Kelembagaan DAS

Dian Diniyati

DINAMIKA KELOMPOK TANI HUTAN RAKYAT: Studi kasus di Desa Kertayasa, Boja dan Sukorejo

(THE DYNAMICS OF COMMUNITY FOREST FARMER GROUPS: Cases study in villages of Kertayasa, Boja and Sukorejo)

Oleh/by Dian Diniyati

ABSTRACT

The research on the dynamics of community forest farmer group was carried out during November to December 2003 at three villages within three different districts i.e. : Boja, Kertayasa and Sukorejo. The farmers, who join in the group, are selected intentionally, and counted of 18 people in every village. The group dynamic was identified using eight factors. The cumulative value of the factors indicates the dynamic level, whereas the higher the value the more dynamic the group. The result shown that village farmer groups of Kertayasa and Sukorejo identified as a dynamic group category, while the group of Boja as less dynamic one.

Keyword : Farmer Group, Dynamics of Group, Category

ABSTRAK

Penelitian dinamika kelompok tani hutan rakyat ini dilaksanakan pada bulan Nopember sampai Desember 2003 pada tiga desa di tiga kecamatan yaitu : Desa Boja, Desa Kertayasa dan Desa Sukorejo. Jumlah petani yang bergabung didalam kelompoktani diambil sebanyak 18 orang untuk dijadikan sebagai responden untuk setiap desa dan ditentukan secara sengaja. Dinamika kelompok diidentifikasi dengan menggunakan delapan faktor. Nilai kumulatif dari faktor sosial menunjukkan tingkat kedinamikaan kelompok, dimana semakin tinggi nilai faktornya semakin dinamis kelompok tersebut. Hasil penelitian menunjukkan kelompok tani di Desa Kertayasa dan Desa Sukorejo tergolong kelompok yang dinamis, sementara kelompok tani di Desa Boja termasuk kurang dinamis.

Kata Kunci: Kelompok Tani, Dinamika Kelompok, Kategori.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan hutan rakyat dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama petani pemilik hutan rakyat, serta menjaga kelestarian hutan yang mengarah pada sustainability, sehingga kegiatan tsb diharapkan dapat memberi tambahan pendapatan, sekaligus lahan-lahan yang tidak atau belum termanfaatkan dapat lebih ditingkatkan manfaat dan produktifitasnya melalui tanaman kayu-kayuan.

Berdasarkan tujuan tersebut, pembangunan hutan rakyat tidak dapat dilaksanakan secara perorangan (parsial), tetapi harus secara bersama-sama. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya dilakukan secara terprogram, dan untuk mendukungnya diperlukan penggalangan petani agar dapat melaksanakan program tersebut, dan dibentuk suatu lembaga kemasyarakatan seperti kelompok tani hutan rakyat, yang memiliki pengertian sebagai perkumpulan orang-orang (petani) yang tinggal di sekitar hutan, untuk menyatukan diri dalam usaha-usaha di bidang sosial-ekonomi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan para anggotanya dan ikut serta melestarikan hutan dengan prinsip kerja dari – oleh – dan untuk anggota (Tim Bina Swadaya, 2001).

Terbentuknya kelompok tani tersebut akan memudahkan dalam menyampaikan program, tujuan dan proyek yang akan dan hendak dicapai oleh kelompok tani. Kelompok tani yang telah terbentuk, diharapkan dapat dijadikan sebagai media untuk berkelompok dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kapabilitas petani dengan atau tanpa adanya intervensi dari luar sehingga pendapatannya dapat meningkat, dan akhirnya kesejahteraan akan turut meningkat pula, sehingga akan timbul kedinamisan dari kelompok tersebut. Peran kelompok tani terhadap anggotanya diharapkan akan berdampak terhadap pembangunan hutan rakyat, sehingga para anggota akan dengan serius terus mengembangkan tanaman hutannya.

Seperti dikemukakan oleh Djoni dkk (2000), bahwa kelompok yang dinamis ditandai oleh selalu adanya kegiatan ataupun interaksi baik di dalam maupun dengan pihak luar kelompok untuk secara efektif dan efisiensi mencapai tujuan-tujuannya. Selanjutnya menurut Soekanto S. (1990) bahwa kelompok sosial seperti kelompok tani hutan ini bukan merupakan kelompok yang statis, karena pasti mengalami perkembangan serta perubahan sebagai akibat proses formasi ataupun reformasi dari pola-pola di dalam kelompok tersebut, dan karena pengaruh dari luar. Selain itu keadaan yang tidak stabil tersebut juga dapat terjadi karena adanya konflik antar individu dalam kelompok atau karena adanya konflik antar bagian kelompok tersebut sebagai akibat tidak adanya keseimbangan antara kekuatan-kekuatan di dalam kelompok itu sendiri. Kenyataannya kelompok tani yang ada sekarang ini, umumnya merupakan hasil dari kegiatan proyek-proyek, seiring dengan waktu banyak kelompok tani yang tidak dapat mempertahankan para anggotanya sehingga kelompok tersebut hanya tinggal nama saja. Namun ada juga kelompok yang semakin maju walaupun tidak ada lagi bantuan yang diterima oleh kelompok tani. Dengan kenyataan tersebut maka perlu dikaji faktor-faktor apa yang menyebabkan petani, baik selaku individu maupun sebagai anggota kelompok tani mau dan mampu untuk bertindak dinamis meningkatkan kesejahteraanya melalui kelompok tani, sebaliknya kendala apa yang dihadapi oleh kelompok sehingga para anggotanya tidak aktif lagi. Kajian ini perlu dilakukan dengan harapan hasilnya dapat dijadikan sebagai salah satu bahan acuan pembangunan hutan rakyat dengan memperhatikan kepentingan petani selaku produsen hutan rakyat, melalui pembentukan kelompok tani yang dinamis.

B. Tujuan Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

  1. Tingkat kedinamikaan sosial kelompok tani
  2. Faktor-faktor dinamika kelompok tani yang masih memerlukan perhatian dan pembinaan lebih lanjut.
  3. Peranan anggota kelompok tani dalam pengembangan hutan rakyat

II. METODOLOGI

A. Kerangka Analisis

Pembentukan kelompok tani hutan rakyat umumnya merupakan bantuan dari proyek sehingga dengan adanya stimulus tersebut memudahkan untuk mempersatukan anggota kelompok dalam mencapai tujuan bersama yaitu pembangunan hutan rakyat yang mampu meningkatkan kesejahteraan para anggotanya. Stimulus tersebut tidak hanya berupa bantuan proyek saja tetapi juga dapat berupa lingkungan pemberi pengaruh seperti ketua kelompok, pembina, penyuluh atau lingkungan lain. Dengan adanya stimulus tersebut akan terjadi interaksi antar anggotanya, karena adanya suatu hal yang esensial bagi individu petani yang menjadi milik bersama, yaitu pelaksanaan pembangunan hutan rakyat untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya.

Tujuan bersama yang ingin dicapai tersebut akan memunculkan suatu tingkat dinamika kelompok, seperti dikemukakan oleh Rusidi (1982) dalam Djoni, dkk (200) bahwa dinamika kelompok akan melahirkan pembentukan struktur, norma dan identitas kelompok. Kedinamikaan ini akan nampak pada kelompok dari tinggi rendahnya kerjasama. Makin tinggi dinamika maka makin tinggi kerjasama dan juga sebaliknya. Dengan demikian, dinamika kelompok merupakan analisis dari hubungan kelompok sosial yang berdasarkan prinsip bahwa perilaku dalam kelompok itu adalah hasil dari interaksi yang dinamis antara individu-individu dalam situasi sosial.

Selanjutnya kelompok tani yang dinamis ditandai oleh selalu adanya kegiatan ataupun interaksi baik di dalam maupun dengan pihak luar kelompok untuk secara efektif dan efisien mencapai tujuan-tujuannya, dimana tingkat kedinamisan kelompok tani tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial (Djoni, dkk, 2000). Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut maka diperoleh gambaran kondisi dari kelompok apakah perlu mendapat stimulus lagi, serta faktor-faktor mana saja yang perlu mendapat perhatian untuk pembinaan. Selain itu dengan mengetahui kedinamisan dari kelompok maka diketahui seberapa jauh peran para anggotanya untuk mencapai tujuan yaitu pembangunan hutan rakyat. Ilustrasi dari kerangka analisis seperti pada Gambar 1 dibawah ini.

0g1

Gambar 1. Kerangka analisis proses terbentuknya dinamika kelompok Picture 1. An analysis frame of building dynamic group process.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di tiga lokasi yaitu Desa Boja Kabupaten Cilacap, Desa Kertayasa Kabupaten Ciamis dan Desa Sukorejo Kabupaten Wonosobo. Pemilihan ke tiga lokasi tersebut dilakukan secara sengaja dengan kriteria bahwa dilokasi tersebut telah terbentuk kelompok tani sebagai sarana penggerak untuk melaksanakan program hutan rakyat. Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2003.

C. Jenis dan Analisis Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data sekunder dikumpulkan dan diperoleh dari laporan-laporan instansi terkait yang berhubungan dengan aspek yang diteliti. Sedangkan data primer langsung diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan langsung dilapangan. Analisis dilakukan terhadap petani yang tergabung dalam kelompok tani. Ukuran sampel dari tiap-tiap lokasi sebanyak 18 orang dan dilakukan secara sengaja. Wawancara dilakukan terhadap responden dengan menggunakan quisioner yang telah disiapkan terlebih dahulu, wawancara diarahkan untuk mengetahui tingkat kedinamisan kelompok tani pada masing-masing lokasi penelitian. Seperti dikemukan oleh Djoni dkk (2000) bahwa tingkat kedinamisan kelompok tani berdasarkan pendekatan sosiologis tergantung pada beberapa faktor :

  1. Tujuan kelompok, yaitu apa yang ingin dicapai oleh kelompok, dilihat kaitannya dengan tujuan-tujuan individu (anggota). Tujuan yang tidak jelas dan tidak formal dinyatakan, sering menyebabkan kekaburan bagi anggota dan tidak memotivasi anggota untuk bergelut dalam kegiatannya.
  2. Struktur kelompok, yaitu bagaimana kelompok itu mengatur dirinya sendiri dalam mencapai tujuan yang diinginkan, terutama yang menyangkut struktur kekuasaan atau pengambilan keputusan, struktur tugas atau pembagian pekerjaan, dan struktur komunikasi yaitu bagaimana aliran-aliran komunikasi terjadi dalam kelompok itu.
  3. Struktur tugas, yaitu apa yang seharusnya dilakukan di dalam kelompok sehingga tujuan dapat tercapai. Pada dasarnya setiap kelompok perlu melakukan usahausaha tertentu untuk mencapai keadaan yang memuaskan, mendapatkan informasi, koordinasi yang baik, partisipasi yang tinggi, situasi yang menyenangkan, serta komunikasi bagi para anggota di kalangan kelompok.
  4. Pembinaan kelompok, yaitu usaha menjaga kehidupan kelompok dan upayaupaya meningkatkan partisipasi anggota. Untuk itu kelompok harus selalu mengusahakan adanya kegiatan-kegiatan yang melibatkan para anggota serta menyediakan fasilitas yang diperlukan, adanya koordinasi, pengawasan, menjaga kelancaran komunikasi, dan memungkinkan terjadinya penambahan anggota baru. Kesatuan/kekompakan kelompok, yaitu adanya rasa keterikatan yang kuat di antara para anggota terhadap kelompoknya. Tingkat rasa keterikatan yang berbeda-beda menyebabkan adanya tingkat kesatuan kelompok yang berbedabeda pula. Kekompakan kelompok ditentukan oleh beberapa faktor antara lain kepemimpinan dan keanggotaan, baik ketua kelompok maupun anggota perlu menunjukkan kemauan untuk saling mengikat dan saling memiliki, sehingga jelas terasa dan terlihat bahwa kelompok itu adalah milik bersama. Kekompakan itu juga dipengaruhi oleh persepsi anggota terhadap nilai yang melekat pada tujuantujuan yang dikejar oleh kelompok. Kalau memang tujuan itu di anggap bernilai tinggi oleh para anggota dalam arti material, luhur mulia atau terhormat, maka akan diberi dukungan yang besar sehingga terjadi kesatuan dalam kelompok. Kesatuan itu juga berkaitan dengan faktor homogenitas, integrasi dan kerjasama. Suasana kelompok, yaitu keadaan moral, sikap dan perasaan yang umum terdapat di dalam kelompok. Ini dapat dilihat dari para anggota apakah bersemangat atau apatis terhadap kegiatan dan kehidupan kelompok.
  5. Tekanan terhadap kelompok, yaitu segala sesuatu yang dapat menimbulkan ketegangan di dalam kelompok. Adanya ketegangan itu perlu untuk menumbuh kembangkan kedinamisan, tetapi pada tingkat yang terlalu tinggi malah dapat mematikan kehidupan kelompok. Oleh karena itu tingkat ketegangan harus dapat dimanipulasi sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan kedinamisan yang optimal. Tekanan dapat berasal dari dalam dan luar kelompok. Adanya beragam tuntutan dari para anggota dapat menimbulkan ketegangan, juga adanya beragam perintang dari kelompok dapat menimbulkan hal yang sama.
  6. Adanya faktor-faktor dinamika kelompok di atas, dapat pula berhubungan terhadap tingkat keefektifan kelompok, yang dilihat dari segi produktivitas, moral, dan kepuasan anggota. Produktivitas diukur dari keberhasilan mencapai tujuan kelompok, moral dilihat dari semangat dan sikap para anggota, dan kepuasan dilihat dari keberhasilan anggota dalam mencapai tujuan-tujuan pribadinya.

Keseluruhan aspek dinamika kelompok, diidentifkasikan dengan beberapa buah pertanyaan. Tiap pertanyaan terdiri dari opsi-opsi yang berskala ordinal, yang mempretasikan nilai dengan simbol kuantitatif tertentu, yakni 4, 3, 2, 1, dan 0. Selanjutnya dilakukan pengkajian umum atau pengkategorian dari tingkat aspek dinamika kelompok, yakni dengan cara sebagai berikut :

  • Skor maksimal = 127 Mewakili pengukuran = 126,5 dan 127,5
  • Skor minimal = 0 Mewakili pengukuran = (0 – 0,5) dan (0 + 0,5)
  • Panjang interval = 127,5 – (0 – 0,5) = 128
  • Lebar kelas = 128 (panjang interval) : 3 (banyak kelas) = 42,667
  • Klasifikasi katagori :
    • Kelompok dinamis ≥ 85,333 – 128
    • Kelompok kurang dinamis ≥ 42,667 – 85,333
    • Kelompok tidak dinamis ≥ 0 – 42,667

Nilai minimum dan maksimum variabel terikat dinamika kelompok tani seperti yang tercantum pada tabel 1 berikut ini :

0t1

Selanjutnya data yang terkumpul di analisis dengan analisis sosiologi berdasarkan metode kulitatif berupa verstehen atau pemahaman melalui studi kasus yang bertujuan untuk mempelajari sedalam-dalamnya salah satu gejala nyata dalam kehidupan masyarakat (Soekanto, S. 1990) dan metode kuantitatif, yaitu metode statistik yang bertujuan menelaah gejala-gejala sosial secara matematis.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kelompok Tani Desa Boja Kabupaten Cilacap

Desa Boja merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Majenang Kabupaten Cilacap, dengan luas wilayah 971,26 Ha ( Kecamatan Majenang dalam angka, 2001) dan luas hutan rakyat atau kebun rakyat yaitu 161,56 Ha. Sedangkan berdasarkan data dari Cabang Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kecamatan Majenang, diketahui bahwa sampai tahun 2002 penyebaran luas hutan rakyat adalah 150 ha yang dimiliki oleh 552 kepala keluarga (KK), ini berarti bahwa satu KK memiliki hutan rakyat seluas 0,27 ha (Diniyati dkk, 2003). Kondisi ini menunjukkan bahwa kegiatan pembangunan hutan rakyat terus berkembang, salah satunya dikarenakan Desa Boja sering dijadikan sebagai wilayah percontohan proyek diantaranya UPSA (Proyek Model Farm) seluas 10 ha.

Awal terbentuknya kelompok tani yaitu bersamaan dengan proyek model Farm, dengan tujuan supaya dapat menggalang petani yang terkena proyek dan program kegiatan dapat berjalan lancar. Kegiatan ini dirintis sejak tahun 1988, kelompok tani yang terbentuk tersebut diberi nama Kelompok Tani Hutan Karya Bakti. Walaupun program proyek model Farm telah berakhir namun kelompok tetap bertahan dan terus melaksanakan kegiatan, salah satunya yaitu program dampak dari adanya kegiatan proyek tersebut, hasilnya jumlah keanggotaan bertambah.

Kelompok Tani Hutan Karya Bakti ini sejak mulai dirintis sudah banyak mengalami banyak perubahan, seperti tidak adanya stimulus proyek sebagai penggerak kegiatan, penambahan anggota kelompok tani dan juga telah terjadi pergantian ketua kelompok sebanyak dua kali. Walaupun telah terjadi kedinamikaan sosial, kelompok tetap bertahan sehingga pada bulan September 2001 kelompok ini secara resmi dibentuk dan disahkan dengan berita acara hasil musyawarah. Pada saat ini anggota berjumlah 59 orang dengan luas hutan rakyat secara keseluruhan adalah 19,9 ha, rata-rata luas hutan rakyat untuk satu anggota adalah 0,34 ha.

2. Kelompok Tani Desa Kertayasa Kabupaten Ciamis

Terbentuknya kelompok tani di Desa Kertayasa merupakan dampak dari adanya proyek PTA (Pengawetan Tanah dan Air) meliputi lahan 6,1 ha pada tahun 1978- 1983. Untuk mempelancar kegiatan proyek tersebut maka pada bulan September 1978 dibentuklah Kelompok Tani Medal Kurniawangi dengan anggota 25 orang. Selama adanya kegiatan proyek, kelompok tani banyak mendapat kunjungan untuk melakukan studi banding dan pelatihan, sehingga kelompok merasa perlu melakukan pemekaran dan terbentuklah sub kelompok tani Sukamekar yang anggotanya khusus ibu-ibu. Kelompok tani ini terus berkembang walaupun kegiatan proyek telah selesai, sampai kegiatan penelitian ini dilaksanakan kelompok tani telah berkembang menjadi 10 kelompok yang merupakan pemekaran dari kelompok Medal Kurniawangi. Kelas kelompok di Desa Kertayasa termasuk kedalam 7 kelompok pemula dan 3 kelompok lanjut, pengkelasan ini didasarkan kepada kemampuan dari para anggota kelompoknya. Namun yang menjadi kelompok utama adalah Kelompok Tani Medal 8 Kurniawangi yang beranggotakan 35 orang dan kelompok Sukamekar yang beranggotakan 30 orang.

Pada tahun 2001 kelompok tani di Desa Kertayasa ini tidak hanya bergerak pada kegiatan hutan rakyat saja, melainkan sudah mengembangkan usaha bersama seperti membuat kripik dari pisang, singkong, ganyong, dan talas, dengan tujuan untuk lebih meningkatkan pendapatan anggota kelompok. Letak Desa Kertayasa ini termasuk kedalam desa yang mudah dijangkau dari beberapa arah dan dikelilingi oleh tiga ibu kota, yaitu: Kabupaten Ciamis, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Kuningan. Ini memudahkan arus informasi dan teknologi dapat cepat masuk ke desa.

Letak desa ini sangat mempengaruhi perkembangan dan kedinamisan kelompok tani. Ini terbukti dengan semakin berkembangnya kelompok dan bidang usaha yang dilakukan semakin bertambah.

3. Kelompok Tani Desa Sukorejo Kabupaten Wonosobo

Desa Sukorejo merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo, dan telah maju dalam pengembangan hutan rakyatnya, terbukti pada tahun 1983 telah berhasil meraih juara I lomba penghijauan tingkat propinsi Jawa Tengah dan juara II tingkat nasional. Predikat ini tidaklah dengan mudah diperoleh oleh Desa Sukorejo tapi melalui perjuangan yang panjang.

Pada awalnya kegiatan penghijauan dipelopori oleh H. Mansuri dan Sahroni dengan menanami lahan-lahan di desa yang telah rusak dengan tanaman albisia sekitar tahun 1975, meliputi lahan seluas satu ha namun setelah kegiatan ini berjalan selama lima tahun dan dirasakan banyaknya manfaat, kegiatan ini terus berkembang serta mendapat bantuan dari pemerintah yaitu sebagai fasilitator terbentuknya kelompok tani. Selanjutnya bulan Februari 1981 dibentuk Kelompok Tani Maju, dengan anggota berjumlah 82 orang. Kelompok tersebut terus mengalami perubahan yang bersifat positif, seperti mengikuti studi banding, pertemuan kelompok tani, pelatihan dan kegiatan lainnya, dan akhirnya dapat meraih predikat juara dalam lomba penghijauan baik ditingkat propinsi maupun ditingkat nasional pada tahun 1983.

Keberhasilan kelompok tersebut menjadikan usaha hutan rakyat tersebut semakin berkembang, tahun 1992 luas hutan rakyat menjadi 79 Ha. Berdasarkan data dari hasil laporan kelompok tani maju diketahui bahwa luas wilayah Desa Sukorejo yaitu 126,5 Ha, dengan perincian tata guna lahannya seperti berikut ini, yaitu lahan untuk persawahan 30 Ha, lahan untuk tegalan 90 Ha (lahan untuk hutan rakyat 79 Ha, lainlain 11 Ha) dan lahan untuk pekarangan 6,5 Ha. Sedangkan untuk memudahkan pembinaan terhadap anggota kelompok, maka dilakukan pemekaran kelompok tani menjadi tiga sub kelompok yang masing-masing beranggotakan 27-28 orang

Dengan diraihnya predikat juara lomba penghijaun menyebabkan adanya perubahan status kelas kelompok menjadi Kelompok Tani Teladan, dan mendapat bantuan proyek P2WK (Proyek Pengembangan Wilayah Khusus) dalam bentuk tanaman kopi, dan direspon dengan baik oleh anggota, sehingga tanaman kopi ini pun berhasil dan 9 produksinya cukup berlimpah. Namun sayangnya teknologi dan mesin pengolahan biji kopi tidak dimiliki sehingga memperoleh bantuan mesin pengolahan kopi dari LSM, kondisi ini menyebabkan kelompok tani berubah kelasnya menjadi KMP (Kelompok Masyarakat Pemanfaat).

Perubahan klasifikasi kelompok tani yang terjadi di Desa Sukorejo ini menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan-perubahan yang mengarah kepada hal yang positif, dan telah merespon perkembangan yang terjadi di luar kelompok taninya.

4. Dinamika Kelompok Tani Hutan Rakyat

Faktor-faktor dinamika kelompok terbagi atas delapan faktor yang diharapkan dapat mencerminkan kedinamikaan kelompok hutan rakyat di lokasi penelitian. Pada tabel 2 dapat diketahui nilai masing-masing faktor-faktor dinamika kelompok setiap lokasi penelitian. Kelompok tani hutan di Desa Boja memiliki tingkat kedinamisan yang paling rendah, berdasarkan hasil wawancara ada beberapa faktor dinamika, seperti struktur kelompok untuk prasarana pertemuan memperoleh nilai minimum (0), berarti responden merasakan bahwa kelompok tidak memiliki balai atau tempat pertemuan khusus. Nilai minimum faktor dinamika lainnya yaitu faktor kekompakan kelompok untuk pertanyaan mengenai jumlah anggota, dikarenakan dasar keanggotaan kelompok tani yaitu petani yang memiliki lahan dalam satu hamparan dan terkena proyek, sehingga lokasi domisili bisa berjauhan selain itu jumlah anggota kelompok tani lebih dari 50 orang, dan ini menyebabkan anggota merasa kurang adanya kekompakan serta tidak adanya pemerataan pembagian tugas.

Kelompok tani hutan di Desa Kertayasa memiliki nilai minimum (0) untuk faktor pembinaan kelompok yaitu menyangkut fasilitas yang dimiliki oleh kelompok, lebih jauh diketahui bahwa kelompok tidak memiliki peralatan untuk mendukung kegiatan yang akan dilaksanakan kelompok, selama ini peralatan yang digunakan merupakan milik anggota. Namun demikian jumlah nilai secara keseluruhan untuk hampir setiap faktor-faktor dinamika kelompok tani hutan Desa Kertayasa skornya paling tinggi dibandingkan dengan kelompok tani hutan lainnya.

Sedangkan untuk kelompok tani hutan di Desa Sukorejo memiliki nilai faktor-faktor dinamika diatas nilai minimum, dan ini dapat diartikan bahwa anggota kelompok tani telah merasakan manfaat terbentuknya kelompok tani tersebut. Karena terbentuknya kelompok tani tersebut merupakan wadah dari kegiatan yang telah ada dan bukan merupakan wadah yang dijadikan sebagai media untuk memperlancar kegiatan. Tabel 2. Perbandingan Dinamika Kelompok Sosial Pada Ke Tiga Lokasi Penelitian.

0t2

Selanjutnya apabila tabel 2 diatas disusun secara lebih khusus dan menyeluruh maka akan diperoleh kondisi kedinamikaan kelompok, seperti yang tercantum pada tabel 3 dibawah ini.

0t3

Berdasarkan data diatas diketahui bahwa nilai keseluruhan faktor-faktor dinamika kelompok tani hutan di Desa Kertayasa dan Sukorejo berada pada kategori kelompok dinamis (skor antara > 85,333 – 128), sedangkan kelompok tani hutan di Desa Boja berada pada kategori cukup dinamis (skor antara > 42,667 – 85,333). Namun jika mengacu kepada nilai tertimbang yang dihasilkan, maka dinamika kelompok tani hutan rakyat di lokasi penelitian baru mencapai kebersamaan kegiatan dengan nilai 68,1 %, dan kelompok tani hutan rakyat di Desa Kertayasa merupakan kelompok terbaik dengan nilai tertimbang paling tinggi yaitu 86,08%, disusul desa Sukorejo (NT = 81,37%) dan Desa Boja (NT= 65,68%)

5. Arah Pengembangan dan Pembinaan Kelompok Tani

Kelompok tani hutan merupakan kelompok sosial yang bersifat dinamis, karena adanya interaksi sosial antar anggota kelompoknya. Menurut Soekanto (1990) interaksi sosial dapat terjadi apabila memenuhi dua syarat yaitu : adanya kontak sosial (social contact) dan komunikasi. Namun interaksi yang terjadi dapat bersifat positif 12 yang mengarah pada kerjasama dan dapat juga bersifat negatif yang mengarah pada pertentangan atau bahkan tidak menghasilkan interaksi sosial. Maka dari itu perlu analisis target pengembangan model dinamika kelompok, yang tidak terlepas dari faktor-faktor pendukungnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini.

0t4

Untuk melihat arah pengembangan yang masih diperlukan oleh kelompok tani hutan di lokasi penelitian, terlebih dahulu harus menyatukan data yang terdapat pada tabel 4 dengan data pada tabel 2. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa target pertama yang menjadi prioritas pengembangan adalah faktor tekanan kelompok yang memiliki nilai tertimbang (NT) paling kecil yaitu 49%, arah pengembangan dan pembinaan khususnya untuk tekanan dari dalam yaitu tidak ada penghargaan bagi yang berprestasi dan tidak diberi hukuman bagi yang melanggar ketentuan atau norma yang berlaku. Dengan demikian anggota tidak merasakan adanya penghargaan dan hukuman terhadap hasil yang dicapai, maka prioritas yang diperlukan adalah dengan penegakan norma (aturan-aturan) yang terlebih dahulu disepakati dan ditaati oleh seluruh anggota kelompok.

Selanjutnya target prioritas pengembangan kedua, yaitu; untuk faktor-faktor pembinaan kelompok (NT=69,36%), tujuan kelompok (NT=76,20%), fungsi kegiatan (NT= 79,11%) dan keefektifan kelompok (78,25%). Target pembinaan lebih diarahkan pada pembangunan fasilitas yang dimiliki kelompok, sehingga apabila fasilitas yang dimiliki cukup memadai maka aktifitas anggota dapat lebih diperbanyak sehingga mendorong untuk menarik anggota baru. Namun perlu diperhatikan bahwa keanggotaan ini harus benar-benar atas keinginan sendiri dan bukan karena ikut 13 ikutan orang lain, karena dasar keanggotaan ini akan berdampak terhadap respon anggota terhadap keberadaan kelompoknya, dan akan berpengaruh terhadap keberhasilan anggota. Selain itu juga harus ditunjang dengan kejelasan tujuan kelompok serta informasi yang akan disampaikan kepada para anggota yang dapat dilakukan dengan cara melakukan sosialisasi yang lebih intensif, sehingga seluruh anggota dapat mengerti dan memahaminya, akhirnya dapat melaksanakan apa yang diinginkan kelompok.

Target terakhir yang menjadi prioritas pembinaan adalah struktur kelompok (NT=81,13%), kekompakan kelompok (NT= 82,70%) dan Suasana Kelompok (NT=87,20%), pembinaan perlu lebih dikembangkan yaitu pembagian tugas yang harus lebih jelas serta jadwal pertemuan yang harus disepakati dan ditaati bersama. Namun demikian keberhasilan kelompok tani hutan rakyat tidak terlepas dari kelembagaan-kelembagaan yang mendukungnya, seperti diilustrasikan oleh Gambar 2 dibawah ini.

0g2

Gambar 2 : Model sinergisitas kelembaan yang diadopsi dari model kelembagaan sebagai target pengembangan Djoni, dkk (2000). Picture 2 : Synergistic model of institutions adopted from the institution model as goals developed by Djoni et al ( 2000).

Berdasarkan gambar diatas keberadaan dan keberhasilan kelompok tani hutan rakyat sangat dipengaruhi oleh kelembagaan-kelembagaan lainnya, seperti kelembagaan pemerintah, sebagai instansi yang akan memberikan penyuluhan mengenai teknologi baru, pembinaan, penyaluran bantuan serta melakukan pelayanan. Selain itu lembaga pemerintah juga mempunyai hubungan dengan lembaga perekonomian desa, seperti adanya intervensi-intervensi pasar, peraturan-peraturan yang dapat mendukung keberhasilan kegiatan hutan rakyat dll, demikian juga dengan lembaga-lembaga yang ada di masyarakat peranan lembaga pemerintah cukup dominan, seperti bantuan penelitian dan pendidikan untuk pengembangan hutan rakyat.

Keberhasilan kelompok tani hutan rakyat tidak terlepas dari dukungan kelembagaan perekonomian desa, seperti bank rakyat dan koperasi yang dapat menyediakan bantuan dana, pasar tempat terjadinya transaksi hasil dari hutan rakyat, serta kios-kios yang dapat menyediakan sarana produksi bagi kegiatan hutan rakyat. Demikian juga dukungan dari lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti adanya pendampingan tenaga ahli dari lembaga pendidikan, hasil penelitian yang mendukung peningkatan pengembangan hutan rakyat. Demikian juga hubungan antara lembaga kemasyarakat dengan lembaga perekonomian desa, hasilnya dapat meningkatkan perkembangan kelompok tani dengan cara meningkatkan perkembangan hutan rakyatnya.

Dengan demikian kelembagaan-kelembagaan tersebut tidak dapat berdiri sendiri melainkan saling mempengaruhi, sehingga tercipta sinergisitas untuk mencapai tujuan bersama yaitu meningkatkan perkembangan hutan rakyat melalui pengembangan kelompok tani yang mandiri dan profesional.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

  1. Untuk mengetahui kedinamikaan sosial kelompok tani dapat dilihat dari skor keseluruhan faktor-faktor dinamika kelompok, kelompok tani di Desa Kertayasa dan Sukorejo berada pada kategori kelompok dinamis dengan skor antara > 85,333 -128 dan kelompok tani di Desa Boja berada pada kategori cukup dinamis dengan skor antara > 42,667 – 85,333.
  2. Arah pengembangan dan pembinaan kelompok tani yang menjadi prioritas dikelompokkan menjadi tiga didasarkan atas Nilai Tertimbang (NT) paling kecil. Prioritas utama adalah faktor tekanan kelompok yang memiliki nilai tertimbang 49%, prioritas kedua yaitu faktor-faktor pembinaan kelompok (NT=69,36%), tujuan kelompok (NT=76,20%), fungsi kegiatan (NT= 79,11%) dan keefektifan kelompok (78,25%), prioritas terakhir adalah struktur kelompok (NT= 81,13%), kekompakan kelompok (NT= 82,70%) dan suasana kelompok (NT= 87,20%).
  3. Terbentuknya kelompok tani merupakan suatu media pemersatu dan penggerak masyarakat desa, khususnya petani-petani dalam melaksanakan program 15 pemerintah terutama untuk pengembangan hutan rakyat, namun demikian peranan setiap anggota tersebut sangat dipengaruhi oleh keaktifan untuk berinteraksi dalam mencapai tujuan kelompok tersebut.

B. Saran

  1. Untuk meningkatkan kedinamisan kelompok ke arah yang positif, diperlukan pembinan dan pengarahan supaya anggota kelompok tani dapat meningkat kapasitas dan kapabilitasnya sehingga menyadari kemampuan dan kekayaan yang dimilikinya, ini dapat dilakukan melalui penyuluhan dan pelatihan sehingga diharapkan hasilnya dapat membentuk kelompok tani yang mandiri dan profesional.
  2. Keberhasilan pengembangan hutan rakyat sangat tergantung kepada kemandirian dari kelompok tani, oleh karena itu kelompok harus mandiri dan tidak tergantung pada bantuan-bantuan proyek dari luar, caranya yaitu dengan peningkatan aktivitas kegiatan kelompok melalui pendampingan tenaga ahli baik dari perguruan tinggi, LSM dan lembaga penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2001. Kecamatan Majenang Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Cilacap. Majenang.

Diniyati D, Suyarno, Anas Badrunasar, Tjetjep Sutisna. 2003. Kajian Sosial Ekonomi Hutan Rakyat di Desa Boja Kecamatan Majenang Kabupaten Cilacap. P(74-95). Prosiding Seminar Sehari. Prospek Pengembangan Hutan Rakyat di Era Otonomi Daerah. Departemen Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Loka Penelitian dan Pengembangan Hutan Monsoon Ciamis. Cilacap.

Djoni dan Jaenal Abidin. 2000. Dinamika Kelompok di Kalangan Kelompok Tani Pondok Pesantren (PONTREN) Pelaksana Usahatani Model Wanatani di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citanduy. Pengembangan Model Wanatani Di DAS Citanduy. Laporan Kajian Kelembagaan, Sosiologis, Ekonomi dan Biofisik. Kerjasama Universitas Siliwangi Dengan Balai RLKT DAS Cimanuk-Citanduy Ditjen RLPS-DEPHUTBUN RI. Tasikmalaya. Tidak diterbitkan.

Soekanto Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Tim Bina Swadaya. 2001. Pengalaman Mendampingi Petani Hutan. Kasus Perhutanan Sosial di Pulau Jawa. PT. Penebar Swadaya. Jakarta

Leave a Comment »

No comments yet.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.