari mata air diambil oleh petani dengan menggunakan pipa- pipa besi untuk keperluan rumah tangga, sedangkan untuk pertanian menggunakan pipa-pipa paralon. Pipa-pipa paralon tersebut kemudian dialirkan ke dalam tandon, lalu dari tandon ditarik menggunakan mesin dengan kekuatan antara 4 – 6 PK, masuk ke dalam selang-selang yang akan keluar dari beberapa titik sprinkle. Sedangkan bagi petani yang mendapatkan air dari sungai, membangun sistem pengairan bagi tanamannya dengan cara yang lebih sederhana. Ada dua jenis bentuk tandon air, yaitu yang permanen dan yang dari terpal plastik.

0g2

Gambar 2. Tandon air dari terpal dan selang untuk siram tanaman

Melihat sistem pertanian yang dibangun oleh petani di Desa Sumber Brantas, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara kawasan pertanian dan Tahura R. Soerjo serta hutan lindung sangat erat. Petani sangat tergantung pada pasokan air dari Tahura R. Soerjo dan hutan lindung sehingga untuk mengetahui besarnya ketergantungan air tersebut perlu dilakukan penilaian terhadap jasa air secara ekonomis.

B. Nilai Ekonomi Manfaat Hidrologis untuk Pertanian di Sub DAS Brantas Hulu

Berdasarkan data yang dihimpun, diperoleh informasi mengenai jumlah permintaan air petani untuk sayuran. Permintaan air tersebut merupakan hubungan antara jumlah air yang diminta dengan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk mengadakan air dan variabel-variabel sosial ekonomi lainnya. Permintaan air petani ini menggambarkan bagaimana hutan, dalam hal ini Tahura Soerjo yang merupakan salah satu hulu DAS Brantas mampu menyediakan air yang berkelanjutan bagi petani dimana nilai air di kawasan tersebut belum terhitung dengan baik. Oleh sebab itu perlu dilakukan penilaian terhadap sumberdaya air dalam satuan mata uang tertentu.

Dari hasil olahan terhadap data permintaan air pertanian diperoleh model permintaan sebagai berikut:

0r1

Dengan nilai rata-rata untuk masing-masing variabel Y, X1 , X2 , X3 , X4 , X5 , X6 dan X7 disajikan padaTabel 3.

0t3

Menurut Tabel 3, permintaan air rata-rata seorang petani di desa Sumber Brantas adalah sebesar 1.989,5 m per tahunnya dengan biaya yang dikeluarkan untuk mengadakan air sebesar Rp5.272,4 untuk setiap m air yang dikonsumsi selama setahun. Air tersebut dialirkan oleh petani ke lahan pertaniannya dengan jarak rata-rata sejauh 632,5 meter untuk mengairi lahan pertanian seluas 1,98 Ha setiap tahunnya. Hasil pertanian yang diperoleh seorang petani rata-rata sebesar 31,48 ton atau pendapatan sebesar Rp38.133.929 selama setahun yang digunakan oleh petani untuk menanggung jumlah anggota keluarga rata-rata sebesar 3,3 orang. Umur seorang petani di desa Sumber Brantas rata-rata sebesar 42 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata lulusSDtetapi tidak lulusSMP.

Berdasarkan analisis regresi diketahui bahwa permintaan petani terhadap air berpengaruh nyata terhadap biaya pengadaan air, yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk mengadakan air dari suatu tempat tertentu ke lahan pertaniannya selama setahun dan dengan variabel sosial ekonomi lainnya (X3 , X4 , X5 dan6 X) dengan tingkat kepercayaan sebesar 95% atau α! = 0.05 dan dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 75.7%. Artinya keterandalan model untuk menjelaskan hubungan antara biaya pengadaan air (X1 ), luas lahan pertanian (X3 ), jumlah tanggungan keluarga (X4 ), umur petani (X5 ), dan tingkat pendidikan petani (X6 ) terhadap permintaan air petani (Y) adalah sebesar 75.6%.

Hubungan antara permintaan air (Y) dengan biaya pengadaan air (X1 ) bersifat negatif, artinya hubungan tersebut sudah sesuai dengan hukum permintaan dimana semakin tinggi harga air yang didekati dari besar biaya pengadaan air maka tingkat konsumsi air semakin sedikit, demikian sebaliknya. Hubungan antara permintaan air (Y) terhadap luas lahan untuk kegiatan pertanian (X3 ) bersifat positif , artinya semakin besar luas lahan yang diolah oleh petani untuk menanam sayur mayur maka permintaan petani terhadap air akan semakin besar. Hal ini terjadi karena air merupakan kebutuhan vital bagi pertanian sehingga tidak dapat diabaikan keberadaannya.

Hubungan negatif terjadi antara permintaan air (Y) dengan jumlah tanggungan keluarga (X4 ). Hal ini menggambarkan bahwa semakin besar jumlah tanggungan keluarga maka permintaan petani terhadap air untuk pertanian akan semakin kecil karena petani harus mengeluarkan biaya yang semakin besar untuk mencukupi kebutuhan keluarga sehingga peluang untuk mengembangkan skala pertanian yang lebih besar terhambat oleh kebutuhan keluarga. Kebutuhan anggota keluarga akan pendidikan yang lebih tinggi juga menjadi salah satu faktor pertimbangan petani sehingga mengurangi permintaannya akan air.

Hubungan antara permintaan petani terhadap air (Y) dengan umur petani (X5 ) bernilai positif, hal ini menggambarkan bahwa semakin senior seorang petani dalam menggeluti usaha pertaniannya maka permintaannnya terhadap air akan meningkat. Variabel umur menunjukan bahwa pengalaman seorang petani dalam mengembangkan usaha pertanian dan menguasai teknik-teknik budidaya menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan dalam budidaya sayur mayur sehingga permintaannya terhadap air dengan variabelumur akan bernilai positif.

Permintaan petani terhadap air (Y) memiliki hubungan yang positif dengan tingkat pendidikan petani (X6 ). Hal ini menggambarkan bahwa ketika seorang petani mendapat kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi sehingga peluangnya untuk memperoleh pengetahuan akan semakin besar maka petani akan semakin meningkatkan skala usahanya. Dengan demikian akan terjadi peningkatan terhadap kebutuhan air bagi sayur mayur yang diusahakannya.

Sedangkan hubungan antara permintaan air petani (Y) terhadap jarak untuk mendapatkan air (X2 ) dan jumlah panenan selama setahun (X7) tidak mempengaruhi permintaan air. Untuk jarak (variabel X2), petani biasanya membangun tandon-tandon air di lahan pertaniannya yang berfungsi untuk menampung air di musim kemarau dan musim hujan. Pada musim kemarau, tandon-tandon tersebut memiliki fungsi yang nyata sebagai penampung air sedangkan pada musim hujan air akan dibiarkan mengalir melewati tandon. Kelebihan airnya akan digunakan oleh petani untuk menyiram air saat musim hujan tiba. Sedangkan untuk jumlah panenan (X7) tidak mempengaruhi permintaan air karena petani sangat tergantung pada harga pasar sayuran yang berlaku pada saat itu. Ketika sayuran yang membutuhkan banyak air memiliki harga jual yang rendah, petani tidak akan menanam komoditas tersebut. Dari hasil pengolahan data diperoleh bahwa kebutuhan petani akan air di DAS Brantas hulu rata-rata sebesar 1.989,459m per tahunnya dengan kesediaan membayar akan air sebesar Rp20.829.025,00 selama setahun. Pada tingkat harga air sebesar Rp247 per m maka akan diperoleh nilai air yang dibayarkan oleh petani sebesar Rp491.396,00 per tahunnya, sehingga surplus konsumen yang dinikmati oleh petani dari air yang dimintanya untuk kegiatan pertanian selama setahun adalah sebesar Rp20.337.629,00.

Besarnya surplus konsumen yang dinikmati oleh petani dibandingkan dengan harga air yang dibayarkan oleh petani selama setahun menunjukan bahwa air yang berada di DAS Brantas hulu masih sangat banyak atau melimpah. Melimpahnya air yang dinikmati oleh petani di DAS Brantas hulu akan merangsang petani untuk terus melakukan okupasi terhadap lahan untuk dijadikan lahan pertanian karena tidak adanya alternatif pekerjaan dan keterampilan lain selain bertani. Keadaan ini akan terus berlangsung hingga petani merasakan beban yang semakin berat karena air semakin langka sehingga petani semakin sulit untuk mengandalkan lahan pertanian sebagai mata pencahariannya.

Nilai ekonomi air pertanian di DAS Brantas hulu merupakan nilai-nilai yang diperoleh dari kesediaan petani untuk membayar air yang digunakan (WTP), harga air yang dibayarkan dan surplus konsumennya dikalikan dengan jumlah petani yang menggunakan air yang terdapat di DAS Brantas hulu. Nilai ekonomi air pertanian di DAS Brantas Hulu disajikan pada Tabel 3. sedangkan kurva permintaan air pertanian disajikan pada Gambar 4.

0t4

0g3

Gambar 3.Kurva Permintaan Air Pertanian diDAS Hulu Brantas

C. Pemanfaatan Air untuk Kebutuhan Rumah Tangga di Sub DAS Brantas Hulu

Sistem pertanian di Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo sangat mengandalkan air hujan atau pertanian tadah hujan karena kondisi lahan pertaniannya yang kering dan berbukit-bukit. Dalam menanam sayuran, petani tidak menggunakan sistem terasering karena lahannya merupakan campuran abu vulkanik yang mudah pecah dengan kelerengan yang cukup terjal. Air tidak digunakan untuk menyiram tanaman melainkan hanya untuk memberi obat bagi tanaman agar tidak diserang hama. Petani juga membangun tandon-tandon air tetapi hanya akan terisi pada saat musim hujan tiba. Tanaman sayuran dapat tumbuh di Desa Ngadas karena dibawah permukaan tanah masih terdapat sisa-sisa air yang berasal dari embun yang selalu ada di desa tersebut sehingga selalu basah. Berdasarkan kondisi tersebut, dapat diketahui bahwa air yang berasal dari TNBTS tidak digunakan secara langsung oleh petani untuk menyiram lahan pertaniannya. Air yang berasal dari mata air di TNBTS justru digunakan untuk kebutuhan rumah tangga sehingga untuk mengetahui nilai ekonomi air TNBTS menggunakan pendekatan rumah tangga petani. Air yang berasal dari  TNBTS di tampung ke dalam tandon utama kemudian dialirkan memggunakan paralon ke rumah tangga-rumah tangga. Masing-masing rumah tangga kemudian memasang sendiri saluran sekunder ke rumahnya. Ada dua jenis saluran sekunder yang masuk ke rumah tangga, yaitu saluran dengan meteran dan saluran tanpa meteran. Untuk saluran dengan meteran, masing-masing rumah tangga diharuskan membayar beban sebesar Rp. 1.500 per bulan sedangkan saluran tanpa meteran tidak diwajibkan membayar. Iuran air untuk masing-masingwarga diserahkan kepada Badan Pengelola Air di desa tersebut dimana uang yang terkumpul direncanakan untuk membangun tandon air bagi kegiatan pertanian. Bagi rumah tangga dengan meteran, jumlah konsumsi air per bulannya dapat terpantau dengan baik dengan biaya per m3 airnya sebesar Rp. 150 per bulan. Sedangkan bagi rumah tangga tanpa meteran, biaya air ditetapkan bersama-sama sebesar Rp. 2.000 per bulan karena jumlah konsumsi air sulit untuk dipantau. Jumlah konsumsi air masing-masing rumah tangga sangat tergantung pada jumlah air yang mereka gunakan untuk keperluan pertanian atau  tidak. Jika jumlah konsumsi air per bulannya jauh melebihi jumlah konsumsi air bulan sebelumnya, maka dapat dipastikan bahwa rumah tangga tersebut menggunakan air yang ada untuk pertanian. Desa Ngadas merupakan desa terakhir di kawasan TNBTS dimana dulunya merupakan sebuah enclave.

Saat ini desa tersebut telah memperoleh status sebagai desa definitif. Desa ini amat penting karena dapat menjadi pos persinggahan terakhir para turis untuk menuju kawasan wisata Gunung Bromo Tengger sehingga air yang berasal dari kawasan TNBTS untuk keperluan turis dan rumah tangga sangat dibutuhkan. Air yang mengaliri desa Ngadas berasal dari mata air dimana biaya pengadaan air yang  dikeluarkan oleh masing-masing rumah tangga untuk kebutuhan air cukup besar.

Ditambah lagi adanya bantuan dari luar negeri untuk mengadakan tandon utama untuk menampung air. Hal ini cukup memberikan gambaran mengenai pentingnya TNBTS sebagai tandon air raksasa penyedia jasa air bagi kebutuhan rumah tangga petani mengingat air sangat sulit didapatkan di kawasan desa Ngadas. Untuk mengetahui nilai ekonomis manfaat hidrologis hutan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga digunakan variabel yang terdiri atas biaya-biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga untuk mengadakan air selama periode waktu tertentu, seperti penyediaan tendon, paralon sekunder, meteran, biaya beban, harga air perm ,WTPdanWTA. 3

0g4

Gambar 4 & 5. Tandon air dan Tandon Utama dari Mata Air

0g6

Gambar 6 & 7. Meteran dan Bak Penampungan Air Rumah Tangga

D. Nilai Ekonomi Manfaat Hidrologis untuk Kebutuhan Rumah Tangga di SubDAS Brantas Hulu

Rumah tangga petani merupakan salah satu pengguna air terpenting di wilayah DAS Brantas hulu. Hal ini terjadi karena air yang berasal dari mata air ditampung terlebih dahulu untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, kemudian sisanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pertanian.

Penelitan mengenai nilai ekonomi air rumah tangga ini dilakukan di desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo yang termasuk dalam wilayah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Rumah tangga-rumah tangga petani yang memanfaatkan air dari TNBTS dapat dikatakan sudah cukup maju karena sudahmulai membangun alat ukur untuk mengetahui jumlah air yang dikonsumsi selama satu bulan. Tarif air juga sudah diberlakukan tetapi berdasarkan kesepakatan bersama berupa iuran air yang digunakan untuk membangun saluran-saluran air baru untuk pertanian atau untuk memperbaiki saluran-saluran yang rusak, yaitu sebesar Rp150 untuk setiapm air yang digunakan.

Berdasarkan analisis permintaan air rumah tangga petani yang menghubungkan antara kebutuhan air (Y) terhadap biaya untuk mengadakan air (X1) bagi rumah tangga dan variabel sosial ekonomi lainnya (X2 , X3 , X4 , X5 , X6 dan X7 ) diperoleh persamaan permintaan air rumah tangga sebagai berikut:

Y=144 0.0589X1 +0.00377X4

dimana,
Y = Jumlah air yang dikonsumsi oleh rumah tangga selama setahun (m )
X1 = Biaya untuk mengadakan air selama setahun (Rp/m )
X2 = Jarak untuk mendapatkan air selama setahun (m)
X3 = Pendapatan minimal rumah tangga petani selama setahun (Rp)
X4 = Iuran air untuk rumah tangga selama setahun (Rp)
X5 = Jumlah tanggungan keluarga (orang)
X6 = Umur petani (tahun)
X7 = Tingkat pendidikan petani (skor)

Dengan nilai rata-rata masing-masing variabelnya Y, X , X , X , X , X , X dan X disajikan padaTabel 5.

0t5

Informasi yang diperoleh dari tabel diatas menunjukan bahwa rata-rata permintaan air sebuah rumah tangga di desa Ngadas sebesar 180m3 per tahun dengan biaya untuk mengadakan airnya sebesar Rp 834 untuk setiap m3 air yang dikonsumsi selama setahun dan digunakan oleh rata-rata per rumah tangga sebanyak 3 orang. Sedangkan pendapatan minimal sebuah rumah tangga petani di desa Ngadas kurang lebih sebesar Rp 9.107.339 per tahunnya sedangkan iuran air yang dibebankan pada masing-masing rumah rumah tangga sebesar Rp 41.381 selama setahun. Umur seorang responden di desa Ngadas rata-rata 39 tahun yang berarti termasuk usia produktif dengan tingkat pendidikan rata-rata adalahSD.

Melalui analisis regresi diketahui hubungan antara permintaan air bagi kebutuhan rumah tangga (Y) terhadap biaya pengadaan air (X1 ) dan iuran air rumah tangga untuk mengkonsumsi air (X4) berkorelasi positif pada tingkat kepercayaan 95% atau α= 0.05 dan dengan koefisien determinasi (R2 ) sebesar 83,6%. Artinya keterandalan model dalam menjelaskan hubungan antara biaya pengadaan air yang dikeluarkan oleh petani selama setahun (X1) dan iuran air yang dikeluarkannya (X4) terhadap jumlah air yang diminta (Y) adalah sebesar 83,6%.

Nilai negatif yang terjadi antara permintaan air (Y) dengan biaya pengadaan air (X1) menunjukan bahwa hubungan tersebut telah sesuai dengan hukum ekonomi dimana semakin tinggi harga air yang didekati dari biaya pengadaan air, maka semakin sedikit tingkat konsumsi air untuk kebutuhan rumah tangga. Begitu juga sebaliknya.

Hubungan positif yang terjadi antara permintaan air (Y) dengan iuran air (X4) yang harus dibayarkan oleh rumah tangga dalam mengkonsumsi air menunjukan korelasi yang logis, dimana semakin besar air yang dikonsumsi oleh rumah tangga maka iuran air yang harus dibayarkannya juga akan semakin besar. Besarnya iuran air rumah tangga petani di desa Ngadas juga disebabkan oleh adanya penggunaan lain, yaitu untuk menyirami tanaman pertanian pada musim kemarau. Hal ini dilakukan oleh petani karena sistem pertaniannya adalah pertanian tadah hujan. Jenis tanahnya yang berpasir dan berdebu membuat tanah sukar untuk mengikat air sehingga pada lokasi penelitian tidak terdapat sistem irigasi untuk mengalirkan air. Air untuk pertanian biasanya diambil oleh petani dengan cara dipikul.

Permintaan air untuk rumah tangga (Y) tidak memiliki korelasi dengan jarak rumah tangga dengan sumber air (X2), pendapatan minimal rumah tangga (X3), jumlah tanggungan keluarga (X5), umur petani (X6) dan tingkat pendidikan petani (X7). Untuk jarak rumah tangga dengan sumber air (X2), sebagian besar rumah petani yang ada di desa Ngadas sangat mengandalkan sumber air yang berasal dari mata air yang ditampung dalam tandon yang merupakan bantuan dari pihak luar. Air yang berasal dari tandon tersebut kemudian dibuatkan saluran primer ke seluruh rumah tangga, kemudian masing-masing rumah tangga tinggal membuat saluran sekunder atau tersier agar air dapat dimanfaatkan oleh rumah tangga petani. Biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk mengadakan air adalah dari saluran sekunder ke dalam rumah tangganya sehingga jarak rumah tangga petani dengan sumber air tidak mempengaruhi permintaan petani terhadap air.

Pendapatan minimal petani (X3) juga tidak mempengaruhi permintaan petani terhadap air rumah tangga. Hal ini disebabkan karena air relatif mudah didapatkan sejak adanya bantuan untuk mengadakan air dan rendahnya iuran air untuk setiap m3 air yang dikonsumsi sebesar Rp 150 sehingga masih cukup terjangkau oleh petani.

Rendahnya harga air di lokasi penelitian juga menggambarkan bahwa air cukup melimpah sehingga rumah tangga tidak perlu mengeluarkan biaya ektra untuk mendapatkan air.

Jumlah tanggungan keluarga (X5) tidak mempengaruhi konsumsi air untuk rumah tangga, selain karena air cukup melimpah, rumah tangga petani biasa mengkonsumsi air secara bersama-sama. Bantuan yang diberikan pihak luar dengan membangun sistem pasokan air untuk rumah tangga sangat meringankan beban petani. Kelebihan pengeluaran untuk air dapat dialokasikan untuk kebutuhan lain. Umur petani dan tingkat pendidikan petani juga tidak mempengaruhi permintaan petani terhadap air rumah tangga. Hal ini terjadi karena air berhasil didistribusikan secara merata di seluruh lokasi penelitian. Adanya sumber-sumber air umum yang dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat di desa Ngadas sangat memudahkan setiapwarganya untuk mendapatkan air.

Melalui analisis regresi diperoleh nilai kesediaan membayar air untuk setiap rumah tangga petani di desa Ngadas adalah sebesar Rp641.783,00 selama setahun dengan konsumsi air rumah tangga rata-rata sebesar 180 m3 per tahunnya. Pada tingkat harga air sebesar Rp2.037 untuk setiap m air yang dikonsumsi, maka harga air rumah tangga yang harus dibayarkan oleh petani adalah sebesar Rp366.739,00 sehingga surplus konsumen yang diterima oleh petani untuk air rumah tangga sebesar Rp275.044,00 selama satu tahun. Adanya surplus konsumen menunjukan bahwa nilai air masih lebih rendah dibandingkan harga yang seharusnya dibayarkan oleh petani dalam mengkonsumsi air (WTP). Oleh sebab itu, nilai air di TNBTS masih dapat ditingkatkan kembali. Nilai ekonomi air rumah tangga diTNBTSdisajikan padaTabel 6 sedangkan kurva permintaan air rumah tangga disajikan pada Gambar 8.

0t6

0g8

Gambar 8. Kurva Permintaan Air Rumah Tangga di TNBTS

IV. KESIMPULANDANSARAN

A. Kesimpulan

  1. Kawasan hutan di bagian huluDAS Brantas berperan penting dalam kelangsungan penyediaan sumber daya air dan pemeliharaan lingkungan.
  2. Dalam konteks manfaat air non komersial di Sub DAS Brantas Hulu, kesediaan membayar atas manfaat air pertanian sebesar Rp20,8 juta/petani/tahun sehingga diperoleh nilai ekonomi total sebesar Rp5,9 trilyun/tahun, dan nilai kesediaan membayar atas manfaat air rumah tangga sebesar Rp641.783/orang/tahun sehingga diperoleh nilai ekonomi total manfaat air untuk kebutuhan rumah tangga sebesar Rp14,4 milyar/tahun.
  3. Nilai surplus konsumen dalam pemanfaatan air non komersial di SubDAS Brantas Hulu menunjukkan manfaat yang diterima masyarakat dari fungsi ekologis hutan sebagai penyedia air.

B. Saran

  1. Perlu dilaksanakan penelitian lebih lanjut terhadap para pihak yang terlibat dalam pengelolaan hutan di bagian hulu DAS Brantas, khususnya pihak user dan provider yang menerima dan menyediakan manfaat ekonomi, ekologi dan sosial yang dihasilkan sumberdaya hutan dan lahan di kawasan tersebut agar mekanisme benefit sharing dapat dirumuskan dengan jelas dan transparan.
  2. Dari hasil penelitian maka disarankan untuk mengalokasikan kembali nilai jasa lingkungan yang diperoleh dari manfaat hidrologis hutan di bagian hulu DAS Brantas untuk pengelola kawasan hutan sebagai bentuk cost benefit sharing di antara penyedia dan penerima manfaat hidrologis hutan lindung.
  3. Upaya konkret cost benefit sharing dapat berupa diberlakukannya pungutan air bagi para penerima manfaat sumberdaya air dimana penerimaan dari peningkatan tarif tersebut dikembalikan ke pengelolaan hutan dalam bentuk realokasi anggaran pemerintah untuk merehabilitasi dan memelihara lingkungan.
  4. Diperlukan langkah konkret dari para stakeholder yang terlibat dalam Pengelolaan DAS berupa langkah aksi yang integratif dan koordinatif karena melibatkan multi sektor danmulti disiplin ilmu.

DAFTARPUSTAKA

Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. 2006. Pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Wilayah Kabupaten Malang. Balai Taman Nasional BromoTengger Semeru. Tidak Diterbitkan.

Bahruni. 1999. Diktat Penilaian Sumberdaya Hutan dan Lingkungan. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Balai Taman Hutan Raya R. Soerjo. 2006. Pembangunan dan Pengelolaan Kawasan Taman Hutan Raya R. Soerjo. Balai Taman Hutan Raya R. Soerjo. Tidak Diterbitkan.

Balai PengelolaanDAS Brantas. 2002. Laporan Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Lahan,RLKTdan Sosek MasyarakatSWPDAS Brantas. Surabaya.

Balai PengelolaanDAS Brantas. 2004. Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Sub DAS Ambang, Lesti dan Melamon. Balai PengelolaanDAS Brantas. Tidak Diterbitkan.

Bishop JT. 1999. Valuing Forests: A Review of Methods and Applications in Developing Countries. London: International Institute for Environment and Development.

BPSKabupaten Malang. 2004. Kabupaten Malang Dalam Angka. Malang

Darusman D. 2002. Pembenahan Kehutanan Indonesia-Dokumentasi Kronologis Tulisan 1986-2002. Lab Politik Ekonomi dan Sosial Kehutanan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Davis, L.S dan Johnson K.N. 1987. Forest Management 3 Edition. Mc Graw-Hill Book Company. NewYork.

Hufschmidt MM . 1987. Lingkungan, Sistem Alami, dan Pembangunan : Pedoman Penilaian Ekonomis. Reksohadiprodjo S, penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Environmental, Natural Systems, and Development, An EconomicValuation Guide.

James, R.F. 1991. Wetland Valuation : Guidelines and Techniques. Asian Wetland Bureau-Indonesia. Bogor.

Kesatuan Pemangku Hutan Bandung Selatan. 2006. Pengelolaan Sumber Daya Hutan. Bandung.

Kramer, R.A, Sharma, N, Munasinghe, M. 1995. Valuing Tropical Forests : Methodology and Case Study of Madagascar. World Bank Environment Paper Number 13. TheWorld Bank. WashingtonDC.

Munasinghe, M. 1993. Environmental Economics and Sustainable Development. TheWorld Bank. WashingtonDC.

Niskanen, A. 1997. Value of External Environmental Impacts of Reforestation in Thailand. Ecological Economics JournalNo.26 (1998) pp 287 -297.

Pearce, DW and Turner RK. 1990. Economics of Natural Resources and The Environment. London: HarvesterWheatsheaf.

Pearce,D. 1992. Economic Valuation and The Natural world. World BankWorking Papers. TheWorld Bank. NewYork.

Pearce, D, Warford, J.J. 1993. World Without End : Economics, Environment, and Sustainable Development. Oxford University Press. NewYork.

Perum Perhutani KPH Malang. 2006. Selayang Pandang KPH Malang. Perum PerhutaniKPHMalang. Tidak Diterbitkan.

Ramdan H, Yusran, dan Darusman D. 2003. Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Otonomi Daerah-Perspektif Kebijakan dan Valuasi Ekonomi. Alqaprint. Bandung.

Richard Lee. 1981.Forest Hydrology. Columbia University Press,NewYork, Rogers P, Bhatia R dan Huber A. 1996. Water as a Sosial and Economic Good: How to put the Principle into Practice. Global Water Partnership-Technical Advisory Committee. Unpublished.

Suparmoko. 2002. Buku Pedoman Penilaian Ekonomi: Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Konsep dan Metode Penghitungan). BPFE. Yogyakarta.

Walikota Batu. 2005. Evaluasi Ulang (Rescoring) Fungsi Hutan diKota Batu. Batu. Wangsaatmaja, Setiawan. (N.d.). Dampak Konservasi Lahan Terhadap Rezim Aliran Air Permukaan Serta Kesehatan Lingkungan Suatu Analisa Kasus DAS CitarumHulu.

Yakin A. 1997. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan: Teori dan Kebijaksanaan Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta: Akademika Pressindo.

Zaini, L. A. 2005. Program Pengelolaan Perlindungan Sumber Air Baku PDAM Menang Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat. A paper presented at National workshop on “Payments and Rewards of Environmental Services”, Jakarta, 14 15 February 2005.

0g1

0t1

1 Comment »

  1. maaf….mdnarik…penelitian ini…
    cuman ada sedikit masukan tentang penerapan responden sebanyak 30 orang tiap desa….dasarnya apa?
    dalam penelitian ini, mungkin hanya pendugaan terhadap nilai air yang termanfaatkan oleh masyarakat bukan nilai market dari air tersebut…..
    makasih….

    Comment by ari — April 13, 2010 @ 9:58 am


RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Blog at WordPress.com.